Berbicara tentang kemiskinan Presiden ke-7 Joko Widodo pada periode ke-2 masa jabatannya pernah menargetkan tingkat kemiskinan ekstrem bisa mencapai nol persen pada 2024. Saat itu pemerintah berupaya keras mengatasi kemiskinan ekstrem dengan beragam skema, salah satunya yaitu dengan program bansos.
Tapi apakah bansos efesien untuk mengurangi dan mengatasi problematika kemiskinan di Indonesia?
Ada satu anekdot satire untuk pemerintah yang selalu mengatakan bahwa kemiskinan di Indonesia sudah menurun. Iya benar kemiskinan di Indonesia sudah menurun yaitu menurun ke anak cucu, miris bukan kemiskinan di Indonesia merupakan kemiskinan keturunan, setiap anak diturunkan kemiskinan pada garis sosialnya.
Tingginya kemiskinan di Indonesia dapat kita lihat data badan statistik Indonesia (BPS) menunjukkan bahwa Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang. Pemusatan kemiskinan tertinggi terjadi di provinsi Papua,Papua Barat dan Nusa tenggara Timur, lalu untuk Penduduk miskin ekstrim tertinggi ada di provinsi Jawa Barat dengan jumlah 1,77 juta jiwa.
Pada dasarnya dalam mengatasi kasus kemiskinan yang ada di Indonesia ini, pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan kebijakan dengan dana yang cukup fantastis. Anggaran Kemiskinan Meningkat Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2022, pemerintah mengalokasikan dana Rp 431,5 triliun untuk anggaran perlindungan sosial.
Nilai tersebut sebesar 15,9% dari total belanja negara, turun 11,54% dari outlook 2021 yang ditargetkan sebesar Rp 487,8 triliun. Sebagian besar anggaran perlindungan sosial tahun ini dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat melalui belanja kementerian/lembaga (KL) dan non-KL.
Untuk anggaran melalui belanja K/L dimanfaatkan untuk pelaksanaan, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta keluarga penerima manfaat/KPM, Program Kartu Sembako untuk 18,8 juta KPM, Program Indonesia Pintar (PIP) untuk 20,1 juta siswa.
Ada pula Program KIP Kuliah untuk 713,8 ribu mahasiswa, serta Penerima Bantuan Iuran (PIB) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk 96,8 juta jiwa. Sementara anggaran perlindungan sosial melalui belanja non-K/L dipergunanakan pembiayaan seperti subsidi listrik untuk 37,9 juta jiwa, dan subsidi LPG tabung 3kg sebanyak 8 juta metrik ton.
Kemudian untuk Program Kartu Prakerja, penyaluran subsidi bunga KUR, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) serta bantuan langsung tunai (BLT) desa untuk 8 juta keluarga di pedesaan.
Kenapa dengan dana yang begitu tinggi dan alokasi yang sudah sistematis belum juga berhasil mengatasi kemiskinan, malah seolah-olah kemiskinan kian bertambah?, banyak faktor yang dapat mempengaruhi kenapa bansos tidak efesien mengatasi kemiskinan.
Banyak oknum-oknum nakal yang memanfaatkan bansos ini menjadi ajang mencari keuntungan, mulai dari memangkas anggaran hingga korupsi besar-besaran, sehingga bansos sering kali tidak sampai dan tidak tepat sasaran.