Mohon tunggu...
Danz Suchamda
Danz Suchamda Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya seorang spiritualis, praktisi meditasi, penulis. Hidup ini saya pandang sebagai sebuah meditasi yang mengalir sepanjang waktu. Dan manakala kita melihat dunia dalam persepsi termurnikan, sekaligus berani telanjang terhadap apa yang ada; maka dunia ini menjadi begitu berwarna, bercahaya, bernuansa pendar, dan menguak berjuta makna yg berlapis-lapis.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Krisis Evolusioner

19 Juli 2011   12:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:33 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia sekarang ini dalam krisis. Kita semua bisa merasakan itu. Alam yang mulai marah, cuaca yang kacau. Satwa tertentu menjadi langka bahkan punah. Muncul kerawanan pangan. Kelaparan mulai bermunculan di kantong2 miskin. Bencana alam dimana-mana. Sedangkan secara ekonomi di Amerika sedang dalam lampu merah. Eropa dalam pintu krisis besar. Kebenaran sistem ekonomi modern dipertanyakan. Benarkah cara hidup kita yang sekarang ini? Meningkatnya stress dalam kehidupan kita. Orang-orang bingung kehilangan akar hidupnya krn terlelap oleh teknologi canggih. Bangsa-bangsa pengekor mengalami kebingungan. Konflik antar kampung, antar etnis, antar negara, antar agama. Kehidupan manusia saat ini sedang ditengah sebuah krisis yang besar.Peradaban kita seolah-oleh telah membuat sebuah kemajuan besar dalam hal teknologi dan informasi, tetapi planet yg kita huni ini semakin merana kondisi tanah, air dan udaranya. Spesies manusia telah berkembang tanpa kontrol. Angka kelahiran bukan lagi linier tetapi eksponensial. Sedangkan sumber daya alam semakin terbatas. Akibatnya persaingan antar manusia semakin tajam. Mereka yang berada di papan atas berusaha sekuat tenaga mempertahankan posisi kemakmurannya dengan jalan mengeksploitasi alam, mengeksploitasi pertambangan, hutan, hewan, tanaman, bahkan mengeksploitasi wanita dan anak-anak. Senyatanya manusia semakin menderita, tetapi bila dilihat dalam skala yg lebih besar : bumi kita sedang sekarat.Krisis ini memiliki banyak segi, berlapis-lapis (multilayered) dan memberikan ancaman dari berbagai macam penjuru. Kita cenderung melihat permasalahan yg muncul secara sepotong-sepotong tanpa dapat melihat bahwa ada sesuatu yang sangat fundamental sudah salah. Tidakkah anda merasakan bahwa jumlah permasalahan yg muncul meningkat melampaui kemampuan kita mengatasinya -- dari krisis ekonomi hingga krisis moral hingga krisis budaya hingga krisis jiwa? Tidakkah bisa melihat bahwa karena kita telah menghancurkan setiap ekosistem dalam planet ini sehingga virus dan bakteri merajalela, penyakit-penyakit baru bermunculan, kelahiran2 anak2 dengan kelainan. Kita bahkan telah meracuni sendiri sumber air kita, dengan sampah industri dan polutan2 kimiawi hasil limbah rumah tangga kita. Sampah-sampah plastik dan logam berat mencemari tanah kita. Jakarta kota gemerlap yg berdiri diatas sampah, tempat orang-orang kehilangan kewarasannya. Sekalipun demikian, kita tidak merasa bahwa proses itu sedang berlangsung. Kita belum menuai buahnya, atau baru sebagian kecil saja. Sadarilah bahwa kita bagaikan seseorang yang sedang membakar rumahnya sendiri tetapi tidak sadar akan kebakaran itu karena apinya belum sampai ke ruangan dimana ia duduk. Permasalahan ini tidak dapat hanya diselesaikan dengan praxis ekonomi maupun politis. Kita tidak dapat menghentikan kehancuran ini hanya dengan menata ulang penggunaan sumber daya alam, sekalipun itu diperintahkan oleh sebuah pemerintahan. Kita sedang ditengah-tengah krisis evolusioner dimana nasib spesies kita -manusia- sedang berada di ujung tanduk. Kita telah gagal beradaptasi dengan alam. Sebaliknya kita memaksa alam utk beradaptasi dengan kita seolah-olah kitalah satu-satunya spesies yang hidup di muka bumi ini. Tanpa disadari, evolusi manusia sampai sejauh ini adalah dengan cara menentang alam, bukan dengan yg seharusnya : bersama alam. Kita telah memaksa alam utk menopang keinginan-keinginan kita hidup secara artifisial dan segala hal remeh-temeh yang hanya memuaskan gengsi dan kesombongan kita sebagai spesies --yg konon-- terunggul. Krisis evolusioner ini senyatanya bukanlah saja kegagalan utk beradaptasi dengan alam, tetapi lebih mendasar lagi adalah : krisis dalam kesadaran (crisis in consciousness) ! Sebuah daya dorong yg diciptakan oleh fatamorgana bahwa alam ini diciptakan semata-mata utk di"makan" oleh spesies yang satu-satunya paling mulia.Senyatanya, consciousness dimana kita telah kembangkan saat ini telah gagal utk memenuhi kebutuhan spesies kita agar dapat langgeng dalam jangka panjang. Tidak mencukupi utk memberi peran nyata dan efektif utk menjaga planet kita ini. Tidak mencukupi utk meng-handle kompleksitas teknologi beserta berbagai macam efek samping sosialnya. Kita telah gagal memahami hukum alam yang saling bersinambungan dalam tatatan organik. Kita telah mengikuti bukan path of compassion tetapi path of consumption, yang artinya menghancurkan bumi kita ini dalam api kerakusan, keinginan yang tak pernah terpuaskan utk selalu lebih dan lebih. Spesies kita masih berkhayal utk mencapai perkembangan tak terbatas dalam bumi sempit yg terbatas ini -- bumi yang seharusnya juga menjadi milik bagi spesies2 hewan dan tumbuhan lainnya.Bila krisis evolusioner ini dapat menumbuhkan kesadaran spiritual (spiritual awakening), maka hal itu akan dapat membantu manusia maju ke tahap evolusioner yg berikutnya. Mengharmoniskan kemajuan teknologi dengan kehidupan alamiah yang diterangi oleh cahaya dan kebijaksanaan dari jiwa yg murni. Tetapi tanpa kebangkitan kesadaran baru yg lebih tinggi ini (higher awakening) maka bisa dipastikan bahwa akan timbul bencana yang sangat mengerikan bagi spesies manusia di masa depan. Kita tidak dapat mengingkari lagi kebenaran universal seperti yg dibawakan oleh padri2 Hindu, Buddhist, Kejawen, Kaharingan,Taoisme--agama-agama bumi-- yg disebut Dharma. Dharma adalah suatu fondasi etikal terhadap semua kehidupan di atas muka bumi ini -- ketergantungan satu dengan yang lainnya dalam jaring-jarin sinambung antara satu spesies mahluk dengan mahluk yang lainnya-- dalam sebuah alam semesta yang memiliki kesadaran (conscious universe). Dengan tidak berjalan sesuai Dharma maka kita membuat langkah-langkah yang tidak harmonis dengan alam --fisik maupun mental psikologis-- dengan alam yg hidup itu. Alam sendiri telah memberikan ruang tempat dan ruang waktu yang sedemikian besar bagi spesies manusia untuk belajar, utk berkembang dalam proses evolusinya dalam skema proses evolusi kesadaran semesta yang menyeluruh -- manusia hanya bagian kecilnya. Manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari bagian-bagian lainnya yg ada di permukaan bumi kita : dunia mineral, dunia satwa dan fauna, geologi dan atmosfir kita. Tanpa adanya keseimbangan dan keharmonisan di antara unsur-unsur tersebut maka muncullah ketidakseimbangan yang mengarah kepada kehancuran. Bumi ini adalah bagai sapi perahan, dimana kita perah susunya utk kita minum dengan sangat serakah. Tapi tidakkah berpikir bahwa utk mendapatkan supplai susu yang langgeng , kita harus merawat sapinya?Bumi dalam bahasa ini adalah "Gau" yang mana memiliki arti juga sebagai Sapi. Itulah mengapa orang Hindu mencoba mengajarkan agar orang menghormati dan memperlakukan sapi dengan baik : karena ia adalah sumber dari semua kebutuha diary-product manusia : susu, mentega, keju. Ternyata pengajaran sederhana yg terkesan tahayul tersebut memiliki makna yg lebih luas, yaitu utk merawat segala sesuatu yang meberikan kita kehidupan. Dan bumi dipercaya oleh orang Yunani sebagai sesuatu yang memiliki kehidupan sendiri. Daya hidup itu disebut Gaia. Gau, Gaia, sebuah kemiripan yang tidak boleh kita abaikan begitu saja. Bila manusia masih dalam kesadaran bhw hanya spesiesnyalah yg paling patut hidup dimuka bumi ini tanpa menghargai hak hidup dan kenyamanan spesies mahluk lain dan alam fisik, maka kehancuran di depan mata. Utk kelanggengan masa depan manusia, kita dituntut utk meningkatkan taraf kesadaran (higher awareness), khususnya kesadaran spiritual bahwa manusia bukanlah bagian yg terpisah dari alam. Bahwa alam memiliki kehidupannya sendiri dan manusia hanyalah sebagian dari bagian itu. Sekarang marilah kita pertanyakan ulang : sudah sejauh manakah manusia belajar hidup menjadi bagian yang menyatu dengan segala sesuatunya yang ada di atas permukaan bumi kita ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun