Mohon tunggu...
Danu Aditya
Danu Aditya Mohon Tunggu... -

Seorang manusia yang haus akan informasi yang bersifat netral....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keributan Partai, Deparpolisasi, Independen dan Sistem Politik

14 Maret 2016   11:59 Diperbarui: 14 Maret 2016   12:29 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengantar

Selama beberapa bulan ini, kita (Indonesia) disibukkan oleh wacana-wacana dalam hal politik yang menguras tenaga dan tidak memperlihatkan kemajuan. Masalah-masalah tersebut antara lain keributan internal partai Golkar dan PPP dan wacana "Deparpolisasi". Hal ini menunjukkan bahwa partai politik secara nyata merupakan bagian penting dalam sistem politik di Indonesia, walaupun kepercayaan terhadap partai politik termasuk rendah.

Sementara itu, DPR dan partai politik menempati posisi paling bawah dalam kategori kepercayaan terhadap lembaga negara. DPR memperoleh persentase sebanyak 58,4 persen, sementara parpol 52,9 persen. (Kompas. 2016. Survei: Tingkat Kepercayaan pada TNI Paling Tinggi, Parpol Terendah)

Berdasarkan hasil survei Political Communication Institute (Polcomm Institute) mayoritas publik tidak mempercayai partai politik (parpol). Publik yang tidak percaya parpol yaitu sebesar 58,2 persen. Kemudian yang menyatakan percaya 26,3 persen, dan menyatakan tidak tahu sebesar 15,5 persen. Tingkat kepercayaan publik ini dipengaruhi oleh krisis yang dialami sejumlah partai politik. (Kompas. 2014. Survei: Mayoritas Publik Tak Percaya Partai Politik)

Keributan Internal Partai? Dampak Sistem Politik

Ketergantungan Legislator terhadap Partai Politik

Keributan internal partai Golkar dan PPP, kalau mau sangat disederhanakan, berpusat pada perebutan identitas partai. Hal yang dimaksud adalah kubu siapa yang berhak menyandang nama partai. Dengan demikian, "nama" partai ini sangat penting bagi mereka karena sistem politik kita yang demikian. Mengapa demikian? Partai berhak memberhentikan anggota DPR yang berasal dari partai tersebut (UU No. 17/Thn. 2014 Pasal 239). Dengan demikian, posisi partai lebih kuat dibandingkan legislator yang ada.

Kuatnya posisi partai merupakan warisan dari sistem pemilihan legislatif yang sebelumnya. Sistem pemilihan legislatif di Indonesia pada awalnya menggunakan sistem proporsional tertutup. Pemilih pada sistem proporsional tertutup hanya bisa memilih partai untuk mewakili dirinya dalam sistem politik, sehingga wajar partai menentukan segalanya. Sistem ini digunakan oleh Indonesia sebelum pemilihan Legislatif 2004. Namun pergeseran dari sistem proporsional tertutup menuju sistem proporsional terbuka yang ditandai dengan kesempatan untuk memilih langsung calon legislator (dibandingkan partai) terjadi pada pemilihan legislatif selanjutnya sampai dengan yang terakhir pada tahun 2014. Lemahnya hubungan legislator-konstituen dan kuatnya posisi partai merupakan salah satu dampak negatif dari sistem proporsional (baik terbuka, maupun tertutup). (International Institute for Democracy and Electoral Assistance. 2005. Electoral System Design: the New International IDEA Handbook)

Penegasan Mandat Rakyat Pada Legislator

Mandat rakyat pada legislator perlu diperjelas dan diperkuat. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pemilihan antar-waktu (by-election) pada saat terjadi kekosongan legislator. Mekanisme yang selama ini dipergunakan adalah penggantian oleh calon anggota yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. Selain itu, karena pemilih memilih calon legislator (dan tidak lagi hanya sekedar partai), perpindahan legislator kepada partai lain (defection) atau kekosongan legislator tidak serta merta membuat partai politik awal mendapatkan kesempatan untuk mengisi dengan calon-nya yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daerah pemilihan yang sama.

Pecahnya Partai Politik? Biarkan Pecah Saja

Tindakan pemerintah untuk melegitimasi salah satu kubu dapat dilihat sebagai intervensi pemerintah dalam partai politik dan menghabiskan waktu. Pemerintah dapat menerapkan kebijakan untuk mengakui semua kubu. Hal ini tentu saja perlu merubah UU Partai Politik dengan menghilangkan larangan persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang atau tanda gambar partai lain. Pemerintah juga berpeluang untuk tidak mengakui semua kubu, namun hal ini akan menimbulkan masalah baru dengan sistem dalam legislatif yang masih memposisikan partai di atas legislator (lihat bagian sebelumnya). Perpecahan internal partai politik sudah seharusnya dibiarkan saja.

Deparpolisasi & Independen

Deparpolisasi yang akan dibahas dalam hal ini didasarkan pada persepsi pengamat politik Arie Sudjito dalam Kompas, yaitu:

"Deparpolisasi itu upaya pemandulan terhadap partai, contohnya dengan membatasi jumlah partai, tidak memberi ruang terhadap partai. Ada kondisi politik yang bisa menghancurkan partai dan menghilangkan peran partai, itu baru deparpolisasi." (Kompas. 2016. Apa Itu Deparpolisasi?)

Sistem politik tanpa partai politik sebenarnya bukan tidak ada di dunia ini. Sistem non-partisan (tanpa partai) umumnya dilakukan di negara-negara kecil atau pemerintahan daerah (Wikipedia: Non-partisan Democracy). Beberapa negara, seperti Inggris, memiliki anggota DPR (Member of Parliament, MP) yang tidak berasal dari partai (independen). Indonesia dalam hal ini, berdasarkan UU No. 8 Tahun 2012, belum mengizinkan calon independen dalam legislatif (kecuali DPD).

Sikap untuk membuka jalur independen tidak berarti sikap deparporlisasi. Partai politik tetap memegang perannya dalam sistem politik. Namun, pembukaan jalur independen baik dalam pengisian eksekutif maupun legislatif memberikan kesempatan pada sistem non-partai sehingga tidak terjadi monopoli partai politik dalam mandat rakyat yang tidak mewakili rakyat.

Penutup

Beberapa hal yang penting untuk ditulis kembali:

  1. Sistem politik yang ada sekarang memiliki dampak pada kehidupan politik di Indonesia.
  2. Sistem proporsional terbuka yang telah dianut perlu dipertegas keberadaan mandat rakyat pada legislator dan tidak semata-mata pada partai politik.
  3. Perpecahan partai politik dan keberdaan perpindahan afiliasi parpol (defection) sudah seharusnya dianggap wajar.
  4. Pemerintah haruslah bersikap netral dalam perpecahan partai politik.
  5. Keberadaan jalur independen pada pengisian eksekutif (dan legislatif) tidak seharusnya dipandang sebagai upaya deparpolisasi, melainkan dalam menyeimbangkan peran partai politik sehingga tidak terjadi monopoli mandat rakyat oleh partai politik.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun