DANTORO BUDI CAHYONOÂ
UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA
Childfree saat ini menjadi isu fenomenal dalam budaya masyarakat Indonesia yang umumnya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan budaya timur. Meski fenomena ini pernah terjadi sebelumnya, istilah childfree kembali muncul di Indonesia berawal dari pernyataan seorang tokoh masyarakat di akun jejaring sosialnya yang mengumumkan bahwa ia menganut prinsip childfree (menikah tanpa anak) dalam pernikahannya.
Sejak saat itu, tren childfree meningkat, khususnya di kalangan generasi milenial Indonesia. Fenomena childfree tidak jauh dari peran pasangan dalam pengambilan keputusan tentang hak reproduksinya. Hak reproduksi menurut Konferensi Internasional tentang Kependudukan, hak reproduksi mencakup hak asasi manusia tertentu yang diakui dalam undang-undang nasional, instrumen hak asasi manusia internasional, dan dokumen konsensus PBB terkait lainnya. Hak-hak ini didasarkan pada pengakuan atas hak dasar setiap pasangan dan individu untuk secara bebas dan bertanggung jawab memilih jumlah, jarak dan waktu memiliki anak.
Pandangan Mahasiswa Prodi HKI mengenai fenomena childfree
Adapun para responden/ narasumber yang pro dan kontra mengenai fenomena childfree mempunyai alasan yang beragam, baik dari segi kebudayaan, hak asasi manusia maupun agama.
Pro Terhadap Childfree
    Dari Beberapa responden yang saya temui terkait chilfree dapat di pahami bahwa childfree ini merupakan hak bagi setiap orang atau pasangan suami isteri yang memutuskan untuk menikah, asalkan hal tersebut merupakan sebuah kesepakatan antara kedua pasangan. Karena didalam islam hukum childfree ini bukan termasuk pada perbuatan yang haram, seperti yang telah banyak dibahas oleh ulama fikih kontemporer. Salah satunya yaitu Syekh Syauqi Ibrahim Alam dari Dar Ifta Mesir, yang mengeluarkan fatwa nomor 4713, 5 Februari 2019.
      Di sisi lain, meskipun tidak ada pernyataan atau dalil dalam Al-Qur'an dan Hadits yang mewajibkan memiliki anak, namun Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa memiliki anak merupakan penerus dari garis keluarga. Jika tidak ada anak, jelas generasi mendatang tidak akan bertahan lama. Demikian tertulis dalam QS. Al-Furqan ayat 74 dan QS. Al-Kahfi ayat 46.
2.Kontra Terhadap Childfree
       pernyataan yang yang disampaikan oleh SHS ialah bahwa SHS mempercayai kehadiran seorang anak dalam sebuah keluarga akan sangat bernilai penting, sebab kehadiran seorang anak akan berdampak baik bagi kedua orang tuanya, seperti seorang anak akan menjadi amal jariyah bagi kedua orang tuannya diakhirat kelak. Sebagaimana yang tercantum dalam hadist yang diriwayatkan oleh Muslim, yang artinya:
"Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: "Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya" (HR Muslim).
       Hadist diatas secara tidak langsung mengungkapkan bahwa salah satu keuntungan dari memiliki anak dalam sebuah perkawinan. Apabila orang tua mengajarkan kebaikan bagi tumbuh kembang anak. Maka anak tersebut akan menjadi penolong bagi orang tuanya di akhirat nantinya. Selain itu, pahala dan doa dari anak tersebut akan terus mengalir untuk meringankan hisab kedua orang tuanya.
Tinjauan Hukum Islam terhadap fenomena childfree
Pernikahan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia, karena menjadi salah satu cara untuk mendapatkan generasi kembali, yaitu dengan memiliki keturunan. Dan anak juga merupakan suatu anugerah yang dititipkan Allah SWT kepada pasangan suami istri yang telah menikah. Akan tetapi dari masing-masing pasangan suami istri ada sebagian juga yang memang tidak ditakdirkan untuk memiliki seorang anak. Di satu sisi juga ada pasangan yang memilih childfree (bebas anak) hal ini dikarenakan mereka memiliki alasan tersendiri.
Menempatkan posisi childfree dalam hukum Islam, terlebih dahulu perlu ditentukan illat hukumnya. Posisi illat yang berbeda menghasilkan hukum bebas anak yang berbeda pula, jika illat hukumnya telah memenuhi kategori dharuriyat, maka bebas anak dapat dianggap sebagai kebolehan. Misalnya, jika seorang ibu hamil dan dapat mengancam nyawanya, maka ia diperbolehkan untuk childfree. Atau jika terjadi suatu kekacauan di suatu negara yang kekurangan sumber sandang, pangan, papan, dan keamanan, maka childfree juga diperbolehkan karena mengandung dharuriyat (maslahah dharuriyyat).
  Dari sudut pandang Islam, memiliki anak adalah sunnah yang sangat dianjurkan, hal ini dapat ditinjau dari beberapa dalil di Al-Qur'an, seperti: QS.Al-Shura ayat 11, QS. Al-Nahl ayat 72, QS. An-Nisa ayat 1, QS. Al-Thariq ayat 6-7, dan QS. An-Nisa' ayat 9, serta terdapat dalam hadist Nabi yang menganjurkan untuk mempunyai keturunan. Dari dalil tersebut dapat diartikan bahwa keberadaan keturunan dalam suatu pernikahan ialah untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Nabi Muhammad SAW juga mengajak umatnya untuk membesarkan anak-anaknya menjadi orang-orang yang bertakwa dan memuliakan umatnya yang mampu melahirkan banyak keturunan, karena ini akan mengembangkan ajaran Islam sehingga menjadi cikal bakal banyak keturunan yang berkualitas dalam pelaksanaan syariat Islam.
  Dari analisis tinjauan Hukum Islam mengenai fenomena childfree tidak dibenarkan karena alasan utamanya adalah keberadaan anak merupakan suatu pelengkap di dalam keluarga yang akan mewujudkan untuk menjadi keluarga yang sakinah mawadah dan warohmah. Akan tetapi, keputusan childfree diperbolehkan dalam pernikahan dengan alasan yang bersifat syar'I atau darurat yang apabila dengan keputusan tersebut pasangan suami-isteri dapat terhindar dari bahaya, seperti alasan kesehatan. Memilih childfree tidak bisa dikatakan sebagai suatu hal yang buruk atau negatif. Pandangan hukum Islam mengenai childfree adalah sebuah pandangan dalam ranah ijtihad. Hukum Islam yang elastis dan selalu mengedepankan kemaslahatan akan selalu berevolusi untuk menjadi solusi dari permasalahan.
E. Â Kesimpulan
Fenomena Childfree adalah sebuah fenomena yang sedang baru saja diangkat didalam media sosial di indonesia. Kita sebagai seorang muslim hendaklah membuka mata tentang fenomena ini, lalu dengan hukum islam kita bisa mengetahui jalan keluarnya melalui hukum islam. Cara hukum islam memandang fenomena tersebut dengan illat, jika posisi illatnya dianggap sudah mencukupi kategori darurat untuk melakukan Childfree misalnya seperti keselamatan sang ibu jika memaksakan melakukan kehamilan hingga sedang terjadi kekacauan disuatu negara yang ditinggali contohnya muslim paceklik berkepanjangan maka itu diperbolehkan. Namun jika itu memang keingan tersendiri tanpa ada illat dari orang yang ingin melakukan Childfree maka hukum islam tidak memperbolehkan sama sekali, karena pada dasarnya keberadaan anak dalam sebuah keluarga adalah salah satu jalan untuk meraih keluarga yang sakinah mawadah warohmahah.
REFERENSI
Fenomena Childfree di Indonesia. (n.d.). Retrieved from www.epaper.mediaindonesia.com, diakses tanggal 24 Februari 2023.
Haecal, I. F., Fikra, H., & Darmalaksana, W., Analisis Fenomena Childfree di Masyarakat: Studi Takhrij dan Syarah Hadis dengan Pendekatan Hukum Islam. Gunung Djati Conference Series, 8, 2022.
https://kuaumbulharjo.org/bagaimana-hukum-childfree-dalam-islam/, diakses pada tanggal 17 April 2024, pukul 20.53 WIB.
Ibn Taymiyyah, A. Majmu'al-Fatawa. In Mahmud Qasim, Comp.). Riyadh, 2004.
Khasanah, U., & Ridho, M. R., Childfree Perspektif Hak Reproduksi Perempuan Dalam Islam. Al-Syakhsiyyah, Journal of Law & Family Studies, 3(2), 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H