Pendidikan mengalami banyak disrupsi semenjak pandemi melanda hingga saat ini. Meski demikian, tahun pelajaran 2021/2022 kali ini tentu menjadi pengalaman menarik bagi setiap orang yang terkait dengan dunia pendidikan.
Pada tahun pelajaran ini juga menjadi tahun transisi dimana pembelajaran yang sebelumnya full online atau pembelajaran jarak jauh, kali ini mulai kembali kepada pembelajaran tatap muka atau offline. Meski belum ideal seperti ketika sebelum pandemi, akan tetapi ini menjadi gambaran bagaimana arah pembelajaran ke depan nantinya.
Kebiasaan untuk belajar secara daring dengan aplikasi seperti zoom, google meet, ataupun aplikasi meeting lainnya tentu sudah menjadi hal yang biasa. Ketika kemudian hal ini tiba-tiba akan berubah dan kembali kepada pertemuan langsung dalam ruangan tentu akan ada penyesuaian yang terjadi.
Secara pribadi, sebagai seorang pendidik, saya merasa justru aplikasi pertemuan tersebut tetap bisa digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini karena ada juga beberapa keuntungan yang dapat diperoleh karena tidak terbatas oleh ruang dan juga tempat.
Mengundang narasumber dari kota yang berbeda untuk dapat membekali siswa melalui webinar tentu dapat menjadi salah satu hal positif dan dapat dilakukan. Selain menghemat biaya transportasi dan juga waktu, tentu para siswa juga dapat langsung belajar dari para ahli tanpa batasan tempat yang berbeda (bisa berbeda kota bahkan negara).
Pandemi yang telah berlangsung lebih dari 2 tahun ini memang mengubah banyak hal, salah satunya ialah akses informasi dan konektivitas dapat lebih efisien serta efektif. Tentu akan sangat disayangkan jika kemudian tidak memetik sebuah pembelajaran apa yang dapat diambil dari masa pandemi yang cukup panjang tersebut.
Lebih mudah tentu langsung mengembalikan segala sesuatunya dalam kondisi seperti pandemi. Akan tetapi, jika itu yang dilakukan maka sebenarnya kita bukanlah manusia pembelajar yang seharusnya dapat belajar untuk beradaptasi dengan perkembangan situasi yang terjadi.
Ditambah lagi dalam dunia pendidikan dimana yang menjadi fokus adalah generasi digital yang handphone sudah menjadi kebutuhan pokok atau primer bagi mereka. Ibaratnya jika tidak ada pulsa atau kuota, itu sama saja dengan tidak ada makanan dan hidup terasa hampa bagi generasi yang memang sudah bersinggungan sejak digital bahkan dari mulai anak kecil.
Tulisan ini hanya sebuah refleksi dan juga opini dari penulis yang kebetulan juga berprofesi sebagai pendidik. Bagi penulis, harapannya tentu ketika mengevaluasi tahun pelajaran yang telah dijalani tidak serta merta menganggap bahwa pembelajaran jarak jauh merupakan hal yang buruk.
Penulis justru ingin mengusulkan adanya pembelajaran dengan sistem campuran yaitu secara online dan offline untuk tahun pelajaran mendatang. Meski secara teknis bagaimana bentuknya masih perlu diskusi dan pasti juga masih akan ada kelemahan, namun paling tidak ini menjadi bagian bahwa kita sedang beradaptasi dengan perkembangan zaman.Â
Salah satu usulan yang penulis pikirkan (meski ini masih mentah dan perlu pemikiran lebih lanjut). Bagi sekolah yang menerapkan sekolah 5 hari, maka siswa dalam seminggu masuk 4 hari pembelajaran tatap muka, lalu 1 hari pembelajaran jarak jauh.
Untuk 1 hari PJJ itu diisi dengan webinar yang mengundang para ahli seperti dijelaskan sebelumnya, lalu kemudian siswa membuat laporan hasil webinar tersebut dan dapat digunakan sebagai penilaian. Setelah webinar, siswa diberikan pilihan mengikuti satu hingga 2 mata pelajaran yang disediakan hari itu untuk pengayaan ataupun pemantapan materi yang sudah dipejari selama seminggu tersebut yang dirasa oleh siswa mereka masih kurang menguasai. Jadi siswa wajib memilih 2 mata pelajaran untuk mereka ikut untuk memperdalam pemahamannya.Â
Konsep pembelajaran jarak jauh ini tentu menguntungkan karena tidak memerlukan kelas secara fisik dan juga jumlah murid yang belajar dapat lebih banyak dibandingkan hari-hari sebelumnya saat tatap muka. Meski 1 hari ini sifatnya daring, namun tetap termasuk dalam absensi siswa dan memiliki bobot seperti 4 hari lainnya saat tatap muka, karena merupakan bagian dari pembelajaran.
Ini hanyalah salah satu ide saja, karena bisa saja dengan ide lainnya misalnya tour virtual ke tempat-tempat bersejarah secara bersama-sama tapi secara virtual, maupun bentuk lainnya. Pada intinya adalah berusaha juga merubah mindset pembelajaran tidak hanya secara konvensional seperti sebelum pandemi, tetapi juga memanfaatkan online learning dan tidak langsung meninggalkannya karena tetap ada manfaat yang didapat selama pembelajaran daring selama 2 tahun ini.
Semoga bermanfaat
18 JuniÂ
-dny-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H