Ujian Nasional 2015 yang tidak lagi menjadi penentu kelulusan bagi siswa berdampak pula pada indikator kelulusan bagi setiap sekolah. Kelulusan siswa menjadi ranah tanggung jawab sekolah masing-masing, sehingga ujian nasional "hanya" sekedar pemetaan saja dan bukan penentu kelulusan. Meski demikian, bukan berarti tingkat kecurangan menjadi hilang sama sekali. Kebocoran soal UN yang dapat dilihat dari google drive oleh beberapa siswa masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Anies Baswedan beserta jajarannya di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Langkah maju dan keberanian dalam memutuskan UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan, hendaknya juga diikuti oleh langkah nyata perbaikan kurikulum dan juga mentalitas pegawai dinas pendidikan di pusat maupun daerah, termasuk juga sekolah dan juga guru-guru yang bersangkutan.
Indeks kelulusan yang biasanya menjadi ukuran dalam menentukan tingkat prestasi sekolah, saat ini mulai digeser dengan menentukan indeks integritas sekolah yaitu apakah sekolah tersebut melanggar atau melakukan kecurangan atau tidak. Tentu hal ini juga menjadi terobosan baru, meski harus jelas juga sanksi bagi sekolah yang memiliki indeks integritas rendah, padahal sekolah tersebut termasuk sekolah unggulan di daerahnya misalnya. Dengan mengukur indeks integritas, secara tidak langsung berarti kemendikbud dapat turut serta mencegah korupsi dalam hal ini mencegah ketidakjujuran.
Pertanyaannya sekarang, manakah yang kita pilih, kelulusan (kognitif) siswa ataukah integritas (afektif) siswa ?
25 April 2015
Danny Prasetyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H