Sudah menjadi ciri khas saya menulis pada awal penulisan judul terdapat nama Pemalang. Tiada maksud apapun melainkan kepedulian tumbuh atas segala kesadaran bahwa saya ada beserta cinta. Suatu momentum krisis filsafat didapati setelah kritisasi mengenai Pemalang dari kejadian-kejadian moralitas, kesalahan pandang masyarakat atau bahkan pemimpin yang bersifat indefferent. Mengapa dan bagaimana seharusnya? Maka dari itulah perspektif filsafat saya mampirkan.
Tidak banyak masyarakat Pemalang mengerti atau memahami filsafat, apalagi dilansir dari esensi filsafat di masa kini yang tersamarkan oleh zaman. Tidak heran jika ada akademisi atau pegiat filsafat sering diberi pertanyaan apa itu filsafat dan tetekbengek-nya mengapa mengambil bidang studi filsafat, dan dianggap begitu asing. Bahkan ada pula yang tiba-tiba memberikan penjelasan filsafat itu ruwet, jlimet, dan bisa dikatakan berjalan menuju tempat yang lebih jauh padahal yang dituju hanyalah depan rumah, artinya kita harus mengelilingi rumah demi tujuan depan rumah itu. Memang benar, tetapi analoginya terlalu jauh mengartikan filsafat hingga menghilangkan nilai gunanya.
Awalnya, filsafat merupakan suatu ajaran yang mewah tidak semua orang bisa memahami. Namun melalui perkembangannya, filsafat membuahkan berbagai jalan keilmuwan ekonomi, hukum, sains, sosiologi, pendidikan dan lain sebagainya, hingga akhirnya menjadikan filsafat suatu ajaran yang tidak banyak orang kenali. Apalagi kungkungan manusia masa kini yang mendasarkan berfikir secara logika dan ekonomi, menjadikan filsafat tersingkirkan karena dianggap sekedar ajaran yang membingungkan dan membuang waktu saja.
Esensinya, filsafat adalah jalan hidup bagaimana manusia memperoleh pengetahuan yang mengatasnamakan kebijaksanaan. Mungkin datang pertanyaan mengapa harus filsafat? Sudah penulis jelaskan di paragraf sebelumnya, jelasnya filsafatlah yang melahirkan berbagai kerangka keilmuwan. Tentu cara bagaimana manusia dahulu memperoleh kerangka keilmuwan tidaklah mudah, harus memandang berdasarkan nilai guna beserta kejadian-kejadian yang diawali dengan perenungan, takjub, dan kesadaran. Dari konsep tersebut, tentu kritis selalu andil dalam kejadian-kejadian adanya kerangka pengetahuan, khususnya Pemalang yang tulen.
Dengan adanya filsafat yang seharusnya, besar kemungkinan Pemalang akan menemukan jati dirinya. Tentu, kota kecil yang selalu dikenal dengan kabar buruknya dan diapit oleh kota-kota besar berkemajuan sudah layaknya menjadi kota filsuf. Teringat buih kata dari Socrates "kalau engkau menikah dengan istri yang baik, kamu akan bahagia, kalau tidak, kamu akan menjadi filsuf". Benar, karena dalam ketidakbaikan ia akan menemukan bertela-tele pertanyaan dan mau tidak mau ia harus menemukan jalan keluarnya. Begitu pula Pemalang, kita tidak bisa diam dalam ketidakmajuan, jalan keluarnya adalah mencari solusi.
PerenunganÂ
Perenungan merupakan sifat utama seorang filsuf menyongsong nilai-nilai pengetauan. Kenapa ada aku, kenapa aku begini, kenapa kita hidup di Pemalang tidak di kota lain yang dikatakan maju. Hakikatnya perenungan selalu dikelilingi oleh pertanyaan-pertanyaan yang cendrung agar memperoleh tujuan. Sedikitnya perenenungan membantu kita menyadarkan apa yang seharusnya kita lakukan untuk Pemalang dan atau pemerintahlah yang seharusnya menggunakan perenungan secara utuh.Â
Merenung tidak sekedar diam, melainkan timbul berbagai pertanyaan-pertanyaan seharusnya digarap melalui kontemplasi. Dalam merenung, potensialnya manusia akan memperoleh kesadaran dengan dasar pertanyaan dan berusaha menemukan jalan keluarnya. Hal ini menjadi penting mengenai kesadaran bahwa kita ada beserta akal, mengapa kita berada di Pemalang? Mengapa pemalang begini? Atau kita berada Pemalang dan apa yang seharusnya kita lakukan? Bahkan ketika kita telah men-value judgement Pemalang yang begini, akankah kita tetap diam?Â
Misalnya, berbagai kejadian yang agak panas bulan-bulan ini. Korupsi, bunuh diri, pembunuhan, bahkan nepotisme yang sudah tulen dilantunkan. Tidak sekedar itu, mayoritas setiap pribadi menginginkan Pemalang yang berkeadilan, majemuk dan ikhlas, namun masih banyak mengingkan serangan fajar untuk memilih. "Aku tidak memilih kalau tidak ada uangnya" marak di telinga mengenai hal tersebut, apa lagi menjelang pemilihan. Tentu merenung dibutuhkan demi mencapai Pemalang yang berkemajuan baik dari pemerintahan maupun masyarakatnya.
Takjub