Sangat menarik untuk dicermati apa yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi akhir-akhir ini. Gonjang-ganjing pemilihan kapolri serta pertemuan Jokowi dengan Prabowo di Istana Bogor beberapa waktu yang lalu. Setelah pertemuan tersebut Koalisi Merah Putih (KMP) mulai tidak ngotot untuk mendesak Presiden Jokowi melantik Komjen Budi Gunawan menjadi kapolri. Apa yang telah diperbincangkan oleh kedua tokoh tersebut di Istana Bogor? Apakah hanya sekedar membicarakan pencak silat? Kalau hanya itu, apakah mungkin KMP kini berubah arah? Orang awam sekali pun akan tahu tidak mungkin Jokowi dan Prabowo hanya membicarakan pencak silat pada pertemuan tersebut, apalagi pertemuan tersebut memakan waktu lebih dari satu jam.
Dan sekarang malah Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang terus mendesak agar Presiden Jokowi segera melantik Komjen Budi Gunawan menjadi kapolri. Tentu saja Presiden Jokowi telah mengirimkan sinyal ke kelompok KIH tidak lagi menggunakan jaringan 2G yang lelet tetapi sudah menggunakan jaringan 4G LTE yang bisa langsung diterima pada saat itu juga. Hal ini dapat kita lihat, setelah pertemuan tersebut KIH ramai-ramai mendatangi rumah Megawati. Apalagi yang akan dibahas di pertemuan tersebut kalau bukan membahas pertemuan Jokowi-Prabowo?
Sinyal Jokowi yang memperlihatkan bahwa beliau bisa menggandeng siapa saja untuk memperkuat pemerintahannya telah membuat kubu KIH ketar-ketir. Ternyata Jokowi tidak bisa ditekan seperti yang mereka kehendaki. Jika demikian, maka ancaman yang serius akan dihadapi oleh kubu KIH. Apakah mereka akan tetap mendukung pemerintahan Jokowi ataukah sebaliknya akan meninggalkannya karena mereka menganggap Jokowi telah mendua hati.
Jika KIH khususnya PDIP tidak segera berbenah diri, apalagi saat ini publik melihat bahwa PDIP terlalu memaksakan kehendaknya pada pemerintahan Jokowi-JK. Kepentingan-kepentingan yang terus didesakkan kian membuat Presiden Jokowi serbasalah. Di satu sisi, Presiden Jokowi ingin memenuhi janjinya kepada rakyat untuk membentuk pemerintahan yang bersih, di sisi lain PDIP sebagai partai pengusung terus menuntut Presiden Jokowi untuk memilih kader-kader titipan mereka. Bukan hanya itu saja, Partai Nasdem juga sama. Dan memang terbukti bahwa pejabat-pejabat yang dititipkan oleh partai pengusung sering melakukan blunder dalam tindakan maupun pernyataan.
Publik sekarang sudah sangat kritis terhadap pejabat-pejabat yang dipilih oleh pemerintah. Publik akan segera mem-publish latar belakang dari pejabat tersebut pada detik yang sama dengan pengangkatan dari pejabat tersebut. Dan saat itu juga masyarakat akan tahu apakah pejabat yang diangkat tersebut bersih atau tidak. Kalau tidak, maka gelombang aksi penolakan akan terus berkumandang di dunia nyata sampai di dunia maya. Oleh karena itu, untuk menghindari blunder, maka partai-partai pengusung agar berhati-hati untuk menitipkan kader-kadernya. Agar hanya kader-kader yang bersih dan profesional yang diajukan bukan kader-kader yang hanya untuk balas budi dan masa lalunya dipertanyakan
Jika PDIP tidak ingin dianggap sebagai partai pecundang, maka di kemudian hari perlu mendengarkan suara publik dalam menentukan kebijakan-kebijakan. Karena sangat disayangkan jika partai yang berpuluh-puluh tahun selalu menjadi partai opisisi dan sekarang menjadi partai penguasa melakukan sebuah kesalahan yang akhirnya kembali menjadi partai oposisi. Kalau sudah begitu, PDIP layak disebut sebagai partai opisisi sejati. Jadi, sinyal yang telah dikirimkan oleh Presiden Jokowi sebaiknya dievaluasi dengan bijak. Jangan sampai PDIP yang telah sesusah payah menjadikan Jokowi sebagai presiden akhirnya partai lain yang mengambil keuntungan. *** (danset)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H