Banyak pesepak bola yang kehilangan pekerjaan. Di sisi lain, Timnas Indonesia pun tidak bisa tampil di ajang internasional karena sanksi ini.
Akibatnya, peringkat kita jauh merosot. Kini, asa itu ada setelah Timnas Indonesia menunjukkan progres. Salah satunya kita berhasil lolos ke Piala Asia melalui babak kualifikasi. Setelah 17 tahun absen, kita akhirnya mentas lagi di Piala Asia.Â
Lebih spesialnya lagi, kita tampil lewat jalur kualifikasi bukan sebagai tuan rumah seperti dulu. Jika sanksi itu terjadi, maka jelas Piala Asia hanya angan-angan.Â
Punggawa garuda hanya gigit jari. Perjuangan yang berdarah-darah di Kuwait 2022 lalu harus dibayar mahal dan sia-sia.
Pada akhirnya, Israel tetap bermain di Piala Dunia karena mereka lolos lewat jalur kualifikasi. Kita yang lolos via jalur tuan rumah hanya bisa gigit jari karena tidak bermain.
Pun begitu, jika Indonesia terkena sanksi, Israel dan Palestina akan tetap asyik main bola. Sementara kita merana, hanya gigit jari.Â
Selain itu, gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia telah memupuskan mimpi anak-anak muda kita yang ingin tampil di ajang tersebut.Â
Kekecewaan muncul dari anak-anak muda tersebut. Hal itu bisa dilihat dari pernyataan mereka di snapgram pribadinya.Â
Misalnya pernyataan Hokky Caraka yang menyebut "memperjuangkan negara lain tapi harus mengorbankan mimpi anak bangsa." Tentu itu suatu ironi.Â
Bahkan, lolos via jalur tuan rumah pun kita tidak mampu. Sungguh miris. Ini jadi preseden buruk bagi sepak bola Indonesia. Pepatah Prancis mengatakan, Â "L'histoire se repete," sejarah berulang.
Ya, kita telah mengulang sejarah seperti yang dilakukan oleh Bung Karno dulu. Akibatnya pun sama, Indonesia dibayangi sanksi. Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab?Â