Jakarta-kota yang identik dengan kemacetan akut-sehingga berbagai kebijakan kerap diterapkan di kota ini. Bahkan sangsi yang sebelum-sebelumnya melesap begitu saja begitu muncul kebijakan baru.
Mengadopsi sistem dari beberapa negara lain, ERP perlu kesiapan dari berbagai aspek jika harus diterapkan di negara kita khususnya Jakarta.
Sistem ganjil genap yang diyakini mampu untuk mengurai kemacetan saja nyatanya masih bocor di mana-mana.
ERP di tengah ekonomi yang belum stabil justru akan menimbulkan masalah yang lebih pelik. Benarkah fisik Jakarta siap dengan sistem ini?Â
Yang pertama adalah ketersediaan armada angkutan umum yang mampu memfasilitasi penumpang yang kemungkinan akan overload. Hal ini perlu dipertimbangkan dengan matang untuk berjaga-jaga jika para pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum.
Yang kedua adalah kesiapan pelayanan yang harus bisa meminimalisasi penumpukan kendaraan di gerbang ERP.Â
Yang ketiga adalah korelasi pemberlakuan ERP dengan kenaikan tarif KRL. Apakah dengan penerapan ERP, masyarakat masih terbebani dengan tarif fasilitas publik lainnya? Kondisi ini jelas memerlukan pengkajian yang lebih dalam.
Yang keempat dan tidak kalah penting adalah efisiensi waktu. Angkutan umum dituntut dapat on time dalam mengantarkan penumpang terutama pada jam sibuk atau jam masuk kerja. Apakah ada jaminan jika sebagian besar masyarakat beralih ke fasilitas publik maka waktu kedatangan mereka di tempat kerja dapat tepat waktu? Situasi ini tentu tidak dapat disimulasikan sebulan atau dua bulan.Â
Yang kelima adalah bisa terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor roda dua untuk memanipulasi jarak dan waktu pada jam sibuk. Bagaimanapun sepeda motor lebih praktis digunakan apalagi yang telah hafal gang-gang sempit atau jalan tikus. Jika benar ini terjadi maka yang ada masalah baru akan muncul yaitu penumpukan sepeda motor di jalur-jalur padat.
Pemerintah harus mempertimbangkan bahwa saat ini di Jakarta juga tersedia tol yang tarifnya mengalami kenaikan secara berkala. Jika harus ditambah masalah ERP, kenaikan tarif KRL, kenaikan tarif Grab atau Ojol, tuntutan UMR buruh, kenaikan tarif Listrik dan BBM maka kompleksitas masalah di berbagai aspek justru akan semakin rumit.
Kemacetan adalah dilema paling memusingkan. Sudah berapa kebijakan yang terbit dan diterapkan atas nama kemacetan dan berujung pada ketidakjelasan. Dan keseluruhan pasti menuai pro dan kontra.
Menghilangkan kemacetan di pusat produksi masih sangat mustahil. Ketegasan sangsi sangat diperlukan jika pemerintah benar-benar menginginkan kemacetan sedikit terurai. Hukum yang adil dan bijaksana akan mendukung keberhasilan kebijakan di berbagai aspek.
Semoga wacana penerapan ERP dapat dipertimbangkan secara sungguh-sungguh oleh pemerintah karena penerapan yang setengah matang hanya akan menambah "kemacetan" pada roda kehidupan yang lain. Terima kasih.
Kebumen, 11 Januari 2023
Penulis
Danu Supriyati, S.Si
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI