Dampak korupsi pada perekonomian memberikan kontribusi dalam peningkatan kemiskinan. Alhasil masyarakat miskin sulit mengakses berbagai kebutuhan dasar. Salah satunya kebutuhan dasar yang sulit dijangkau masyarakat miskin yaitu pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Pada tahun 2022 hanya 6% masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan tinggi, jumlah ini tentunya sangat sedikit, padahal untuk membentuk masyarakat yang berkualitas, akses terhadap berbagai tingkat pendidikan harus mudah di jangkau. Mirisnya, lembaga pendidikan juga dijadikan lahan basah untuk melancarkan aksi korupsi. Banyak pejabat lembaga pendidikan yang memanfaatkan posisinya untuk keuntungan pribadi.
Sebagai contoh kasus Rektor Universitas Udayana dan tiga pejabat dibawahnya, melakukan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) dan pungutan liar dana SPI tanpa dasar aturan yang jelas. Atas perbuatan ini negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar 335 Miliar. Jika terus begini, pendidikan tidak lebih dari sekedar lembaga perdagangan, sebab hanya orang berduit yang bisa mendapatkan pendidikan.
Selain pendidikan, akses terhadap kesehatan yang berkualitas juga sulit dijangkau oleh masyarakat miskin. Pelayanan kesehatan yang buruk dapat mengancam nyawa masyarakat, ini dikarenakan peralatan kesehatan dan obat-obatan yang kurang memadai, dan korupsi tetap menjadi masalah utamanya, menurut ICW pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan adalah dua hal yang rawan di korupsi.
Kemudian aspek lain yang menjadi kebutuhan dasar adalah akses terhadap pekerjaan. Pekerjaan yang layak menjadi kebutuhan tiap masyarakat untuk membiayai kelangsungan hidupnya. Hal ini ditegaskan dalam UUD pasal 27 ayat (2) bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak.
Melihat kondisi sekarang, banyak sekali masyarakat yang kesulitan mencari pekerjaan. Tercatat sebanyak 9,77 juta masyarakat yang masih menganggur. Persaingan yang ketat dan banyaknya praktik diluar prosedur seperti sogok menyogok dan jual beli jabatan sangat merugikan masyarakat yang taat prosedur. Ini mengakibatkan ketimpangan sosial, yang kaya mudah mendapatkan pekerjaan, sedangkan yang miskin makin tersingkirkan.
Pembangunan Tidak Merata dan mangkrak
Pembangunan dan infrastruktur menjadi salah satu sektor yang paling banyak di korupsi. Saya ambil contoh kasus korupsi pembangunan BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya. Akibat korupsi, pembangunan tiang pemancar sinyal yang ditargetkan sebanyak 1.200 hanya terpasang 985 tiang, itu pun tidak aktif, yang artinya pembangunan menjadi mangkrak.
Dampaknya sampai sekarang masyarakat yang tinggal di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) masih kesulitan mendapatkan sinyal untuk komunikasi. Proyek pembangunan yang dikorupsi juga dapat mengancam keselamatan publik akibat kualitas bangunan yang buruk dan cepat rusak.
Membentuk Budaya Buruk
Korupsi sudah menjadi hal biasa di Indonesia, diberbagai hierarki pemerintahan masif terjadi gratifikasi, penyogokan, pungutan liar dan berbagai jenis korupsi lainnya. Sikap permisif ini lambat laun menjadi budaya yang mengancam ketahanan nasional dan buruknya tata kelola pemerintahan.
Pemerintahan yang korup akan mematikan proses formal, akibatnya terjadi ketidakstabilan pelayanan masyarakat. Di berbagai institusi sikap korup menyulitkan tata pemerintahan yang baik, karena pengabaian prosedur, penyerapan sumber daya, dan pengangkatan atau menaikkan jabatan bukan karena prestasi. Ini akan memengaruhi ketahanan Nasional dan tata kelola pemerintahan yang baik.