Hari Senin (8 Mei 2023) kemarin, lima organsiasi profesi kesehatan yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menggelar aksi damai menolak RUU Kesehatan di kawasan Monas, Patung Kuda, hingga Gedung Kementerian Kesehatan.
Dalam aksi damai itu, sejumlah anggota profesi kesehatan meminta agar pembahasan RUU Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law itu dihentikan.
Hal itu dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan permasalahan kesehatan hari ini. Selain itu, pembahasannya dinilai terburu-buru.
RUU Kesehatan merevisi dan mencabut beberapa undang-undang termasuk  UU BPJS. Sejak awal, RUU Kesehatan memang menuai kritik khususnya dari organisasi profesi kesehatan.
Hal itu karena RUU Kesehatan dinilai mengganggu perlindungan hak masyarakat dan organisasi profesi kesehatan. Pemerintah melalui RUU Kesehatan dinilai bisa menghapus eksistensi unsur organisasi profesi kesehatan.
Padahal, organisasi profesi kesehatan bisa memberi perlindungan pada masyarakat dan sudah diatur dalam undang-undang.
Selain itu, ada beberapa pasal yang dinilai kontroversi. Misalnya terkait pasal aborsi.
Di dalam aturan sebelumnya, usia maksimal kehamilan untuk aborsi adalah 8 minggu. Dalam RUU ini, aborsi dibolehkan hingga 14 minggu di mana janin sudah terbentuk. Tentu ini dinilai bukan kategori aborsi, tapi pembunuhan janin.
Di luar itu, masih ada beberapa pasal dalam RUU Kesehatan yang dinilai kontroversi. Salah satunya adalah pasal yang mengatur produk tembakau masuk ke dalam kategori zat adiktif.
Produk tembakau
Dalam RUU Kesehatan, terdapat pasal kontroversi yang menyinggung soal rokok dan narkotika yang diatur dalam Pasal 154.
Pasal tersebut menyebut bahwa rokok merupakan zat adiktif di mana hasil tembakau bersama dengan narkotika dan psikotoprika. Secara tidak langsung, maka rokok masuk ke dalam kategori narkotika.