Mohon tunggu...
Danise
Danise Mohon Tunggu... Administrasi - No Profile

No Bio

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kemanusiaan di Bumi Indonesia

23 Agustus 2019   10:51 Diperbarui: 23 Agustus 2019   11:41 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini saya buat karena keprihatinan saya melihat kondisi yang sedang terjadi saat ini. Tulisan ini tidak dibuat untuk mendiskriminasi suku atau ras tertentu. Dan saya berharap, tulisan ini bukan untuk menjelek-jelekan siapapun, melainkan untuk menyadarkan kita bahwa kita semua adalah sama. Sama-sama ciptaan Tuhan yang Tuhan sudah berikan kesempatan untuk hidup dan mempunyai hak yang sama untuk hidup.

Beberapa waktu lalu, saya melihat tayangan di Mata Najwa dengan judul "Nyala Papua", dan ketika saya mendengar kesaksian dari salah satu narasumber dari Papua yang menceritakan ketika dia bergereja di suatu kota di Indonesia ini, dan dia juga sepertinya aktif di kegiatan pemuda gereja pada saat itu. Kemudian diceritakan, ada salah seorang wanita yang terkenal memiliki suara yang indah di gereja tersebut dan wanita tersebut dijodoh-jodohkan dengan narasumber ini, lalu wanita ini berkata 

"Waduh, jika saya sama dia, nanti ketika ke Papua, monyet-monyet disana pintar menyanyi dong?"

Ketika saya mendengar hal itu, jujur jika saya jadi narasumber itu, saya pasti juga akan sakit hati. Seperti yang narasumber itu rasakan pada saat menerima penolakan dari wanita itu. Karena saya pun pernah merasakan bagaimana tidak enaknya ketika martabat kita direndahkan.

Rasisme, isu SARA sebenarnya sering kali kita dengar di bumi Indonesia ini. Bukan hanya kepada orang-orang Papua, tetapi juga kepada suku-suku lain. Terutama jika menyangkut perjodohan seperti apa yang narasumber katakan diatas. 

Saya bukan orang Papua, tetapi saya orang Jawa dan pernah mendapatkan omongan yang tidak enak dari salah satu suku di Indonesia ini, ketika ada seorang pria dijodoh-jodohkan dengan saya dan dia mengatakan, "Ah, kalau sama orang Jawa mah cocoknya dijadiin pembantu bukan istri."

Stigma yang sudah terbentuk di masyarakat Indonesia ini dari berbagai suku sangat beragam di masing-masing suku. Dan sepertinya tidak lepas ketika menyangkut perjodohan-perjodohan yang dilakukan di masyarakat kita.

Tetapi stigma seperti itu, seharusnya tidak dijadikan alasan untuk disampaikan ketika kita menolak seseorang. Secantik atau seganteng apapun anda, sepintar apapun anda, seberapa baik dan bagusnya talenta yang anda miliki, itu semua tidak menjadikan derajat anda lebih tinggi dari orang lain.

Orang tua saya berasal dari Solo, dan mereka sangat mengajarkan budaya tata krama yang dianut suku Jawa. Seperti, saya sebagai seorang wanita, tidak baik untuk pulang malam-malam.

Oleh karena itu, ketika saya belum pulang diatas jam 7 malam, Ibu saya pasti akan menelepon saya dan menanyakan keberadaan saya.

Dan mungkin karena itu juga, banyak pria yang enggan mendekati saya, karena memang Ayah saya adalah orang yang tegas dan galak, sehingga sedikit pria yang berani mendekati saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun