Dimulai dari pertongkrongan minggu malam di sebuah kedai kopi bersama teman-temen SMA saya, setiap pertongkrongan dimulai saya dan teman saya memang selalu ngobrol ngalor ngidul, kadang ngomongin temen, kadang ngomongin mantan, kadang juga ngomongin mantan yang sekarang jadi temen, hehe, oke lanjut...Â
Jadi ditengah-tengah obrolan yang gak terarah, ada salah satu temen saya (Iqbal) melempar topik pembahasan yang cukup membuat saya dan teman-teman yang lain kaget. (Iqbal) melempar topik "Gimana pendapat kita mengenai pindahnya Ibukota ke Kaltim?" Â
Teman-teman saya kaget karna gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba (Iqbal) melempar topik tersebut, saya kaget karna "Ko dia bisa mikir itu?" hahaha setau saya dia orang yang tidak terlalu peduli dengan hal yang terjadi saat ini.Â
Akhirnya tanpa ada data yang mumpuni kami pun menjawab pertanyaan tersebut dengan wawasan yang rendah dan nekat yang tinggi: ada sebagian teman saya yang tidak setuju terhadap perpindahan Ibu kota ke Kaltim, ada sebagian yang setuju termasuk saya.Â
Mendengar sikap saya setuju, teman-teman saya saling menatap dan terlihat kebingungan, setidaknya saya sudah membuktikan bahwa saya yang mempunyai nekad yang tinggi hehe
Argumentasi demi argumentasi mulai bertebaran menghiasi pertongkrongan malam itu. Satu sama lain saling serang dan merasa paling  benar terhadap opini yang mereka punya.
Salah satu alasan pindahnya Ibu Kota adalah karena di Jakarta polusi udara sudah semakin memburuk, teman satu berpendapat polusi bisa dicegah dengan uji emisi kendaraan yang sudah tidak layak beroprasi untuk dimusnahkan.
Polusi udara dari kendaraan juga bisa disiasati dengan adanya mobil listrik yang akan launching nanti, teman lain menyanggah argumentasi tersebut dengan argumen tidak bisa disiasati dengan hal tersebut, karena sebagian kendaraan atau transportasi yang sudah tua dimusnahkan sejak dulu seperti oplet, bemo, dll.Â
Ditambah angka pengguna kendaraan pribadi setiap harinya di Jakarta semakin meningkat, jadi solusi yang ditawarkan tidak bisa aplikasikan.
Sementara itu saya melihat sebuah kejanggalan terhadap tongkrongan ini.
Saya berpikir sebetulnya Pemerintahlah yang harusnya saling serang argumentasi seperti saya dan teman-teman saya untuk memikirkan solusi yang akan dilakukan, karena percuma juga ketika kita debat dan diskusi panjang lebar jika memang keputusan tersebut akhirnya pemerintah yang memutuskan.
Saya jadi berpikir: ternyata selama ini saya dan teman-teman saya secara secara tidak langsung mengambil alih jobdesk pemerintah, ngapain juga orang gak dibayar hahaÂ
Tapi setidaknya ada hikmah di balik ini semua, akibat perpindahan Ibu Kota membuat kami para pengangguran menjadi ada pekerjaan, yaitu debat dan diskusi mencari solusi terhadap masalah yang ada di Indonesia tetapi tidak dibayar.Â
Yah gapapa., itung-itung gladiresik jadi anggota DPR heheheÂ
Semoga apapun rencana yang akan dilakukan oleh Presiden kita akan membawa dampak positif bagi kita semua. Salam Sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H