Mohon tunggu...
Kupasbengkulu Kupasbengkulu
Kupasbengkulu Kupasbengkulu Mohon Tunggu... karyawan swasta -

portal berita

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sambangi Bengkulu, Ini Kata Antropolog Singapore

11 September 2014   02:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:03 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_29564" align="aligncenter" width="499" caption="Jurnalis kupasbengkulu.com saat wawancara dengan antropolog Singapore, Rabu (10/9/2014)."][/caption] kupasbengkulu.com - Julian, Antropolog sekaligus presenter dari salah satu program Televisi Channel NewsAsia, Singapore mengungkapkan, rasa bahagia atas kesempatannya mengunjungi Provinsi Bengkulu. Dengan menggunakan bahasa Indonesia yang tidak begitu baik, ia berusaha menjelaskan kepuasannya melihat jejak sejarah di Provinsi Bengkulu, seperti tempat Thomas Stamford Raffles pernah berkuasa sebelum akhirnya ke Singapura. "Saya pernah membaca soal sejarah di Bengkulu tentang berapa banyak rakyat yang gugur dalam medan perang, tentang wabah penyakit malaria yang banyak membuat orang dulu mati muda" ceritanya kepada kupasbengkulu.com Rabu (10/9/2014). Ia menceritakan, bahwa Bengkulu adalah tempat yang sangat berwarna dan memiliki masyarakat yang ramah dan murah tersenyum. Saat berkesempatan melihat langsung Bunga Rafflesia, Julian menyebutkan, hal ini adalah sebuah keindahan yang tak terkira. Pertama kali baginya melihat bunga berukuran sangat besar, dan ia bisa melihat itu di hutan Bengkulu. Ia mengaku, sebelum mendatangi Bengkulu banyak googling dan menemukan tulisan soal Bengkulu sebagai endemik malaria, diperkuat lagi oleh cerita sejarah. Hal ini membuat dan crew Channel NewsAsia lain merasa khawatir dan mepersiapkan obat khusus yang diminum tujuh hari sebelum berangkat hingga tujuh hari setelah pulang dari Bengkulu. "Kami sangat mencemaskan jika kami digigit nyamuk di sini, sewaktu melaksanakan shooting kami menyiapkan banyak jenis racun nyamuk untuk kami gunakan. Kami tidak ingin terkena malaria seperti dulu wabah penyakit ini banyak membunuh orang di sini," ujar Julian dengan nada serius. Meski demikian, ia mengatakan, tak jera mengunjungi Bengkulu, pria yang pernah meneliti festival tradisional masyarakat pedalaman kalimantan ini bahkan masih ingin beberapa kali lagi kemari. "Bengkulu is funtastic, I like Bengkulu, I't first time for me come here and feel so amazing," tutup Julian sambil tersenyum.(cr10)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun