Menggabungkan adab dan ilmu dalam retorika dakwah menghasilkan dua hal. Pertama, menghilangkan komodifikasi dakwah, yaitu menjadikan dakwah sebagai barang dagangan. Selama ini, komodifikasi dakwah sering kali disamarkan sebagai profesionalisme dan manajemen. Dai yang berilmu dan beradab menolak hal ini.
Dai dan mitra dakwah dilarang keras menjadikan dakwah sebagai bisnis. Namun, mereka boleh berdakwah tentang bisnis, karena Nabi, para sahabat, dan ulama banyak yang berprofesi sebagai pedagang. Dai harus menghidupkan dakwah, bukan menggantungkan hidup dari dakwah.
Kedua, menggabungkan adab dan ilmu dalam retorika dakwah akan membuat dai menjadi profesional dalam arti yang sebenarnya. Profesional di sini bukan berarti terkenal, punya manajer, atau harus dibayar, tapi memiliki adab dan ilmu dalam berdakwah dan berbicara.
Profesional juga bukan berarti seorang dai tidak boleh punya pekerjaan lain. Dai boleh bekerja di bidang apa saja tanpa mengabaikan profesionalismenya. Seorang dai profesional dalam konteks ini adalah yang sepenuh hati memahami dan mengamalkan apa yang dikatakannya berdasarkan adab dan ilmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H