Mohon tunggu...
Danny Prasetyo
Danny Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik ingin berbagi cerita

Menulis adalah buah karya dari sebuah ide

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menteri itu "Pembantu Presiden"

2 Juli 2015   10:06 Diperbarui: 2 Juli 2015   10:06 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desakan perombakan kabinet Jokowi-JK makin santer terdengar beberapa waktu terakhir ini. Isu perombakan ini tentu menjadi kewenangan presiden Jokowi sesuai dengan sistem pemerintahan Indonesia yang menganut sistem presidensiil dimana presiden memiliki hak prerogatif yaitu untuk mengangkat dan memberhentikan pembantunya. Dalam tulisan ini saya tidak ingin membahas tentang isu perombakan tetapi lebih tertarik dengan pergantian istilah menteri menjadi pembantu presiden. Dalam menjalankan pemerintahannya, presiden tetap perlu melakukan evaluasi ataupun monitoring sampai sejauh mana perkembangan kinerja para pembantunya tersebut. Saya lebih senang menggunakan istilah pembantu dibandingkan dengan menteri, agar maknanya jelas secara leksikal bahwa kabinet itu adalah pembantu presiden, sehingga jika dilihat secara struktural maka posisi mereka sangat jelas berada DI BAWAH komando Presiden Jokowi. Dalam sebuah rumah tangga, jika memiliki pembantu maka sang majikan berhak memberikan perintah apapun sesuai dengan keinginannya untuk mengatur rumahnya. Sang pembantu bekerja sesuai dengan keinginan atau bahasa lebih kerennya sesuai visi sang majikan. Jika majikan merasa pembantunya bergerak sesuai keinginan dirinya sendiri dan bukan sesuai keinginan majikan, maka menjadi hal yang lumrah dan wajar pembantu tersebut diberhentikan dan diganti dengan yang dapat menyesuaikan dengan keinginan majikan.

Istilah pembantu presiden jarang digunakan dan lebih memilih menggunakan istilah menteri (terdengar lebih keren dan bergengsi), sehingga tanpa sadar para pembantu presiden ini lupa dengan status asalnya dan merasa lebih hebat dan memiliki visinya sendiri, tidak mengikuti visi presiden. Di universitas saja untuk jabatan pimpinan disebut dengan Pembantu Rektor dan Pembantu Dekan. Mengapa tidak hal yang sama digunakan untuk jabatan kenegaraan ? Bukankah maknanya sama, hanya istilah yang digunakan berbeda ? Akan tetapi di negeri ini, makna sama namun berbeda istilah dapat menjadi berbeda makna juga. 

Usulan saya jelas kepada presiden Jokowi, apalagi dengan motto : kerja, kerja, kerja dan juga menggunakan seragam kerja yaitu putih hitam, maka istilah menteri dalam kabinet seharusnya diganti dengan pembantu, contohnya : mendikbud diganti menjadi pembantu presiden bidang pendidikan dan kebudayaan, mendagri = pembantu presiden bidang dalam negeri, dan seterusnya. Paling tidak dengan adanya pergantian istilah tersebut, setiap orang yang menjadi pembantu (bukan menjabat menteri) merasakan bahwa sebenarnya tugas mereka adalah membantu sang majikan (Presiden Jokowi) untuk mengurus rumah tangganya (negara Indonesia). Judul tulisan ini memang terkesan agak provokatif demi menyadarkan setiap orang yang sudah menjadi pembantu presiden atau berencana agar dapat direkrut sebagai pembantu presiden untuk berpikir ulang bahwa tugas utamanya adalah MEMBANTU PRESIDEN mencapai visinya (NAWACITA) dan bukan membuat visi pribadinya sendiri. 

2 Juli 2015

Danny Prasetyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun