Mohon tunggu...
Danu AbianLatif
Danu AbianLatif Mohon Tunggu... Politisi - Pekerjaan sebagai kuli orang

Hidup sederhana tapi menjalaninya tidak sesederhana itu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Catatan Hitam MK

1 Desember 2023   13:04 Diperbarui: 1 Desember 2023   13:04 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada catatan hitam yang mengejutkan dari lembaga Mahkamah Kontitusi ditanah air, yaitu kasus dibalik pemecatan ketua mahkamah konstitusi Anwar Usman. Pemecatan Anwar Usman hasil tindakan tegas Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie karena Anwar Usman diduga sudah melanggar kode etik, tapi tindakan yang di ambil MKMK hanya pencopotan anwar sebagai ketua MK saja, bukan berhentikan secara tidak hormat dan dipecat sebagai hakim MK.

Penyebab Anwar usman dipecat dari jabatannya sebagai ketua MK karena Anwar terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketidak berpihakan dan Integritas. Anwar Usman terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1,2, dan 3. Lalu pro kontra piddato  yang disampaikan Anwar terkait capres dan cawapres.

Pasalnya Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinahkodai oleh Anwar Usman sebagai ketua telah mengabulkan gugatan sebagian dalam uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam putusan yang di ambil oleh mahkamah konstitusi menyebutkan calon presiden dan calon wakil presiden minimal usia 40 tahun atau pernah/sedang menjadi kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Pada saat itu ada 4 hakim MK menyampaikan dissenting opinion, tapi 5 hakim membuat keputusan mengabulkan yang tidak sesuai dengan prinsip kenegarawanan yg menjadi syarat sebagai Hakim Konstitusi. Pada Ahirnya disahkan peraturan Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bahwa calon presiden dan calon wakil presiden minimal usia 40 tahun atau pernah/sedang menjadi kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Pada Ahirnya putusan ini menyebabkan pro dan kontra dikalangan publik, pasalnya putusan yang dibuat secara mendadak seolah sebuah kebijakan titipan, untuk meloloskan putra mahkota dalam mendapatkan jalan pada pemilu 2024 ini, putusan MK yang dianggap tidak konsisten dan dinilai hanya memuat kepentingan saja, kita liat Gibran padahal umurnya belum sampai 40 tahun tapi pada putusan itu bisa lolos karena pernah menjadi kepala daerah.

Putusan yang diambil Mahkamah Konstitusi ini membuka potensi yang sebesar-besarnya bagi para aktor KKN Korupsi Kolusi dan yang paling penting Nepotisme, jelas hal ini menabrak prinsip dari reformasi yang menolak keras tindakan dan prilaku yang mengarah ke KKN. Sehingga kebijakan ini akan menjadi polemik ditengah-tengah masyarakat yang khawatir KKN akan lahir kembali.

Dengan adanya kebijakan yang dibuat MK secara tiba-tiba dan terindikasi ada perintah dan intervensi elit politik, Mahkamah Kontitusi hari ini kehilangan kepercayaan publik, bisa kita liat banyak kata satire dan anekdot yang bermunculan dimedia sosial MK adalah singkatan dari mahkamah keluarga, tentunya hari ini MK sudah kehilangan marwah lembaganya dan itu akan menjadi catatan hitam bagi lembaga Mahkamah Kontitusi itu sendiri.

Mahkamah Konstitusi hari ini seolah menjadi alat untuk membuka jalan menuju politik dinasti, Menggunakan MK sebagai alat untuk memperpanjang dinasti politik mengancam prinsip demokratis yang mendasari kerangka hukum negara. Lalu pemecatan Anwar Usman sebagai ketua mahkamah konstitusi merupakan harga yang mahal untuk sebuah putusan yang diambil.

Pada dasarnya Mahkamah Kontitusi harus berjalan independen tegak lurus bersama rakyat, mengakomodasi dan memfasilitasi kepentingan-kepentingan rakyat, tapi hari ini mahkamah konstitusi malah diperalat elit politik untuk memuluskan jalan politik pihak tertentu, yang berpotensi membuka ruang jalan menuju dinasti politik, diyakini untuk memuluskan jalan politik pihak ternyata dalam upaya tetap menjadi penguasa di Republik Indonesia.

Sangat disayangkan lembaga Mahkamah Kontitusi sudah kehilangan kepercayaan publik, karena sebuah kebijakan yang terindikasi condong kesatu pihak, jangan sampai kemuakan dan kemurkaan masyarakat akan prilaku rezim rezim politik yang selalu mengakali sistem demi keuntungan pribadi dan kelompoknya, akan menimbulkan tragedi 98 jilid 2,lalu membuat reformasi kembali.

"apabila kesalahan selalu dibenarkan makan lahirlah kebenaran -kebenaran yang salah"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun