Mohon tunggu...
Likadarma
Likadarma Mohon Tunggu... Penulis - Lingkar Kajian Kedaerahan Pemalang

Gerbang penggalian nilai-nilai kedaerahan untuk kemajuan pengetahuan Pemalang dan kePemalangan yang tulen.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Merayakan HUT Pemalang ke-448 dengan Keluh Kesahnya

26 Januari 2023   12:39 Diperbarui: 26 Januari 2023   12:53 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedikit abstrak membahas mengenai ulang tahun, tahun yang diulang sekedar angka sekian lama banyaknya atau justru kita diharapkan sama pada keadaan beberapa ulangan tahun sebelumnya. Tidak heran kebanyakan manusia merayakannya dengan riang gembira, walaupun ada beberapa unjuk rasa yang menginginkan adanya perubahan pola pikir agar menuju Pemalang yang sehat. Dua paradoks yang menganga di belakang layar yang sama. Antara merayakan dengan gembira atau berjuang untuk merayakan.

Merayakan HUT Pemalang sudah sewajarnya setiap warga merayakan dengan caranya sendiri, bahkan dengan keluh kesah sekalian, gatal digunjing sistem politiknya yang sekedar meraba namun tiada implementasinya. Atau bahkan geram dengan keadaan yang sama mengikuti alur bertambahnya usia Pemalang yang terlalu lama mereduksi perubahan. Bagi yang tidak tau menau mungkin lebih memilih diam daripada bergerak namun tidak menimbulkan efek, toh nantinya kita tidak mendapat apa-apa sekedar secuil bahagia yang berlaku di waktu itu.

448 tahun waktu yang lumayan lama, lebih lama berlipat ganda dibandingkan umurku yang menginjak 21 tahun. Namun, umur yang lama telah memberikan apa kepada setiap warganya? Cukupkah tempat untuk tidur, sekolah agar pintar dengan batasan akal sehat-nya, atau kloset untuk merenung, namun sebagain itu dibayar melalui pajak. Sedikit ingat ungkapan dari mantan presiden Amerika Serikat John Kennedy "Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kemu berikan kepada negara". Ungkapan tersebut mungkin berlaku bagi negara maju dan tidak ada lagi sistem nepotis atau hal-hal berbau orang dalam.

Prostitusi yang mengakibatkan demo demi keamanan warganya, malahan terjadi tepat di usia ulang tahun Pemalang kemarin. Masalahnya, sebenarnya kita merayakan apa? Kehidupan yang belum sepenuhnya gacor, masih banyak endapan keluh kesah warganya, hingga satir menyatakan "Wisata Jeglongan Sewu" yang disebabkan banyaknya genangan air yang meraba di setiap jalanan. Anggap saja karena banyaknya jalan berlubang sehingga warga geram. Kemudian, kita dipaksa merayakan ulang tahun kota, sedangkan keadaan sedang dianggap tidak baik-baik saja.

Layakah kita merayakan ulang tahun Pemalang dengan keadaan masih diambang kesedihan? Jika sekedar ulang tahun, mungkin seharusnya tidak usahlah, dari pada akan ada anggapan air mata di kota yang bahagia. Jika demi budaya yang dipentaskan di jemari alunan kota, mengapa mereka meninggalkan sampahnya? Apakah itu merupakan salah satu budaya kita? Sehingga pantas kita praktikan di depan orang-orang ber-seragam. Sedia tong sampang sebelum ada sampah, bukan sekedar sedia panggung sebelum pentas.

Tidak enak rasanya menjelaskan seluruh keluh kesahnya, ada nyawa yang perlu hidup dan ada bangku di pojokan kamar yang masih menjadi wilayah Pemalang. Semoga cukup sampai di sini keluh kesah dari hati yang murni hitam ini. 

Namun, segala perbincangan politik akan terus segar jika didiamkan, karena ia tidak butuh makan hanya butuh kuasa dan nama. Dan pertanyaan besar dalam politik, kapan kita berkuasa? Buka sampain kapan Pemalang seperti ini? Apa lagi jika memandang perbedaan yang tidak dapat dipersatukan sekedar fakultas yang ingin berkuasa di dalam sistem universitas. Tidak ada politik yang bersih.

Mana lagi ulang tahun yang dikeluh kesahkan, manusia yang selalu berganti tahun tetapi belum mewujudkan impian? Lowongan kerja sebagain manusia adalah impiannya, dan harapannya gubernur bisa mengabulkan segala yang dianggap sebagai cara menuju impian itu. Atau mungkin ikhlas memang sudah seharusnya selogan yang ada di dalam setiap benak warganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun