Hal ini menjadi praktik buruk dalam proses legislasi. Publik akan semakin bertanya, mengapa undang-undang yang memang publik inginkan sulit diketok. Misalnya UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang butuh waktu lama. Bahkan publik harus turun ke jalan agar undang-undang itu disahkan.
Contoh lain dari undang-undang yang mandeg adalah undang-undang perampasan aset dan undang-undang pekerja rumah tangga. Keduanya masih mandeg dalam beberapa periode.Â
Akan tetapi, undang-undang yang berbau kepentingan politis bisa diselesaikan dengan cepat. Tentu ingatan publik akan kembali saat aksi peringatan darurat kemarin. DPR bisa mengubah UU Pilkada hanya dalam waktu semalam.
Begitu juga dengan UU Kementerian yang berbau politis, tanpa berlama-lama undang-undang tersebut disahkan. Melalui Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008, dalam Pasal 15 disebutkan jika jumlah kementerian disesuaikan dengan kebutuhan presiden.
Artinya dengan mengacu pada pasal itu, presiden memiliki kebebasan dalam menentukan jumlah kementerian. Frasa sesuai kebutuhan presiden jelas subjektif presiden. Presiden bisa saja membentuk kabinet gemuk atau kabinet ramping. Yang jelas, dalam aturan terbaru tidak ada pembatasan jumlah kabinet.
Dengan adanya pasal tersebut, sejumlah nomenklatur kementerian dipecah. Kini jumlah kementerian di pemerintahan Prabowo-Gibran adalah 48. Tidak hanya itu, para menteri itu memiliki wakil. Tak hanya satu, untuk beberapa pos kementerian bisa memiliki dua wakil menteri.
Jadi, jumlah menteri dan wakil menteri yang akan membantu pemerintahan Prabowo-Gibran adalah 109 orang.
Dengan kebebasan menentukan kebutuhan kementerian, akan ada perubahan nomenklatur. Misalnya ada Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Kemasyarakatan yang merupakan pecahan dari Menkopolhukam.
Kemenkumham pun dipecah menjadi Kementerian Hukum dan Kementerian HAM. Imigrasi dan Kemasyarakatan yang sebelumnya menjadi bagian Kemenkumham berdiri sendiri menjadi Kementerian Imigrasi dan Kemasyarakatan.
Pemecahan kementerian juga terjadi di sektor pendidikan. Pada sektor ini, di era pemerintahan sebelumnya, pendidikan, kebudayan, dan riset di-merger menjadi satu menjadi Kemendikbudristek.
Akan tetapi, pada era Prabowo-Gibran kementerian tersebut dipecah menjadi tiga yaitu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi, dan Kementerian Kebudayan.