Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Pentingnya Transparansi Harta Kekayaan Pejabat Dibanding Larangan Pamer Harta

14 Maret 2023   12:00 Diperbarui: 15 Maret 2023   09:02 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus penganiayaan terhadap David Ozora yang dilakukan Mario Dandy Satrio, anak Rafael Alun Trisambodo, eks pejabat pajak rupanya merembet pada sektor lain, yakni gaya hidup mewah. 

Sebelumnya, Mario disorot oleh warganet karena gaya hidup mewahnya. Sebut saja saat mengendarai motor gede (moge) dan rubicon. Selain itu, warganet juga bertanya terkait asal-usul harta kekayaan tersebut. 

Belakangan diketahui harta kekayaan Rafael fantantis, yakni Rp56 miliar. Bahkan harta Rafael lebih banyak dihanding Sri Mulyani yang tak lain adalah atasannya di Kemenkeu. 

Rafael juga tercatat memiliki aset seperti rumah dan tanah dengan jumlah besar. Banyak yang bertanya darimana asal harta tersebut. Apalagi, jika dikalkulasikan dengan gaji yang diterima, untuk bisa mencapai jumlah harta tersebut sangat lama. 

Selain Rafael, gaya hidup mewah pejabat atau anak pejabat mulai diendus dan dikuliti warganet. Sebut saja gaya hidup mewah Atasya Yasmine, anak Adhi Pramono, pejabat bea cukai Makassar. 

Belum lama ini, media Instagram heboh dengan outfit yang dikenakan oleh Atasya. Outfit yang dikenakan dari ujung rambut sampai ujung kaki tersebut memliki nilai yang besar. 

Anak pejabat yang pamer kemewahan. | Foto: KOMPAS.COM
Anak pejabat yang pamer kemewahan. | Foto: KOMPAS.COM

Jepit tambut yang dikenakan Atasya yang bermerek Versace ditaksir seharga Rp 2,5 juta. Kemudian baju yang dikenakan bermerek Beleciaga ditaksir seharga Rp. 22 juta. Celana yang dipakai pun ditaksir seharga Rp. 1 juta. 

Jadi, outfit yang dikenakan Atasya dari ujung rambut sampai ujung kaki kira-kira Rp. 25 juta rupiah. 

Belakangan, harta ayah Atasya yakni Adhi Pramono juga tidak wajar. Dalam LHKPN, harta Adhi tercatat Rp. 13, 7 miliar.

Selain pejabat di Kemenkeu, ASN di Kementerian ATR/BPN juga disentil oleh warganet. Dia adalah Sudarman Harja Saputra yang menjabat sebagai Kepala BPN Jakarta Timur (Jaktim). 

Hal itu diketahui setelah istrinya pamer kekayaan di media sosial. Vidya Piscarista, sang istri memamerkan kemewahan di depan Menara Eiffel, Paris.

Bahkan, gaun yang dikenakan istri Sudarman Harja Saputra tersebut diduga keluaran brand Elli Saab dengan harga 7.000 USD atau Rp108 jutaan. Selain gaun, anting, dan tas yang dipakai Vidya juga mahal. 

Imbauan

Melihat anak buahnya yang hobi pamer kekayaan (flexing) di media sosial, Sri Mulyani mengimbau agar pejabat ASN di Kemenkeu agar tidak pamer kekayaan.

Sri Mulyani menyebut jika hal tersebut hanya akan menimbulkan gesekan di masyarakat. Sejurus dengan itu, Sri Mulyani juga membubarkan klub moge di Kemenkeu. 

Imbasnya adalah pejabat yang pamer kekayaan tersebut dicopot dari jabatannya. Bahkan Rafael Alun sendiri dipecat secara tidak hormat karena harta yang tidak wajar tersebut. 

Sementara Menteri ATR/BPN menyebut akan menindak tegas anak buahnya yang doyan pamer kekayaan. Melihat fenomena flexing pejabat, pemerintah hingga BUMN mengeluarkan sikap senada. Yakni melarang pegawai pamer kemewahan. 

Di lingkungan Kementerian Perhubungan imbauan untuk tidak pamer harta termaktub dalam Surat Edaran (SE). 

SE juga dikeluarkan di BUMN terkait larangan pegawai pamer kemewahan di antaranya PT PLN (Persero) dan PT Pelabuhan Indonesia/Pelindo (Persero).

Jajaran BUMN dilarang memperlihatkan kemewahan atau sikap gaya hidup berlebihan (glamour) karena dinilai dapat menimbulkan kecemburuan sosial.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo juga menyentil ASN yang hobi pame harta. Ke depannya, para ASN ini diharapkan hidup sederhana agar tidak terjadi kecemburuan sosial. Tapi, apakah itu akan efektif? 

Transparansi keuangan

Pamer kekayaan alias flexing yang dilakukan oleh keluarga pejabat ASN memunculkan tanda tanya. Harta tersebut berasal darimana? 

Mengimbau agar hidup sederhana bukan jawaban terkait maraknya kekayaan tak wajar. Pemerintah salah membaca fenomena ini. 

Publik justru meminta agar ada transparansi harta kekayaan pejabat. Menyuruh pejabat untuk tidak pamer tidak menyelesaikan masalah. 

Mungkin saja para pejabat tersebut tidak pamer di media sosial, tapi mereka tetap menikmati harta yang entah didapat secara legal atau tidak. Melarang pamer harta jelas tidak cukup. 

Publik ingin tahu para pejabat tersebut memperoleh harta yang tidak wajar itu darimana. Apakah didapat secara legal atau tidak. Inilah yang harus ditekankan bukan melarang untuk pamer.

Jika akar masalahnya seperti korupsi atau TPPU tidak dibenahi, bisa jadi para pejabat tersebut hidup sederhana tapi perilaku melawan hukum tersebut tetap dilakukan. 

Untuk itu, pamer harta kekayaan adalah tindak lanjut dari cara memperoleh harta yang janggal tersebut. Harusnya yang diimbau atau dilarang adalah perilaku tak bermoral tadi.

Meski secara tegas undang-undang melarang, faktanya perilaku korupsi bisa dilakukan secara masif bahkan berjamaah sehingga tidak tercium. 

LHKPN adalah salah satu kontrol agar pejabat tidak korup. Faktanya, ada juga yang melaporkan sebagian hartanya ke KPK sementara sisanya tidak. 

Misalnya untuk kasus Rafael Alun, di dalam LHKPN tercatat Rp. 56 miliar. Tapi, dalam penemuan PPATK, tercatat ada transaksi janggal atas nama Rafael Alun dengan nilai Rp. 500 miliar. 

Selain itu, sebelum rekeningnya diblokir PPATK, Rafael Alun sempat bolak-balik deposit box yang nilainya juga tidak sedikit. Hal itu disampaikan oleh Mahfud MD. 

“Beberapa hari sudah bolak-balik tuh dia ke berbagai deposit box itu. Terus pada suatu pagi, dia datang tuh ke bank membuka itu, langsung diblokir oleh PPATK,” kata Mahfud

Belum lagi, Mahfud MD juga menyebut jika ada transaksi tidak wajar di tubuh Kemenkeu sebesar Rp300 trilun. Mahfud menegaskan jika itu adalah pencucian uang. 

Sementara pencucian uang adalah tindak pidana berlanjut. Artinya ada pidana awal terlebih dahulu sebelum uang tersebut dicuci. Bisa jadi, harta yang diperoleh itu hasil dari korupsi kemudian dicuci agar tidak terdeteksi. 

Yang jelas, dalam pencucian uang, harta yang diperoleh dengan cara-cara ilegal termasuk salah satunya korupsi. Perilaku inilah yang harus ditekan, bukan pamer harta. 

Jika perilaku korup tersebut hilang, saya yakin mereka tidak akan pamer harta atau hidup mewah. Sekali lagi, pamer harta adalah tindak lanjut dari "cara-cara pejabat memperoleh uang" dengan jalan ilegal. Maka, akar masalahnya adalah bukan di flexing tapi pada perilaku korup. 

Lebih penting lagi adalah pengawasan dari intenal mau pun eksternal. Sejauh ini, pengawasan sendiri tidak berjalan dengan baik. Dalam kasus Rafael Alun, sebenarnya hal ini sudah dilaporkan sejak tahun 2012 lalu. 

Tapi, mengapa baru sekarang diungkit? Itu berarti pengawasan antara internal kementerian atau eksternal tidak berjalan dengan baik. Jika pengawasan tersebut berjalan, saya kira tidak akan terjadi hal korup di lingkungan pemerintahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun