Jarak dan waktu, membuat anak-anak petani mulai melupakan pertanian, sesekali mereka masih tetap bertani apabila hari libur dan waktu masih memungkinkan.
Begitu juga ketika berkuliah, tentunya harus pergi ke kota dan terputus dengan kehidupan bertani. Anak-anak petani desa, ketika berkuliah mengambil jurusan yang tidak berhubungan dengan pertanian. Jikalau pun ada dengan jurusan pertanian, ketika menentukan pekerjaan mereka lebih memilih bekerja di perkantoran.
- Masa Depan Petani
Berbagai alasan orang untuk tidak bertani, salah satunya adalah kehidupan petani yang relative hidup di garis kemiskinan. Petani miskin, hal ini bukanlah sebuah kesalahan profesi sebagai petani. berbagai hambatan yang dirasakan petani, dalam meningkatkan kualitas ekonomi menjadi sebab akibatnya.Â
Seperti keterbatasan lahan, tidak memiliki modal, situasi tanah yang kurang baik, dan harga tani yang anjlok. Faktor penghambat tersebut, tentunya bukan menjadi pekerjaan mudah untuk mengatasinya. Meskipun tidak mudah, bukan berarti tidak bisa. Perlunya kerjasama pemerintah, stakeholder, petani dll, dalam menyelesaikanya.
- Merantau
Minimnya lapangan pekerjaan menjadi salah satu penyebab, para kaum muda pergi mengadu nasib ke daerah lain. Bagi kaum perempuan yang tinggal di desa dan tidak bersekolah lagi, ada ketakutan orang tua anaknya menikah muda.Â
Ketakutan oleh kaum orang tua anak gadis mereka akan cepat menikah, karena di desa tersebut banyak laki-laki yang yang ingin menikah dan belum memiliki pasangan. Hal tersebut mendorong orang tua dan anak gadisnya, untuk pergi merantau mencari pekerjaan ke kota.
Distribusi Hasil Panen
Petani sangat ingin distribus hasil tani mereka, di distrubusikan dengan mudah. Situasi tengkulak dan harga hasil tani, terkadang menghambat pendistribusian hasil tani. Minimnya tengkulak yang ada di suatu daerah, membuat hasil tani sulit di jual.Â
Bagi sebagian petani, harus melakukan perjalanan dengan kendaraan ke pusat kecamatan atau kabupaten untuk menjual hasil tani. Hasil tani yang di jual ke pusat kecamatan atau kabupaten, biasanya dalam jumlah banyak. Sedangkan mereka yang hanya memiliki lahan terbatas, dan hasil panennya hanya sedikit, terpaksa menjualnya dari pintu ke pintu dengan harga yang murah.
Harga hasil tani yang anjlok, terkadang membuat petani harus rugi dan modal menanam tanaman pertanianya pun tidak bisa kembali. Hal ini adalah salah satu ketakutan terbesar dari petani. petani hanya bisa menerka-nerka, harga tanaman pertanian kapan naik dan kapan turun.
Epilog