Debat keempat capres/cawapres telah dilaksanakan pada hari Minggu (21/01/2024). Debat kedua cawapres kali ini mengusung tema lingkungan hingga, agraria, hingga masyarakat adat.Â
Dalam paparan visi dan misi, baik Cak Imin dan Pak Mahfud sama-sama menyoal program food estate yang digagas oleh Kemhan. Secara garis besar, food estate dinilai gagal oleh Cak Imin dan Pak Mahfud.Â
Sementara Gibran masih membawa narasi hilirisasi. Mulai dari nikel hingga pertanian.Â
Debat mulai panas ketika memasuki sesi menjawab pertanyaan dari panelis. Misalnya Gibran yang menyindir Cak Imin soal "catatan" dan sindiran itu dijawab oleh Cak Imin jika Gibran mengulang apa yang disampaikan Cak Imin.Â
Di sisi lain, Cak Imin pun sempat menyindir Pak Mahfud soal catatan Mahkamah Konstitusi.Â
Jawaban dari paslon secara garis besar belum memuaskan. Terutama soal agraria. Gibran misalnya menjawab soal ketimpangan lahan dengan cara PTSL, redistribusi hingga bank tanah.Â
Sementara Pak Mahfud jauh lebih kompleks karena berdasarkan pengalaman. Dari pengalaman saya mengikuti program Live In LBH Bandung di Cilawu, Garut, Â masalah agraria memang kompleks.Â
Konflik masyarakat adat dengan perkebunan teh memang konflik. Tujuan awal UU PA memang sedari awal adalah mengembalikan kepentingan untuk masyarakat umum.Â
Dalam praktiknya, hutan adat yang notabene menjadi lahan pertanian warga sejak dulu beralih fungsi menjadi HGU dan masyarakat yang sudah berococok tanam di sana kehilangan lahan.
Masalah di Cilawu timbul setelah HGU habis dan tidak diperpanjang. Seharusnya tanah tersebut kembali menjadi tanah yang dikuasi oleh negara dan negara memiliki kewajiban untuk memberikan manfaat seluasnya pada masyarakat.Â
Tapi, di lapangan tidak demikian. Ketika HGU habis, masyarakat yang ingin berococok tanam di tanah mereka dulu, justur mendapatkan diskriminasi dengan dalih melanggar UU Perkebunan. Padahal, HGU telah habis. Inilah konflik agraria yang sering muncul.Â
Jadi, PTSL bukan solusi untuk menyelesaikan masalah ini. Sehingga benar apa yang dikatakan oleh Pak Mahfud jika banyak HGU yang habis tapi eksekusi di lapangan sulit karena banyak alasan.Â
Inilah yang membedakan Pak Mahfud dan Gibran. Gibran menjawab teks book, tapi Pak Mahfud menjawab berdasarkan yang terjadi di lapangan.Â
Yang saya sayangkan dari debat semalam adalah strategi Gibran pada saat sesi tanya jawab. Padahal, moderator dengan tegas jika memakai terminologi asing harus dijelaskan.
Tapi, ketika Gibran bertanya soal greenflation pada Pak Mahfud tidak dijelaskan sama sekali. Pada momen ini, Pak Mahfud sempat menyinggung soal aturan debat.Â
Lalu, Gibran dengan entengnya menjawab jika ia tidak menjelaskan greenflation karena Pak Mahfud adalah seorang profesor. Dalam pikiran Gibran, "masa profesor gak tahu istilah itu."
Poin yang ingin saya sampaikan adalah bukan pada gelar profesor, tapi soal aturan yang sudah jelas dilanggar oleh Gibran tentang penggunaan terminologi asing.Â
Perlu diketahui, yang menonton debat adalah masyarakat umum. Ini adalah forum gagasan. Gagasan yang sulit seharusnya disederhanakan oleh paslon agar sampai pada semua kalangan.Â
Jangan memberikan jawaban yang seolah-olah ingin menjebak lawan. Ini adalah forum debat bukan adu tebak-tebakan.Â
Setelah itu, Pak Mahfud menjawab pertanyaannya Gibran dan memberikan contoh tentah recycle hingga emisi.Â
Gibran lalu menanggapi dengan gestur mencari sesuatu, lalu ia berkata, "saya sedang mencari jawaban Prof Mahfud."
Bagi saya gestur tersebut tidak perlu. Toh jika memang tidak menjawab, langsung saja tidak perlu dengan gestur seperti itu.Â
Yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah gestur tersebut terlahir spontan atau tidak? Atau ini menjadi kesatuan strategi dari greenflation yang sengaja tidak dijelaskan itu?Â
Apa pun alasannya, gestur tubuh seperti itu tidak pas dibawa ke dalam forum debat yang tujuannya untuk adu gagasan. Saya sebagai masyarakat menilai gestur itu seolah merendahkan gelar profesor yang disandang oleh Pak Mahfud.Â
Sekali lagi, debat berbicara pada level kebijakan. Bukan teknis atau definisi-definisi. Pada level inilah gagasan paslon diuji dan dinilai oleh publik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H