Mohon tunggu...
Ali Mahfud
Ali Mahfud Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan, politik, sepak bola, dan penikmat es kelapa muda

Alam butuh keseimbangan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Persiapan Menuju Surga

29 November 2019   18:50 Diperbarui: 29 November 2019   19:01 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wallpaperaccess.com

Menjelang kematiannya, lelaki bertubuh ceking itu bertingkah aneh. Dalam keadaan sakit ia meminta ijin pada istrinya untuk sering-sering berhubungan badan. Padahal dokter sudah mewanti-wanti agar tidak terlalu banyak bergerak. Tubuhnya terlalu lemah untuk beraktivitas. Jika prediksi dokter tidak meleset hidupnya tidak akan lama lagi. Hanya hitungan minggu.

Tapi ia memaksa. 

Ia ngotot ingin melakukan itu setiap hari. Sang istri bukannya menolak. Ia juga ada keinginan untuk melakukannya. Namun, rasa cintanya pada suami mendorongnya untuk menolak. Dokter sudah memprediksi sisa umurnya yang tak lagi lama, dan ia masih belum siap berpisah dengan lelaki yang sudah 20 tahun lebih mendampingi hidupnya. Itulah alasan mendasar penolakannya.

Tak ada yang tahu pasti kenapa dia bertingkah sedemikian ganjil. 

Selama hidup, menurut penuturan sang istri, ia jarang sekali mengajak istrinya melakukan "tepuk tangan". Malah lebih sering istrinya yang merayu-rayu. Makanya dua puluh tahun menikah, keduanya cuma dikaruniai satu anak. Sangat berbeda dengan keluarga lain yang jumlah anaknya seperti kontingen Sea Games. 

Selain taat beribadah, lelaki yang sudah setahun lebih menderita penyakit misterius itu juga sosok yang pendiam. Jarang bicara. Kalau bicara hanya seperlunya saja. Padahal, tingkat ke-perlu-an orang tentu berbeda-beda. Waktunya lebih banyak dihabiskan di tiga wilayah: rumah, tempat ibadah, dan lading tempatnya bekerja. Ketekunannya beribadah tak pernah surut meskipun fisiknya pelan-pelan digerogoti oleh penyakit yang tak satu jin botol pun tahu obatnya. Semua serba tiba-tiba.

Tiba-tiba pusing.

Tiba-tiba muntah-muntah.

Tiba-tiba tak punya tenaga.

Tiba-tiba tak punya hasrat untuk "tepuk tangan"

Tiba-tiba semuanya terjadi secara tiba-tiba.

Dasar lelaki baik. Setiap hari ada saja tetangga jauh maupun dekat yang datang menjenguk, menanyakan kabar. Mereka bergantian, ada juga yang berbarengan, menengoknya ke rumah. Sudah seperti apa keadaannya. Apakah membaik atau makin buruk. Namun, harapan orang-orang rupanya tak sejalan dengan kenyataan. Ia yang tadinya bisa bangkit dari ranjang ketika ada tamu datang, tak lagi mampu menegakkan punggungnya. Meskipun hanya sekedar duduk di kasur. Tangan yang biasanya cekatan dan kuat saat bersalaman, tampak tak lagi bertenaga. Penyakit itu seperti lintah yang menyedot habis tenaga dalam tubuhnya.

Beberapa hari sebelum ia tiba-tiba mengajak istrinya "tepuk tangan" setiap hari, ia kedatangan seorang tamu. Kawan jauh katanya. Sang istri tak mengenalnya, tapi tidak dengan dirinya. Ia tersenyum usai menjawab salam dari tamu tersebut. Tamu yang berpakaian syar'i itu datang tak sampai setengah jam. Usai dipersilakan masuk, mereka kemudian berbincang berdua di dalam kamar. Samar-samar dari luar kamar sang istri mendengar beberapa potong kalimat yang dituturkan oleh tamu syar'i tersebut. 

"Siapkan fisikmu dari sekarang. Sebagai imbalan atas kebaikanmu pada sesama, atas tanggung jawabmu pada keluarga dan atas ketekunanmu dalam beragama, tuhan telah siapkan 70 bidadari untuk menemanimu di surga kelak. Manfaatkan dengan baik pemberian tuhan untukmu. Jangan menyia-nyiakannya. Karena bidadari hanya untuk penghuni surga. Ingat, jangan sampe loyo ketika di sana. Itu dosa besar."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun