Latar Belakang
Walaupun sebenarnya tulisan saya yang pertama tidak direncanakan dibuat serial, tetapi opini masyarakat yang berkembang mengugah hati saya untuk menulis kedua kalinya mengenai defensive medicine. Hal ini timbul karena adanya opini yang berkembang yaitu bahwa penerapan defensive medicine ini adalah semacam balas dendam dokter kepada masyarakat yang memperkarakannya. Oleh karena itu, tulisan ini dibuat untuk memperjelas alasan dokter sampai harus izin tidak beroperasi sementara.
Defensive Medicine: Bukan dokter tetapi Hakim Artidjo yang minta
Alasan saya dan mungkin para dokter lainnya akan memasang judul ini adalah memang dalam keputusan Dr. Artidjo Alkostar, SH.LL.M dkk. memang akan menyaratkan terjadinya defensive medicine. Hal ini juga ditulis oleh Erta Priadi dan Wahyu Triasmara (penulis sangat menyarankan untuk membaca kedua artikel tersebut). Keputusan hakim terkait yaitu 365 K/Pid/2012 dapat anda peroleh dari laman Direktori Keputusan Makamah Agung.
Oleh karena itu, saya akan memulai membahas keputusan kontroversial bagi kalangan dokter ini.
1. Inform-consent akan semakin ketat dan berbelit
2. Para Terdakwa sebelum melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap korban dilakukan, Para Terdakwa tanpa menyampaikan kepada pihak keluarga korban tentang kemungkinan yang dapat terjadi terhadap diri korban;
Halaman 24
Pada kutipan di atas, hakim telah memutuskan bahwa terdakwa lalai dalam menyampaikan risiko yang dapat terjadi pada korban. Hakim sendirilah yang memutuskan bahwa inform-consent harus dilakukan pada pihak keluarga walaupun dalam kondisi cito. Bukti bahwa adanya lembar inform-consent berupa persetujuan tindakan medis (dapat dilihat pada halaman 27) tidak cukup untuk membuktikan bahwa keluarga pasien telah diberitahu oleh dokter. Oleh karena itu, apabila putusan ini tidak berubah, setiap dokter dengan pasien berisiko tinggi tidak hanya akan memperketat inform-consent berupa hitam di atas putih, tetapi juga merekam dalam media audiovisual. Tentu saja hal ini menghabiskan waktu yang lama, sumberdaya yang sangat berharga bagi pasien cito.
Saya juga agak heran kepada hakim yang berani berkesimpulan bahwa keluarga tidak diberitahukan risiko yang dapat terjadi karena saya tidak menemukan alur pemikiran hakim pada putusan.
2. Penggunaan terhadap Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium) Meningkat
... diri korban dan Para Terdakwa sebagai dokter yang melaksanakan operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap diri korban tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan pemeriksaan penunjang lainnya ....Halaman 3
Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung, dengan demikian Para Terdakwa lalai untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu, Para Terdakwa telah melakukan penyimpangan kewajiban, ....Halaman 23
Pada kutipan di atas, hakim menyatakan secara tersirat bahwa dokter tidak melakukan yang pemeriksaan penunjang terkait dengan masalah jantung adalah suatu kelalaian... bahkan dalam kondisi cito sekalipun. Perlu kita ingat, dalam kondisi cito (gawat darurat), waktu pasien adalah sangat berharga. Saya tidak tahu lagi... bagaimana ibu yang sudah sakit ingin melahirkan harus dokter paksa untuk melakukan pemeriksaan penunjang jika ada indikasi/tanda-tanda demikian. Lagi pula, penulis tidak mengerti lagi apabila dokter mewajibkan adanya pemeriksaan penunjang bagi pasien kurang mampu dan dengan alat pemeriksaan penunjang yang tidak operatif/difungsikan.
Sayang sekali, hakim tidak menjelaskan tindakan yang mana yang menyebabkan masuknya udara, apakah pemasangan infus atau tindakan operasinya. Andaikatapun pemasangan infus yang tidak mungkin menyebabkan hal itu, bahkan 30 menit sebelum operasi sudah terdapat udara, lantas tindakan yang mana yang menyebabkan masuknya udara.
Bagaimana dengan dokternya?
Sebenarnya para dokter tidak mau menerapkan defensive medicine, karena:
- bertentangan dengan hati nurani, para dokter ingin hasil yang terbaik, dan hasil terbaik itu pada umumnya mengikuti semakin cepat semakin baik. selain itu, tidak sedikit inform-consent yang memerlukan waktu yang cukup lama akibat transpor orang yang berkompeten (keluarga). defensive medicine juga mengakibatkan biaya yang membengkak.
- produktivitas medis turun, karena biaya-biaya dibebankan untuk pemeriksaan penunjang dan seperti yang saya tulis, efisiensinya akan turun.
- rasa percaya kepada pasien, karena kasus ini memberikan kemungkinan bahwa dengan prosedur-pun dapat ditahan berdasarkan opini dari keluarga pasien/pasien/ahli hukum.
Dampak Negatif
Sudah jelas saya tulis pada tulisan saya yang pertama mengenai defensive medicine.
Solusi
Karena sudah jelas penyebab-nya adalah keputusan hakim itu, solusinya tidak lain dan tidak bukan keputusan hakim tersebut haruslah berubah. Apabila keputusan gagal berubah, defensive medicine pasti berjalan di kalangan dokter. Oleh karena itu, dukunglah para dokter agar keputusan hakim dapat berubah dan skenario-skenario saya yang buruk pada tulisan pertama saya tidak terjadi.