Mohon tunggu...
DR DANRIVANTO BUDHIJANTO
DR DANRIVANTO BUDHIJANTO Mohon Tunggu... Dosen - Book Author

Danrivanto Budhijanto adalah pakar akademisi dan praktisi dalam Hukum Teknologi Informasi (Cyberlaw, Hukum Telekomunikasi, E-Commerce Law, dan Hukum Ekonomi Digital) yang dirintis semenjak tahun 1999, selain memiliki pula pengalaman di sektor regulator telekomunikasi sebagai Commissioner pada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Danrivanto menyelesaikan Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Universitas Padjadjaran dengan predikat Summa Cum Laude, dan juga sebelumnya dengan beasiswa dari Fulbright-AMINEF dan US AID memperoleh Master of Laws in Information Technology & Privacy Law (LL.M in IT Law) di Amerika Serikat. Danrivanto memulai karir profesionalnya pada tahun 1995 sebagai Senior Associate Lawyer di Makes and Partners Law Firm di Jakarta, dan pada tahun 1997 mendedikasikan dirinya sebagai pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan jabatan terakhir Lektor Kepala. Serta pernah menjabat sebagai Kepala Departemen Hukum Teknologi Informasi Komunikasi dan Kekayaan Intelektual Universitas Padjadjaran (2015-2020). Danrivanto adalah juga Arbiter di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI Arbitration Centre) dengan predikat profesional Fellow Chartered BANI Arbitrator (FCB.Arb), juga gelar keanggotaan profesional di Institut Arbitrase Indonesia sebagai Fellow of Indonesian Institute of Arbitrators (FIIArb). Danrivanto pernah menjabat Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika R.I. bidang Hukum dan Regulasi Strategis (2014-2019), selain juga berkesempatan pula menjadi anggota tim Pemerintah R.I. dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Danrivanto juga menjadi penasihat ahli kebijakan strategis dan tata kelola dalam industri serta ekosistem data digital di Indonesia. Buku-buku yang ditulis Danrivanto adalah Hukum Telekomunikasi, Penyiaran, dan Teknologi Informasi: Regulasi dan Konvergensi (2010), Teori Hukum Konvergensi (2015), BIG DATA: Yurisdiksi Virtual Legislasi dan Regulasi di Indonesia (2017), Revolusi Cyberlaw Indonesia (2017), BIG DATA: Virtual Jurisdiction and Financial Technology (FinTech) (2018), Teori Hukum dan Revolusi Industri 4.0 (2018), FINTECH: Legislasi dan Regulasi di Indonesia (2018), Cyberlaw dan Revolusi Industri 4.0 (2018), Hukum Ekonomi Digital di Indonesia (2019), Cyberlaw 4.0 (2019), Hukum Ekonomi Kreatif di Indonesia (2020), Kedaulatan Virtual Pelindungan Konten & Penyiaran 4.0 di Indonesia (2020), Blockchain Law: Yurisdiksi Virtual & Ekonomi Digital (2021), dan E-Commerce Law: Fintech, Ekonomi Digital, dan Pelindungan Data Virtual (2021). Jurnal Internasional yang ditulis antara lain The Virtual Jurisdiction to Combating Cyberterrorism in Indonesia, Central European Journal of International & Security Studies, December 2018, Vol. 12 Issue 4. The Force of Strategic Infrastructures: The Force of Strategic Infrastructures, Central European Journal of International & Security Studies, December 2018, Vol. 12 Issue 4.

Selanjutnya

Tutup

New World

UU PDP: Personal Data Protection in Indonesia, Cybersecurity Topologi#1

8 Januari 2023   18:55 Diperbarui: 8 Januari 2023   19:09 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
New World. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Pelindungan Data Pribadi dalam Ekonomi Digital 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong transformasi digital untuk mempercepat pemulihan global dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang digelar tahun lalu di Bali Indonesia sebagai Presidensi G20-2022 menyikapi bahwa ekonomi digital adalah kunci masa depan ekonomi sebagai pilar ketahanan di masa Pandemi Covid-19 dan menyumbang 15,5% PDB global serta membuka peluang masyarakat kecil menjadi bagian dari rantai pasok global. Presiden Jokowi memandang bahwa kebocoran data akibat kejahatan siber (cybercrimes) berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga 5 triliun dolar AS pada tahun 2024 sehingga perlu dimitigasi melalui jaminan keamanan digital (digital security) dan pelindungan privasi (privacy protection). G20 harus mampu membangun kepercayaan sektor digital, termasuk melalui tata kelola digital global (global data governance). Dimitri Mahayana Chairman dan Founder dari Sharing Vision (SV) pada IT Business Outlook 2023, Sabtu 7 Januari 2023, bahkan menegaskan 80% masyarakat Indonesia telah berada dalam kehidupan digital dan memiliki kebergantungan pada platform mobile apps services dalam layanan perbankan, e-payment, e-commerce.

Pandemi COVID-19 mengubah perilaku secara masif dan askeleratif baik secara global, nasional, maupun regional-daerah sehingga tahun 2022 menjadi sangat fenomenal dan fundamental dalam peradaban teknologi informasi. "Para penyedia platform aplikasi layanan virtual juga melakukan kegiatan pengumpulan data (data collecting); penelisikan data (data crawling); dan analisis perilaku interaksi data (data behavior analyzing) sehingga rekognisi dan urgensi pelindungan data menjadi sangat fundamental dan esensial", ujar Danrivanto Budhijanto, pakar Hukum dan Kebijakan Teknologi Informasi dari Universitas Padjadjaran. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) memuat asas-asas legislasi yaitu asas pelindungan; kepastian hukum; kepentingan umum; kemanfaatan; kehati-hatian; keseimbangan; pertanggungjawaban; dan kerahasiaan.

Dimitri menjelaskan mobile banking, mendominasi eChannel services, yakni penggunaannya 4 kali lipat dibanding seluruh channel lain, kemudian nasabah digital bank seperti Allo, Raya, Jago dan lain-lain melejit, saat ini sudah sekitar 81 juta menjadi pelanggan, dan segera akan melewati 100 juta,  e-money dan QRIS juga mencatat perkembangan yang luar biasa sehingga diperkirakan akan segera meng-crossover uang tunai. Namun demikian, lanjutnya,  untuk seluruh layanan tersebut, kehandalan layanan masih menjadi isu utama. 

Terutama masih cukup banyak saldo terpotong walaupun layanan tidak berhasil. E-commerce juga melejit, namun demikian, terutama e-commerce yang melewati media sosial  masih ada banyak pelanggan yang mengalami penipuan. Hal ini sesuai hasil survey Sharing Vision 2022, menjadikan industri perbankan digital maupun e-commerce dan digital services lain bersaing amat sangat ketat di tahun 2023 sehingga perlu diantisipasi tata kelola data dan keamanan digital oleh seluruh ekosistem. Danrivanto juga menekankan, UU PDP sebagai Lex Digitalis Data merupakan wujud subjek hukum data pribadi, perbuatan hukum pelindungan data pribadi, dan memiliki akibat hukum pelindungan data pribadi yang terkoneksi, berinteraksi, dan bertransaksi data digital melalui layanan perbankan di ekosistem cyberspace.

Konvergensi UU PDP dan UU ITE sebagai Lex Digitalis Indonesia memiliki kemampuan menyeimbangkan antara faktor Ekspresif yaitu mengungkapkan pandangan hidup, nilai-nilai budaya dan keadilan masyarakat, dengan faktor Instrumental yaitu "sarana" (tools) untuk menciptakan dan memelihara ketertiban, stabilitas dan prediktabilitas sosial serta ekonomikal yang sanggup mendorong, mengkanalisasi dan mengarahkan perubahan masyarakatnya yang masif dan akseleratif dalam ekonomi digital, tutur Danrivanto.

Hukum Pelindungan Data Pribadi di Indonesia

Rakyat dan bangsa Indonesia dalam berjuang melewati Pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional menjadikan relevannya teknologi informasi. Presiden Joko Widodo kembali menegaskan dalam Pidato Sidang Tahunan MPR-RI, tanggal 14 Agustus 2020 bahwa "Semua platform teknologi harus mendukung transformasi kemajuan bangsa. Peran media-digital yang saat ini sangat besar, harus diarahkan untuk membangun nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan." Hal dimaksud memiliki artikulasi ideologikal bangsa sebagaimana dimuat dalam Sila Kedua dan Ketiga Pancasila.

Nilai-nilai kemanusiaan (humanity values) dalam Sila Kedua Pancasila yang berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab" memiliki makna bahwa seluruh manusia diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya selaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajatnya, sama hak dan kewajibannya, dan tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, dan golongan. 

Nilai-nilai kebangsaan (nationality values) dalam Sila Ketiga Pancasila yang berbunyi "Persatuan Indonesia" memiliki makna bahwa meskipun masyarakat Indonesia terdiri dari beragam etnis, suku bangsa, agama, ras, dan sebagainya, persatuan tetap harus dijunjung. Jangan sampai bangsa ini terpecah belah. Dalam nilai kebangsaan juga terkandung nilai patriotisme dan cinta tanah air, yaitu setiap rakyat Indonesia memiliki kewajiban untuk bekerjasama dan rela berkorban untuk kepentingan tanah air tercinta. Adaptasi Kebiasaan Baru adalah infrastrukur pemulihan ekonomi dan sosial, namun tetap mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan (humanity values) dan kebangsaan (nationality values) dengan berbasis virtual.

Hukum Pelindungan Data Pribadi memerlukan dasar teoritikal untuk memastikan dicapainya stabilitas (stability), dapat memprediksi (predictability), dan keadilan (fairness) dalam suatu keseluruhan sistem hukum, ekonomi, dan teknologi terhadap peradaban manusia Adaptasi Kebiasaan Baru. Hukum Pelindungan Data Pribadi dalam pendekatan Teori Hukum Pembangunan memiliki artikulasi sebagai Hukum Pelindungan Data Pribadi yang meliputi asas-asas dan kaidah serta meliputi lembaga serta proses-proses yang mewujudkan Hukum Pelindungan Data Pribadi ke dalam kenyataan kehidupan masyarakat Revolusi Industri 4.0 sebagai peradaban digital global.

Hukum Pelindungan Data Pribadi merupakan wujud nyata dari Teori Hukum Konvergensi sebagai pemahaman konseptual dan teoretikal Penulis dari penyatuan (convergence) variabel-variabel teknologi, ekonomi, dan hukum terhadap hubungan manusia dan masyarakat di Abad Informasi Digital, baik dalam tataran nasional, regional maupun tataran internasional. Hukum Pelindungan Data Pribadi meliputi asas-asas dan kaidah serta meliputi lembaga serta proses-proses yang mewujudkan Hukum Pelindungan Data Pribadi ke dalam kenyataan kehidupan masyarakat Revolusi Industri 4.0 sebagai peradaban digital global secara teoritikal adalah sebagai berikut:

  1. Hukum Pelindungan Data Pribadi berlaku universal dan abadi yang direfleksikan dengan asas dan prinsip sesuai dengan konseptual "asas" yang bersumberkan pemikiran dari Mazhab Hukum Alam dengan tokoh-tokohnya yaitu Thomas Aquinas, Dante, dan Hugo Grotius;
  2. Hukum Pelindungan Data Pribadi adalah perintah (command), kewajiban, dan sanksi sebagaimana dimuat dalam norma peraturan perundang-undangan oleh yang memiliki kekuasaan (negara) sesuai dengan konseptual "kaidah" yang bersumberkan pemikiran dari Mazhab Positivisme Hukum dan Legisme dengan tokoh-tokohnya yaitu Jellinek, Hans Kelsen, dan John Austin;
  3. Hukum Pelindungan Data Pribadi adalah jiwa bangsa (volkgeist) yang berbeda-beda menurut waktu dan tempatnya, serta bersumber pada pergaulan hidup manusia dari masa ke masa (historikal, aktual, futurikal) tercermin melalui perilaku semua individu kepada masyarakat yang modern dan kompleks, dimana kesadaran hukum rakyat itu diartikulasikan para ahli hukumnya (doktrin) sebagaimana konseptual "lembaga" yang bersumberkan pemikiran dari Mazhab Sejarah dengan tokoh-tokohnya yaitu Carl von Savigny dan Puchta; dan
  4. Hukum Pelindungan Data Pribadi adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat sebagaimana konseptual "proses" bersumberkan pemikiran dari Mazhab Sociological Jurisprudence dengan tokoh-tokohnya yaitu Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benjamin Cardozo selain juga bersumberkan pemikiran dari Mazhab Pragmatic Legal Realism dengan tokoh-tokohnya Oliver Wendell Homes, Karl Llewellyn dan juga Roscoe Pound, bahwa hukum itu merupakan "a tool of social enginnering" dan memahami pentingnya rasio atau akal sebagai sumber hukum.

Hukum Pelindungan Data Pribadi adalah konseptual Sui Generis Lex Habeas Data dengan yurisdiksi teritorial dan virtual. Sui Generis berasal dari terminologi latin yaitu "of its own kind or class; unique or peculiar. The term used in intellectual property law to describe a regime designed to protect rights that fall outside traditional patent, trademark, copyright, and trade secret doctrines. For example, a database may not protected by copyright law if its content is not original, but it could protected by a sui generis statute designed for that purposes".

Presiden Joko Widodo secara resmi menandatangani Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) pada tanggal 17 Oktober 2022. Salinan UU PDP diterbitkan di situs Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Sekretariat Negara (JDIH Setneg) dan UU PDP tercatat sebagai Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. UU PDP memberi wewenang kepada Pemerintah untuk mengawasi tata kelola data pribadi yang dilakukan penyelenggara sistem elektronik (PSE).

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) sebagai Lex Digitalis Data memuat asas-asas legislasi pada Pasal 3 yaitu asas pelindungan; kepastian hukum; kepentingan umum; kemanfaatan; kehati-hatian; keseimbangan; pertanggungjawaban; dan kerahasiaan. Asas-asas legislasi UU PDP memiliki pengertian sebagai berikut:

1. Pelindungan data pribadi dengan Asas Pelindungan adalah setiap pemrosesan Data Pribadi dilakukan dengan memberikan pelindungan kepada Subjek Data Pribadi atas Data Pribadinya dan Data Pribadi tersebut agar tidak disalahgunakan.

2. Pelindungan data pribadi dengan Asas Kepastian Hukum adalah setiap pemrosesan Data Pribadi dilakukan berdasarkan landasan hukum untuk mewujudkan Pelindungan Data Pribadi serta segala sesuatu yang mendukung sehingga mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

3. Pelindungan data pribadi dengan dengan Asas Kepentingan Umum adalah dalam menegakkan Pelindungan Data Pribadi harus memperhatikan kepentingan umum atau masyarakat secara luas. Kepentingan umum tersebut antara lain kepentingan penyelenggara negara dan pertahanan dan keamanan nasional.

4. Pelindungan data pribadi dengan Asas Kemanfaatan adalah  pengaturan Pelindungan Data Pribadi harus bermanfaat bagi kepentingan nasional, khususnya dalam mewujudkan cita-cita kesejahteraan umum.

5. Pelindungan data pribadi dengan Asas Kehati-hatian adalah para pihak yang terkait dengan perrrosesan dan pengawasan Data Pribadi harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian.

6. Pelindungan data pribadi dengan Asas Keseimbangan adalah sebagai upaya Pelindungan Data Pribadi untuk menyeimbangkan antara hak atas Data Pribadi di satu pihak dengan hak negara yang sah berdasarkan kepentingan umum.

7. Pelindungan data pribadi dengan Asas Pertanggungjawaban adalah semua pihak yang terkait dengan pemrosesan dan pengawasan Data Pribadi bertindak secara bertanggung jawab sehingga mampu menjamin keseimbangan hak dan kewajiban para pihak yang terkait termasuk Subjek Data Pribadi.

8. Pelindungan data pribadi dengan Asas Kerahasiaan adalah Data Pribadi terlindungi dari pihak yang tidak berhak dan/atau dari kegiatan pemrosesan Data Pribadi yang tidak sah.

Lex Digitalis Habeas Data didasarkan kepada pemahaman dari subjek Hukum Pelindungan Data Pribadi yang melakukan perbuatan hukum pelindungan data pribadi dan memiliki akibat hukum pelindungan data pribadi yang terkoneksi, berinteraksi, dan bertransaksi data digital di ruang siber/maya (cyberspace). Terminologi cyberspace diperkenalkan pada tahun 1984 oleh William Gibson dalam bukunya berjudul Neuromancer dengan pemahaman sebagai berikut:

"Cyberspace as a consensual hallucination experienced daily by billions of legitimate operators, in every nation, by children being taught mathematical concepts... A graphical representation of data abstracted from the banks of every computer in the human system. Unthinkable complexity. Lines of light ranged in the non-space of the mind, clusters and constellations of data"

Cyberspace memiliki juga variabel-variabel waktu (time), ruang (space), ukuran (size), virtual, anonimitas (anonymous), keuangan (money), dan kekuasaan (power). Variabel-variabel dimaksud sebagai ruang interaksi dinamis dari Cyber Society memiliki implikasi fakta hukum dan fakta teknologi informasi yang dikenal dengan Hukum Teknologi Informasi atau Cyberlaw  

Lex Digitalis Data

Hukum Pelindungan Data Pribadi sebagai Lex Digitalis Data merupakan revolusi dari sistem hukum. Suatu kebiasaan dan praktik terus menerus yang berevolusi menjadi lembaga hukum dikenal dalam Sejarah Hukum dengan "Lex Mercatoria" atau Hukum Para Pedagang. Lex Mercatoria secara independen melembagakan kedaulatan yurisdiksional dan memberikan keyakinan bagi para pelaku komersial tentang keadilan hakiki dalam hubungan transaksional mereka. Teori Hukum Pelindungan Data Pribadi mengartikulasikan Lex Digitalis Data sebagai hukum yang mengatur pelindungan data pribadi yang berlangsung di dalam wilayah suatu negara terkait yuridiksi Hukum Pelindungan Data Pribadi nasional termasuk mengatur norma hukum yang sifatnya memaksa. Lex Digitalis Data yang sifatnya memaksa mengikat untuk substansi yang sifatnya nasional (domestik) sebagai tujuan pembentukan legislasi dan mengikat sehingga memastikan bahwa pelindungan data pribadi berlangsung dengan lancar, cepat atau efektif. Pada saat UU PDP mulai berlaku maka seluruh Pengendali Data Pribadi, Prosesor Data Pribadi, dan pihak lain yang terkait dengan pemrosesan Data Pribadi, wajib menyesuaikan dengan ketentuan pemrosesan Data Pribadi berdasarkan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak UU PDP diundangkan sesuai dengan Pasal 74 UU PDP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun