Media Online Tanpa Honor Sebagai Ajang Uji Nyali Penulis Pemula
Sebagai penulis pemula, menginginkan honor yang tinggi itu sah-sah saja. Rasa percaya diri bahwa artikel yang dibuat pasti lolos dari kurasi juga bagus.Â
Setidaknya ada dorongan spirit dari diri sendiri untuk terus mempublikasikan hasil tulisannya. Tapi terlalu percaya diri hingga menutup akses kritik dan saran dari pembaca itu yang harus dihindari.Â
Apalagi sebagai penulis pemula yang tentunya masih membutuhkan pengalaman dan jam terbang agar karyanya  bisa (sekadar) dinikmati pembacanya.
Apakah penulis pemula tidak boleh mengirim artikel ke media massa berhonor?
Tentu saja boleh dong, Guys. Bahkan silakan kirim sebanyak-banyaknya karya. Tentang waktu kurasi, lolos dan tidaknya biarlah menjadi bagian tugas editor.Â
Menulis untuk publik ibaratnya kita jualan. Kita bermain spekulasi tentang layak dan tidaknya barang dagangan yang dijajakan. Jika semua bagus dan pantas dikonsumsi maka dagangan akan laris manis. Permintaan akan semakin meningkat karena mutu yang disajikan sempurna.Â
Begitu juga dengan menulis. Artikel yang bagus akan menarik minat pembaca bahkan saking epiknya bisa menjadi candu. Artinya kesempatan kita untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah semakin luas.
Sambil menunggu antrean artikel di media massa, bolehlah kita sebagai penulis pemula mencoba untuk uji nyali ke media online tanpa honor. Media online menyediakan ruang sebagai ajang ekspresi penulis.Â
Penulis yang sudah tersohor maupun kategori penulis baru lahir (read : penulis pemula) bersaing secara affair. Apalagi media online yang memberlakukan waktu kurasi sebagai tolak ukur kelayakan artikel.Â
Bagi yang artikelnya tayang perdana, pasti rasanya akan nano-nano. Kepuasan batin akan mengalahkan penasaran bahkan nominal honor yang masih dalam bayangan.Â
Media online juga bisa dijadikan tempat latihan untuk mempublikasikan karya. Semakin rajin berlatih, kita akan semakin menemukan karakter. Ciri khas kepenulisan akan membungkus brand nama kita kelak.