Kisah gadis tomboi yang berliku dalam menemukan jodohnya. Ikuti kisah Juleha by Danu. Dilarang copas, ygy.
Satu minggu berlalu, tidak ada kabar lagi dari Anusapati. Juleha merasa tenang karena emaknya baik-baik saja. Setiap kali telepon, emak akan sibuk menceritakan perasaannya kepada bapak. Meskipun bilang kesabarannya habis, Juleha tahu bahwa emak masih sangat mencintai bapak.
"Apa bapakmu tidak pernah cerita alasannya pulang ke rumah Yu Linik?" tanya emak dengan nada berapi-api.
"Tidak, Mak. Pas emak ke pasar, bapak tiba-tiba minta diantar ke sana."
"Masa?"
"Sumpah, deh, Mak. Aku nggak ngapusi."
"Awas aja kalau ketahuan konspirasi sama dia. Emak kutuk jadi ...,"
"Omongan adalah doa." Juleha menjeda obrolan jarak jauhnya. "Tidak baik seorang ibu mengutuk anaknya yang salihah, Mak."
"Mak--sud emak ... pang--ping--pung jadi anak beruntung, Ha."
Emak dan anak larut dalam canda meskipun hanya melalui sambungan telepon. Sebenarnya, emak selalu membujuk Juleha agar pulang kampung. Akan tetapi, Juleha tidak mau karena dia tahu emaknya hanya beralasan kesepian. Ada maksud terselubung di balik permintaan emaknya agar dia pulang. Emak pasti ingin dia segera menikah sebab teman sebayanya banyak yang sudah laku.
Juleha tidak ingin menikah dengan kondisi umur terlalu muda. Baginya, mencari pengalaman hidup di luar zona aman lebih utama daripada buru-buru menikah. Apalagi, dia termasuk gadis yang tidak sepakat dengan perjodohan paksa. Dia ingin mendapatkan jodoh secara alamiah, sesuai takdir yang digariskan oleh Gusti Allah. Selain itu, dia tidak ingin melangkahi Wika meskipun hubungan dengan sang kakak hanyalah sebatas saudara tiri.
Emak Linik dan emaknya memang bermusuhan, tetapi dua emak tersebut justru saling menyayangi anak madunya. Baik dia maupun Wika tidak pernah menjadi pelampiasan kemarahan para istri bapak yang terus berseteru.
Suatu waktu, Juleha pernah memergoki Wika tidur di pangkuan emaknya. Keakraban mereka memang bukan rahasia lagi, semua tetangga juga tahu. Anehnya, Juleha juga tidak merasa cemburu sebab dia pun sering bermanja ria dengan Mak Linik.
"Maafin emak ya, Bik. Udah wataknya ngomong kasar gitu," kata Wika sambil memegang tangan emak.
"Santai aja, Wik. Bibik nggak ambil ati ... kamu yang rukun sama Juleha. Bagaimanapun kalian saudara."
Acara menguping pembicaraan harus ketahuan sebab ada kecoak hinggap di pundaknya. Sayangnya, baik emak maupun Wika tidak mau menolong. Mereka justru kompak mengolok-oloknya hingga dia makin histeris.
"Itu akibatnya kalau suka ngintip," ledek Wika.
"Heleh, kayak Mbak Wika nggak pernah nguping obrolanku sama Mak Linik."
"Bik ... Leha fitnah, tuh."
"Ngadu ... wekkkkk."
Senyum mengembang di bibir Juleha saat mengingat kekonyolan mereka di rumah. Biasanya, emak selalu membela Wika dan adegan akan berakhir jika dia sudah ngambek.
Pada kesempatan yang lain, Juleha pun mencurahkan perasaannya kepada Mak Linik.
"Aku bosan dibujuk nikah mulu sama emak. Dia nggak pernah ngerti perasaanku, Mak."
"Dia cuma khawatir kamu kebablasen nggak mau nikah. Ngomonglah baik-baik kalau kamu belum siap. Nggak usah diladenin juga pas dia merepet, Ha."
Nah, meski sering berantem saat bertemu muka, dua emak tetap memberi petuah yang baik untuk anak-anak. Maka dari itu, Juleha saat menyayangi mereka. Dua ibu yang sudah berperan besar hingga dia sampai pada tahap seperti ini, tumbuh bahagia tanpa peduli banyaknya hujatan yang pernah diterima di masa lalu.
***Bersambung***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI