"Wis mbledos!, aku dengar dari penyiar radio Dafa FM. Meletus baru saja."
Ya Allah, lokasi saya lebih dekat ke Gunung, di pengungsian. Tapi, tidak sadar dengan apa yang terjadi, karena konsentrasi depan laptop. Saya keluar dari ruangan.
"Haa...!!" Kilat menyambar berulangkali dari timur. Letupan itu terlihat. Begitu juga kepulan hitam membumbung di tengah langit yang gelap.
Wah.. Betul. Meletus!! Status Kelud Meningkat menjadi awas pukul 21.15 dan meletus pukul 22.46. Gila, dalam waktu kurang dua jam harus mengungsikan 168 ribu jiwa di 3 kabupaten, Blitar, Kediri dan Malang.
Saya langsung beri tahu beberapa rekan saya yang berada di ruangan dan sedang asyik mengetik serta mengirim gambar. Mereka langsung semburat mengambil gambar.
Saya naik ke atap balai desa Tawang. Ya, terlihat jelas, saya ambil gambar letusan. Beberapa rekan naik motor dan mendekat ke arah letusan.
Saya ingatkan mereka untuk berhati-hati. "Tak ada berita seharga nyawa," itu semboyan para jurnalis yang masih waras.
Saya berulangkali telpon Yuli. Tapi, telpon saya tak diangkat... Wah, bagaimana kondisi Yuli dan keluarganya??
[caption id="attachment_368756" align="alignnone" width="384" caption="foto : Komunitas DRAF"]
Penuh kepanikan, saya melanjutkan capture dan memotong video yang tak perlu. Memulai streaming. Setengah jam berselang, hujan pasir dan batu kerikil terdengar di atap balai desa.
Beberapa rekan jurnalis yang bekerja dengan laptopnya mulai terlihat tidak tenang. "Rek, ayo geser mengisor maneh. Sini nggak aman," seorang rekan langsung keluar.