Negeri ini memiliki kekayaan alam yang sangat besar. Sayang, kekayaan yang besar itu bukannya dimaksimalkan untuk penerimaan negara dengan dikuasai dan dikelola langsung oleh negara, tetapi sebagian malah diserahkan kepada swasta bahkan asing.
Akibat salah pengelolaan, Indonesia yang kaya akan gas malah Indonesia masih impor gas. Dan keluar dari negara anggota eksportir migas (OPEC) . Karena Indonesia saat ini menganut sistem demokrasi kapitalis dan sistem ekonomi neoliberal.Â
Dalam pandangan sistem demokrasi dan ekonomi neoliberal kapitalis, sumber daya alam yang jumlahnya melimpah harus segera dikelola agar dapat dimanfaatkan secara ekonomi.Â
Tapi menjadi persoalan adalah dikelola dan dimanfaatkannya oleh perusahaan asing yang menginvestasikannya di sektor migas dan diizinkan mengekspornya atas nama pengelolaan pihak swasta.
Pemahaman ekonomi neoliberal kapitalis ini memiliki kebebasan hukum rimba "siapa yang memiliki modal maka bisa menguasainya" dan lepasnya campur-tangan pemerintah dalam hal kepemilikan SDA. Dalam rangka produksi barang dan jasa sebesar-besarnya, investor asing diberi kebebasan seluas-luasnya.Â
Ekonomi neoliberal kapitalis tidak mengatur tentang kepemilikan spesifik. Mana kepemilikan induvidu dan kepemilikan umum yg harus dikelola oleh negara secara utuh. Malah siapapun boleh memiliki apapun selama mereka mampu untuk membeli dan menguasainya.
Kebijakan ekonomi neoliberal kapitalis  ini akan menimbulkan masalah jika yang dimiliki oleh orang-orang tertentu adalah komoditas yang menjadi kebutuhan penting masyarakat luas seperti gas. Di Indonesia, barang tambang migas dikuasai swasta bahkan pihak asing, akibatnya rakyat harus membayar mahal untuk BBM, gas, dan listrik.Â
Dan akhirnya berefek pada mahalnya barang-barang alat pemenuhan kebutuhan hidup lainya, karena produksi barang tersebut membutuhkan energi dan bbm dalam ongkos produksi, distribusi transportasinya.
Di negara penganut demokrasi berekonomi neoliberal kapitalis seperti Indonesia. Negara berperan hanya sebagai pengatur (regulator). Negara diarahkan untuk semakin mengurangi intervensinya terhadap aktivitas perekonomian di masyarakat.Â
Subsidi BBM, gas dan listrik, setiap tahunnya semakin berkurang, masyarakat diarahkan untuk membayar sesuai dengan harga jual di pasar internasional.Â
Lemahnya peran negara ini semakin terlihat di saat kebutuhan gas dalam negeri meningkat tapi negara tidak bisa menghentikan ekspor gas karena sudah terikat kontrak jangka panjang dengan perusahaan asing sebagai pemilik dan pengelola migas meskipun harga ekspor tersebut sudah jauh lebih rendah dari  harga pasar internasional.