Mohon tunggu...
Dani
Dani Mohon Tunggu... Penulis - Guru

Dani Setiawan, anak cikal dari dua bersaudara. Lahir di kabupaten Sumedang, Provinsi jawabarat pada tanggal 02 Juli 1999. Kini dia sedang menempuh studi S-1 di Fakultas Pendidikan dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Pada Suatu Hari Ketika Aku dan Tuhan Masih Tertawa

13 September 2021   21:16 Diperbarui: 13 September 2021   21:24 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Jangan melamun!" Tutur-Nya dengan nada mengagetkan.


Yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga, lantas kubenturkan pandanganku pada tubuh-Nya, pada dada-Nya yang lapang. Aku tertegun; hanya tersenyum heran -- masih saja Dia mau menemuiku yang hanya mengingat-Nya ketika aku butuh saja.


Napas terhela, alunan jazz makin menjadi-jadi menyelusup halus pada tiap-tiap tingkap partikel rasa -- rindu, cinta. Pandanganku teralihkan pada salah seorang pelayan cafe yang menghampiri meja kami, dengan santun memberikan menu makanan dan minuman.


"Aku pesan espresso" dengan sigap dia mencatatnya. Dari kedua bola matanya yang bersemangat; aku melihat apa yang ada dipikirannya selama ia bekerja, yaitu anaknya yang masih kecil lagi imut, serta istri berparas ayu.
"Kau mau apa?"tanyaku pada-Nya
"Jus stroberi"
Pelayan itu tak menulisnya, mengatakan bahwa stroberinya sudah habis dan menyarankan menu yang lain.


Karena Tuhan sangat menyukai stroberi, dengan segala Kuasanya, Dia tiba-tiba menumbuhkan pohon stroberi yang sangat subur di atas meja dan seketika itu juga buahnya yang besar-besar juga segar bermunculan ditambah cabang serta ranting yang kian merambah ke sudut caffe membuat rimbun suasana petang itu.
Dengan kaget bercampur kagum pelayan itu bergumam

 "Segala puji bagi-Nya, Tuhan pemilik alam semesta". Dipetik-Nya semua stroberi lalu disuguhkan pada pelayan,
"Ditunggu sebentar, ya" pelayan itu pergi dengan kurva senyum yang agak melengkung beberapa derajat  seraya menggiring semua stroberinya untuk dikudap jus.


Sambil membetulkan posisi duduk, aku bercerita tentang kekasihku; yang bergeming tanpa alinea, surut diantara kata dan makna. Kuceritakan semuanya dan Tuhan menertertawaiku;
Kata-Nya, "Memang cinta selalu bergandengan dengan yang namanya ketololan, dan kau harus menjadi terlihat tolol dulu." Mendengar-Nya tertawa akupun ikut tertawa, dan terdiam seketika setelah aku mendengar kata "tolol" disana.


Aku bertanya pada-Nya; "apakah tolol dan bodoh itu sama? Karena pernah suatu ketika Engkau berkata,

"Aku akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu";  suatu siang, aku dan teman-temanku sedang mengerjakan tugas kelompok, dan saat itu aku tak mengerti dengan tugas tersebut, pertanyaan-pertanyaan banyak kulontarkan pada mereka. Coba tebak! apa yang mereka berikan kepadaku?! Cibiran, hinaan; dari mereka yang berintelektual. Bahkan salah satu dari mereka, seorang gadis berparas cantik dan bola mata bak delima, begitu enteng berkata bodoh lantas menertawaiku dengan nada mengejek. Apakah yang seperti itu yang Kau tinggikan derajatnya?! Tanpa berpikir ucapannya akan menyakiti seseorang. Apa Kau tak mau mencabut perkataan-Mu? Menggantinya dengan "Aku akan mengangkat derajat orang-orang yang berakhlak baik".
Tapi dengan dingin-Nya Dia hanya menjawab "Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".


Bandung, 29 Maret 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun