PONDOK GEDE, JAKARTA TIMUR -Â Dahulu, berburu mobil retro atau klasik dengan kondisi baik layaknya mobil baru bukanlah perkara yang mudah. Bagian pasar yang terbilang sempit dan tidak adanya patokan harga yang pasti seperti mobil bekas pada umumnya membuat banyak pedagang mobil bekas enggan menjajakannya.
Peningkatan minat terhadap mobil antik di kalangan penghobi otomotif terus menunjukkan tren yang positif. Mobil antik tidak hanya dianggap sebagai kendaraan, tetapi juga sebagai karya seni yang memiliki nilai sejarah. Banyak kolektor dan penggemar otomotif yang tertarik untuk membeli dan merestorasi mobil antik, karena mereka melihatnya sebagai investasi jangka panjang yang potensial.
Sama hal nya yang dilakukan oleh pemilik utama showroom Antik 19 ini, yang merupakan pensiunan Jenderal TNI Angkatan Udara. Pada awalnya senang membeli dan merestorasi mobil antik dari berbagai merek dan tahun produksi. Seiring berjalannya waktu, mobil-mobil tersebut dipajang dan siap untuk dijual di showroom Antik 19 dan menjadi salah satu bisnis keluarga yang dimulai sejak tahun 2015 sampai sekarang. Menurut Yuko, yang merupakan anak dari pemilik utama showroom mengatakan bahwa mobil klasik yang dapat ditemui di tempat nya mayoritas mobil buatan dari Eropa dan Jepang.
Yuko juga mengatakan bahwa showroom ini banyak mengalami kerugian dikarenakan banyak pegawai showroom tersebut yang tidak jujur. "Pegawai disini banyak yang suka nyolong mas, dari mulai accu mobil sama part-part ori mobil yang susah dicari, semuanya ilang. Padahal udah dikasih kepercayaan penuh tapi pada ngecewain semua, mau gak mau akhirnya pada kita pecatin satu per satu," tambahnya.
Yuko mengakui bahwa ada kesalahan dalam mengelola keuangan di showroom nya ini, hal ini dikarenakan banyak kebutuhan mendesak sehingga uang hasil penjualan mobil dari showroom nya digunakan untuk kebutuhan tersebut. "Setelah papah meninggal, keuangan jadi rada menurun mas. Kita harus bayar listrik rumah, buat makan sehari-hari, sedangkan penghasilan cuma dari showroom ini aja."
Penulis: Danu Novrianto, mahasiswa program studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.