Mohon tunggu...
Danis Zahra Noviana
Danis Zahra Noviana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

banyak membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Respon IOM Indonesia terhadap Krisis Pengungsi Rohingya di Myanmar

5 Juli 2023   09:50 Diperbarui: 5 Juli 2023   09:56 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambaran Umum International Organization for Migration

International Organization for Migration (IOM) didirikan pada tahun 1951 dan menjadi bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2016 sebagai lembaga antar-pemerintah yang berfokus pada isu migrasi. IOM bertujuan untuk memastikan migrasi yang aman, teratur, dan manusiawi, serta memberikan bantuan kepada para migran dan negara-negara yang terlibat. IOM bekerja di berbagai bidang terkait migrasi, termasuk perlindungan migran, penanganan krisis migrasi, rehabilitasi dan reintegrasi migran kembali ke negara asal mereka, manajemen perbatasan, penanganan pengungsi, perpindahan paksa, dan mobilitas tenaga kerja.

IOM membantu pemerintah dan negara-negara dalam mengembangkan kapasitas mereka dalam manajemen perbatasan yang efektif. Mereka bekerja sama dengan negara-negara untuk mempromosikan kebijakan migrasi yang baik, peningkatan pengendalian perbatasan, dan pemberdayaan masyarakat untuk memahami risiko dan peluang yang terkait dengan migrasi. IOM terlibat dalam memberikan tanggapan humaniter di berbagai situasi krisis migrasi di seluruh dunia, seperti pengungsi perang, konflik, bencana alam, dan masalah terkait migrasi lainnya. Mereka menyediakan bantuan darurat, seperti tempat perlindungan sementara, air bersih, makanan, layanan kesehatan, dan dukungan psikososial kepada para migran dan pengungsi. IOM bekerja sama dengan negara-negara anggota, mitra internasional, dan organisasi non-pemerintah untuk mencapai tujuannya. Mereka berupaya untuk melindungi hak-hak migran, mempromosikan kebijakan migrasi yang baik, dan memberikan bantuan kepada para migran dalam berbagai situasi dan kondisi.

Diskriminasi Kelompok Rohingya di Myanmar

Konflik Rohingya adalah konflik yang melibatkan etnis minoritas Rohingya di negara Myanmar dan telah berlangsung selama beberapa dekade. Rohingya dianggap sebagai etnis minoritas dan telah menghadapi diskriminasi sistemik di Myanmar selama bertahun-tahun. Mereka tidak diakui sebagai warga negara dan dibatasi dalam hak-hak dasar, seperti hak kewarganegaraan, kebebasan bergerak, pendidikan, dan akses ke pelayanan kesehatan. Konflik Rohingya melibatkan ketegangan antara etnis Rohingya, yang mayoritas beragama Islam, dengan kelompok etnis mayoritas di Myanmar, yaitu Bangsa Myanmar (Rakhine) yang mayoritas beragama Buddha.

Ketegangan etnis dan agama ini telah memperdalam konflik dan menciptakan perpecahan di antara masyarakat di Myanmar. Mereka juga telah menjadi korban kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan oleh militer dan kelompok etnis mayoritas. Serangan militer dan kekerasan terhadap Rohingya telah memicu krisis pengungsi yang besar. Ribuan orang Rohingya telah melarikan diri ke negara-negara tetangga, termasuk Indonesia, mencari perlindungan dan keamanan. Krisis pengungsi ini telah menimbulkan tantangan besar bagi negara-negara yang menerima pengungsi Rohingya.

Peran IOM dalam Menangani Pengungsi Rohingya di Indonesia

IOM (International Organization for Migration) telah lama terlibat dalam berbagai kegiatan dan program di Indonesia. IOM pertama kali mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1979, dengan tujuan untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam mengelola masalah migrasi dan mobilitas penduduk di negara tersebut. Selama beberapa dekade terakhir, IOM telah terlibat dalam menyediakan bantuan kemanusiaan bagi orang-orang yang terkena dampak krisis migrasi dan konflik di Indonesia. Mereka memberikan dukungan dan bantuan kepada pengungsi, termasuk yang terkait dengan konflik di Timor Timur pada tahun 1999 dan krisis pengungsi Aceh pada tahun 2004.

IOM bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) dalam menyediakan perlindungan dan bantuan bagi pengungsi yang berada di Indonesia. Ini termasuk pendampingan hukum, pemenuhan kebutuhan dasar, perawatan kesehatan, dan dukungan psikososial. UNHCR dan IOM berkolaborasi untuk mengatasi masalah pengungsi Rohingya yang ingin memasuki wilayah Indonesia. Sejak tahun 1997, kedua organisasi internasional telah bekerja sama berdasarkan ketentuan Nota Kesepahaman. Menurut Nota Kesepahaman tersebut, UNHCR dan IOM bekerja sama dalam program yang terpisah namun bersamaan. Dalam MoU tersebut, tugas dan tanggung jawab kedua organisasi internasional tersebut meliputi pengungsi, imigran, pencari suaka (termasuk yang ditolak statusnya), mereka yang sudah kembali ke negara asalnya, serta pengungsi dan penduduk yang saat ini berada di zona konflik [Rasyid, 2019]. Dalam hal ini, sebagai lembaga internasional, IOM terlibat aktif dalam proses menertibkan keimigrasian, termasuk pemindahan pengungsi, yang dilakukan sejalan dengan misi yang disepakati IOM dalam Nota Kesepakatan dengan UNHCR. Menurut laporan data UNHCR hingga Desember 2021, Indonesia menyambut pengungsi etnis Rohingya mulai tahun 2020 dengan total 581 pengungsi.

IOM Indonesia berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemerintah Indonesia mengenai situasi Rohingya dan kebutuhan mereka. Mereka juga berkoordinasi dengan organisasi lain, seperti UNHCR (Badan Pengungsi PBB), Palang Merah, dan lembaga-lembaga internasional lainnya untuk memastikan tanggapan yang terkoordinasi dan efektif terhadap kebutuhan pengungsi Rohingya. IOM memberikan pendampingan dan dukungan bagi pengungsi Rohingya dalam berbagai aspek kehidupan mereka di Indonesia. Ini meliputi dukungan psikososial, pelatihan keterampilan, dan bantuan dalam mencari pekerjaan atau pendidikan.

Peran IOM (Organisasi Internasional untuk Migrasi) Indonesia dalam menangani pengungsi Rohingya melibatkan sejumlah aktivitas dan upaya kolaboratif dengan pemerintah Indonesia, mitra internasional, serta organisasi non-pemerintah. IOM bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan otoritas terkait untuk menyediakan bantuan darurat kepada pengungsi Rohingya yang tiba di Indonesia. Mereka membantu dalam proses pendaftaran, pengambilan sidik jari, dan penilaian kebutuhan individu untuk memastikan mereka mendapatkan akses ke layanan dasar seperti makanan, air bersih, tempat perlindungan sementara, dan layanan kesehatan. Selama gelombang besar pengungsi, etnis Rohingya awalnya tiba di ujung barat Indonesia, di provinsi Aceh. Tempat penampungan pertama yang didirikan oleh IOM dengan bantuan pemerintah daerah berada di wilayah Aceh. Banyak pengungsi Rohingya ditampung di kamp-kamp pengungsi Indonesia. Pengungsi Rohingya mayoritas ditempatkan di Aceh, Makassar, Medan, dan Jakarta. Selain itu, IOM berperan dalam memberikan akses dan layanan kesehatan yang diperlukan bagi pengungsi Rohingya. Ini meliputi perawatan medis dasar, vaksinasi, perawatan anak-anak dan ibu hamil, serta dukungan psikososial bagi mereka yang telah mengalami trauma. IOM memberikan pelatihan keterampilan, seperti menulis dan membaca bahasa Latin atau Arab, serta pelatihan perilaku dan berbicara menggunakan bahasa Indonesia untuk membantu mereka mengatasi kesulitan psikososial mereka.

IOM Indonesia berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemerintah Indonesia mengenai situasi Rohingya dan kebutuhan mereka. Mereka juga berkoordinasi dengan organisasi lain, seperti UNHCR (Badan Pengungsi PBB), Palang Merah, dan lembaga-lembaga internasional lainnya untuk memastikan tanggapan yang terkoordinasi dan efektif terhadap kebutuhan pengungsi Rohingya. IOM memberikan pendampingan dan dukungan bagi pengungsi Rohingya dalam berbagai aspek kehidupan mereka di Indonesia. Ini meliputi dukungan psikososial, pelatihan keterampilan, dan bantuan dalam mencari pekerjaan atau pendidikan. IOM juga bekerja untuk melindungi hak asasi manusia dan kesejahteraan pengungsi Rohingya di Indonesia. Mereka memberikan perlindungan bagi kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, dan penyintas kekerasan. IOM juga memberikan dukungan dalam pendidikan, salah satunya adalah bekerja sama dengan UNHCR untuk membantu pendidikan anak-anak pengungsi Makassar, khususnya anak-anak pengungsi Rohingya, melalui sekolah Makassar. Selain itu, IOM juga memberikan pelatihan keterampilan, pengembangan usaha mikro dan kecil, dukungan dalam memperoleh akses pekerjaan yang layak, dan pemberdayaan ekonomi untuk membantu pengungsi Rohingya menjadi mandiri secara ekonomi.

IOM memberikan tunjangan bulanan kepada pengungsi Rohingya di Aceh agar mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri. Uang yang diberikan oleh IOM merupakan bagian dari program Development Fund IOM. Pada tingkat pemenuhan kebutuhan pengungsi saat ini, IOM memberikan tunjangan kepada pengungsi dewasa masing-masing senilai Rp 1.250.000 per bulan dan pengungsi anak-anak sebesar Rp 500.000 per bulan. IOM dan UNHCR juga telah bekerja sama dengan perusahaan seluler Indonesia untuk meningkatkan komunikasi dan akses internet bagi pengungsi Rohingya di Indonesia. Hal ini dilakukan agar pengungsi etnis Rohingya dapat saling bertukar informasi dan berkomunikasi dengan keluarga yang tinggal jauh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun