Mohon tunggu...
Danu Aditya
Danu Aditya Mohon Tunggu... -

Seorang manusia yang haus akan informasi yang bersifat netral....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ijazah dan SKHUN Asli Belum Ada? Tidak Boleh Ikut PPDB!

5 Juli 2013   05:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:59 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sekarang adalah jaman globalisasi, setiap orang dapat pergi dari satu daerah ke daerah yang lain. Tidak hanya antar daerah, sekarang, fenomena ini dapat terjadi antar negara. Sudah bukan zamannya lagi pola pikir yang terbatas pada batas-batas Kota/Kabupaten, Provinsi dan bahkan Negara sekalipun.

Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1)


Bukankah kutipan di atas adalah sesuatu yang mendasar di dalam praktik hukum di Indonesia? Bukankah Undang-Undang Dasar merupakan dasar hukum bagi semua peraturan yang berada di bawahnya? Terdapatnya hal tersebut di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia sebagai hak warga negara menunjukkan bahwa hal tersebut (seharusnya) dijamin oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Otonomi daerah (yang diatur dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004) menyatakan secara tersirat bahwa penyelengaraan pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota (pasal 14 ayat 1) dan provinsi (pasal 13 ayat 1). Dengan demikian, pemerintah darah pun (seharusnya) wajib memenuhi hak warga negara, baik yang berasal dari dalam wilayahnya maupun yang berasal dari luar wilayahnya, di dalam penyelengaraan pendidikan.

Dalam kenyataannya, penulis mengalami hal yang tidak menyenangkan tentang hal di atas. Pada tahun ini (2013), adik penulis, berasal dari sebuah SMP Negeri di Kota Denpasar (yang cukup terkenal), mendaftarkan diri untuk mengikuti penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA Negeri di Kota Yogyakarta. Hal ini dilakukan karena perpindahan orang tua penulis dari Kota Denpasar ke Kota Yogyakarta yang direncanakan pada bulan Juli atau Agustus 2013. Oleh karena itu, adik penulis mendaftarkan diri secara on-line pada website ini pada tanggal 18 Juni sampai dengan 3 Juli.  Dari pendaftaran tersebut, adik penulis mendapatkan bukti pendaftaran dan harus melakukan verifikasi di salah satu sekolah yang dipilih pada tanggal 1 - 3  Juli dengan membawa Ijazah dan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) asli beserta fotokopi yang telah disahkan oleh Kepala Sekolah.

Oleh karena itu, adik penulis meminta sekolah asalnya untuk menerbitkan ijazah dan SKHUN. Karena sampai tanggal 1 Juli kedua dokumen tersebut tidak dapat diterbitkan oleh sekolah asal, adik penulis membawa surat keterangan yang berisi keterangan sesuai yang tercantum pada kedua dokumen tersebut yang diberikan oleh Kepala Sekolah. Dengan berbekal dokumen pengganti tersebut, adik penulis melakukan verifikasi di salah satu sekolah yang dituju pada tanggal 1 Juli lalu.

Sesampainya di sekolah yang dituju, adik penulis dan ayah penulis mengalami penolakan dokumen akibat tidak disertakannya ijazah dan SKHUN asli. Oleh karena itu, petugas yang berada di sekolah tersebut menyarankan agar adik dan ayah penulis mendatangi Dinas Pendidikan (Kota Yogyakarta) untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Setelah sampai di Dinas Pendidikan, adik penulis tidaklah disambut dengan petugas yang siap sedia membantu dalam hal PPDB tersebut, akan tetapi justru disambut oleh pasukan Satpol PP, seperti protes penggusuran pemukiman liar. Hal ini membuat adik penulis dan peserta lainnya serta orang tua yang mendampingi mereka yang senasib dengan adik penulis menunggu di depan kantor dinas dan hal ini berlangsung sampai sore hari. Pada sore hari, hal tersebut berakhir disebabkan oleh adanya petugas polisi patroli yang membawa mereka ke kantor polisi setempat. Sementara itu, ibu penulis pergi ke sekolah asal dan kantor Dinas Pendidikan Kota Denpasar dan mendapatkan bahwa Ijazah dan SKHUN tidak dapat diterbitkan pada tanggal tersebut.

Sementara itu, hal tersebut juga dialami oleh adik teman penulis. Namun demikian, nasib adik dari teman penulis, menurut penulis lebih baik. Hal ini disebabkan karena Ijazah dan SKHUN-nya dapat dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan-nya. Menurut teman penulis, provinsi adiknya, yang merupakan provinsi di sebelah Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni Provinsi Jawa Tengah, juga belum menerbitkan Ijazah dan SKHUN karena alasan yang tidak penulis ketahui. Selain itu, banyak tempat, antara di Kalimantan (lihat ini), Banyuwangi (lihat ini) dan Riau (lihat ini) kedua dokumen tersebut belum diterbitkan. Bahkan menurut penulis lain, beberapa siswa di Yogyakarta sendiri memliki nasib yang serupa dengan nasib adik penulis, namun dengan akhir cerita yang lebih baik (lihat ini).

Pada tanggal 2 Juli, adik dan ayah penulis merencanakan mengikuti pertemuan dengan Pemerintah Kota yang akan dibantu oleh pihak kepolisian. Penulis tidak mengetahui hasil pertemuan tersebut. Akan tetapi penulis memperkirakan bahwa pertemuan tersebut tidak akan menghasilkan harapan terbaik penulis (yaitu adik penulis dapat mengikuti PPDB Kota Yogyakarta). Hal ini terbukti dengan kepulangan adik dan ayah saya ke Denpasar, setelah memberi tahu penulis bahwa adik penulis tetap tidak diizinkan mengikuti PPDB Kota Yogyakarta.

Sampai dengan tanggal 3 Juli, Ijazah dan SKHUN adik penulis tidak dapat diterbitkan oleh sekolah asal adik penulis. Dengan demikian, adik penulis tidak dapat menyelesaikan PPDB di Kota Yogyakarta. Pembaca yang budiman mungkin mengusulkan untuk mendaftar di kota asal penulis, yakni Denpasar, namun demikian, pembaca sekalian perlu mengetahui bahwa PPDB Kota Denpasar menggunakan sistem yang sama dengan PPDB Kota Yogyakarta. Hal ini mengakibatkan calon peserta didik tidak dapat mendaftar di dua lokasi sekaligus (Kota Yogyakarta dan Kota Denpasar). Selain itu, PPDB Kota Denpasar telah selesai dilaksanakan (pendaftaran 26-28 Juni dan verifikasi 26-29 Juni) sesuai yang tercantum pada laman berikut. Akhir cerita, adik penulis tidak dapat mendaftar PPDB di Kota Yogyakarta, maupun di Kota Denpasar.

"Masih ada waktu tiga hari, hingga hari Rabu 3 Juni mendatang, besok bapak ibu wali murid bisa mengurus SKHUN di daerah masing-masing dan Rabu kembali ke Jogja untuk mendaftarkan putra putrinya di SMA maupun SMK di Jogja," ujar Edy Heri, Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta (lihat ini).


Penulis sangat menyayangkan tindakan dan sikap baik Pemerintah Kota Yogyakarta. Penulis memahami bahwa pemerintah kota Yogyakarta berusaha untuk meminimalisir keberadaan bangku kosong (yakni peserta didik yang tidak melakukan daftar ulang, sehingga posisi tersebut menjadi tidak terisi) (lihat ini). Namun, bukan berarti hal tersebut layak dijadikan dasar untuk tindakan seperti ini. Siapa yang bertanggung jawab atas hal seperti ini, Pemerintah Kota Yogyakarta kah? Pemerintah Kota Denpasar kah? Tidak lain dan tidak bukan, hanya calon peserta didik lah yang dianggap bertanggung jawab.Dalam kasus adik penulis ini, hanya calon peserta didik yang dirugikan karena dipersalahkan (ditolak) atas sesuatu yang di luar pengaruh adik penulis. Penulis berharap hanya adik penulis saja (tidak ada orang lain) yang dirugikan akibat kebijakan pemerintah Kota Yogyakarta.

Pertama, penulis ingin mengatakan bahwa adalah tidak adil mempersalahkan orang atas sesuatu di luar pengaruhnya. Penerbitan dokumen tersebut memang dapat dipengaruhi oleh peserta didik, akan tetapi  pengaruhnya sangat kecil dibandingkan peran sekolah dan pemerintah. Mungkin bagi sebagian orang, pemerintah mungkin dapat disuruh untuk menerbitkan kedua dokumen tersebut, akan tetapi menyuruh pemerintah adalah hal yang hampir tidak mungkin.

Kedua, tidak diakuinya dokumen pengganti menunjukkan adanya ketidakpercayaan pemerintah (Kota Yogyakarta) terhadap calon peserta didik dan institusi yang membuat dokumen tersebut. Hal ini membuat banyak hal terjadi dengan tidak baik dan banyak pihak dirugikan. Jangankan ingin masyarakat percaya kepada pemerintah, sesama pemerintah sendiri belum percaya!

Ketiga, tanggal penerbitan Ijazah dan SKHUN yang berbeda-beda menunjukkan adalah lepas tangan dari Pemerintah Pusat. Seperti yang kita ketahui, kertas Ijazah dan SKHUN bukanlah sembarang kertas yang dapat diperoleh di toko alat tulis. Kertas dokumen tersebut merupakan kertas yang dicetak khusus oleh negara dan serupa dengan uang dengan nominal besar (dalam hal memiliki hologram). Selain itu kebijakan Ujian Nasional merupakan kebijakan Pemerintah Pusat. Dengan demikian, tanggal penerbitan Ijazah dan SKHUN yang tidak sama menunjukkan adanyanya campur tangan pemerintah pusat secara tidak langsung terhadap kejadian ini.

Keempat, calon peserta didik yang mendaftar lintas daerah memiliki beban yang berat. Pembaca yang budiman, pikirkan waktu yang dihabiskan untuk memenuhi persyaratan yang diminta dan pikirkan pula biaya yang dihabiskan untuk transportasi. Perlu diingat, PPDB jatuh pada saat libur kenaikan kelas di seluruh wilayah di Indonesia. Hal ini diperparah dengan dekatnya libur awal puasa dan lebaran yang menaikan biaya di semua sektor.

Ada beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan bagi regulator pelaksanaan pendidikan, yakni Pemerintah Daerah dan Pusat. Pertama, apabila tidak menerima sejak awal dokumen pengganti, pemerintah pelaksana PPDB harus menuliskannya dengan jelas, bukan lagi secara tersirat! Hal ini untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Kedua, pemerintah pelaksana PPDB seharusnya memikirkan cara sehingga tidak terjadi pendaftaran berganda, misalnya dengan menerapkan dokumen pengganti yang telah tercantum klausa "...untuk mendaftarkan diri di (tempat tujuan) dan TIDAK DAPAT mendaftarkan diri selain di tempat yang tertulis tersebut." serta disahkan oleh Kepala Sekolah dengan dilampirkan surat pengantar dari Dinas Pendidikan Asal Calon Peserta Didik yang menjelaskan bahwa Dinas Pendidikan yang bersangkutan tidak dapat memenuhi pesyaratan yang diminta. Ketiga, Pemerintah Pusat seharusnya dapat membuat peraturan mengenai penerimaan peserta didik baru lintas daerah dan penerbitan kedua dokumen (Ijazah dan SKHUN) di seluruh wilayah karena hal ini disebabkan oleh perbedaan waktu penerbitan ijazah dan SKHUN.

Kepada calon peserta didik yang ingin mendaftarkan diri dengan posisi serupa dengan adik penulis, penulis berharap agar anda cermat memperhatikan kebijakan pemerintah yang dituju sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang dialami oleh adik penulis. Ada baiknya calon peserta didik melihat berita-berita terkait pelaksanaan PPDB tahun sebelumnya. Khusus bagi calon peserta didik yang akan mendaftarkan diri ke Kota Yogyakarta tahun depan, penulis mengingatkan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta akan melakukan hal yang sekurang-kurangnya seperti tahun ini (lihat ini). Penulis berharap pembuat kebijakan tidak mengalami kesulitan serupa ketika mendaftarkan sanak keluarganya dalam proses PPDB akibat hal seperti ini dan sehat selalu serta diberkahi oleh Tuhan.

"Kita harus mengapresiasi kepercayaan siswa luar daerah terhadap mutu pendidikan disini," papar Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Sujanarko (lihat ini).


Yogyakarta, 5 Juli 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun