Mohon tunggu...
Afi
Afi Mohon Tunggu... Wiraswasta - pembelajar

email: danusukendro@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berakhirnya 'Jihad' dan Keangkuhan Samad

20 Februari 2015   20:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:49 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_369812" align="alignnone" width="620" caption="sumber : tempo.co"][/caption]

ABRAHAM Samad sempat digadang-gadang menjadi calon wakil presiden Joko widodo. Nama Ketua KPK ini juga disebut sebagai calon Jaksa Agung. Namun, semua itu hanyalah PHP alias harapan palsu.

Bagaimana reaksi Samad?
"Saya lebih memilih jadi Ketua KPK karena bisa menangkap presiden dan wakil presiden. Kalau jaksa agung sulit." ungkap Samad, 12 Juli 2014.

http://news.metrotvnews.com/read/2014/07/12/264634/abraham-samad-tangkap-presiden-lebih-mudah-bila-jadi-ketua-kpk

Saat namanya digadang menjadi menteri, Samad mengulang statemen itu.

"Biarkanlah Abraham itu menjadi Ketua KPK supaya bisa menangkap menteri dan presiden. Kalau Abraham jadi menteri nanti siapa yang menangkap menteri dan presiden?" kata di Auditorium UNS, Solo, Kamis (14/8/2014).

http://indonesia-baru.liputan6.com/read/2091028/abraham-samad-kalau-jadi-menteri-siapa-yang-tangkap-presiden

Begitulah Samad. Jiwa Samad berakar dari antikorupsi. Datang sebagai pegiat antikorupsi lokal di Makasar, Samad langsung menduduki tampuk tertinggi di KPK. Sebuah jenjang yang mungkin saja, melebihi ekspektasi-nya.

Namun, Samad sudah masuk dalam sistem yang sudah tertata rapi. Dia hanya perlu meneriakkan lebih lantang, meneriakkan semangat 'jihad' anti korupsi itu sendiri. Tidak takut apapun, meski taruhannya adalah nyawanya sendiri. Dia bahkan menyatakan, siap di-Antasari-kan.

Semangat inilah yang dibutuhkan untuk memberantas korupsi di negeri yang sudah teramat parah ini. Jihad inilah mentari harapan bagi rakyat. Semangat yang harus ditularkan hingga ke pelosok negeri. Semangat yang akan membuat staf hingga pejabat negara berpikir ulang untuk berbuat korupsi.

Dana untuk rakyat, pembangunan infrastruktur, semuanya total disalurkan. Pejabat takut ditangkap. Suatu kali, ketakutan itu menjadi sebuah kesadaran. Kesadaran itu bahkan berlanjut ke level berikutnya; kebahagiaan. Bahwa, dia sudah dihindarkan dari perbuatan buruk, bahkan bisa bermanfaat secara utuh bagi khalayak. Bahwa, darahnya bersih dari makanan haram yang diperoleh dari uang korupsi. Hmmm..

Di bawah kepemimpinan Samad, KPK berhasil memenjarakan Irjen Joko Susilo, Kakorlantas Mabes Polri. Pertama kalinya, KPK menangkap perwira tinggi polisi aktif. Menyidik kasus Hambalang, menahan Menpora Andi Malarangeng, Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum hingga Jero wacik, menteri sekaligus petinggi Partai Demokrat.

Ya, KPK di bawah Samad mulai merangsek ke episentrum kekuasaan. Bahkan, dia tengah membidik kasus BLBI, dan melanjutkan kasus Bank Century yang konon merugikan negara puluhan hingga puluhan triliunan rupiah.

Sejatinya, Samad terlenakan oleh sikap SBY yang di depan publik menunjukkan respek dan penghormatan atas proses hukum di KPK. Bahkan, SBY berkali-kali menyelamatkan KPK, dengan mengintervensi kasus KPK vs Polri, dalam kasus kriminalisasi dua pimpinan KPK, Bibit - Chandra serta pengusutan kasus penyidik KPK Novel Baswedan.

Tak heran, jika di awal kepemimpinan Jokowi, Samad langsung menebarkan sesumbar dengan kalimat 'menangkap presiden dan Wakil presiden'. Kontradiktif dengan kondisi  di awal Januari, ketika polisi mencecar KPK dari berbagai arah.

Samad terancam ditahan, karena kasus pemalsuan dokumen yang kasusnya diusut di Polda. Sebelumnya, wakil ketua KPK Bambang Widjajanto ditangkap karena merekayasa kesaksian palsu dalam persidangan di MK. Semua itu jelas kesalahan yang dicari-cari dan terang benderang upaya membungkam KPK.

KPK bahkan sempat 'merengek' kriminalisasi KPK itu hanya bisa selesai jika Presiden Joko Widodo turun tangan. Ibaratnya, mereka hendak tenggelam sungai, lalu tangannya muncul di atas permukaan air, sembari berteriak " tolong.. tolong..!"

Namun, dari itu semua, bisa ditarik sebuah pelajaran besar. Siapapun, pimpinan KPK dengan kekuasaanya, tak perlu mulut besar untuk berkoar-koar. Diamnya saja sudah mengerikan. Dia hanya perlu cermat mendengarkan suara, menyimak dengan mata tajam, bergerak, memegang bukti, menangkap, menahan. Selesai. Dengan hening.

Masihkah Samad yang sudah non aktif berteriak akan 'menangkap presiden dan Wakil presiden', jika mereka korupsi?? Sedangkan, presiden hanya cukup berbisik lirih pada Kapolri. "Tahan dia.." (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun