Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Thomas Doll Sebut Shin Tae-yong Seperti Badut karena Jadi Bintang Iklan

11 Februari 2023   20:38 Diperbarui: 11 Februari 2023   20:52 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Thomas Doll dan Shin Tae-yong masih belum akur. Kali ini, pelatih asal Persija itu menyindir Shin Tae-yong seperti badut karena menjadi bintang iklan. 

Pelatih Persija Jakarta, Thomas Doll dan pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong masih belum akur. Asal mulanya karena Shin Tae-yong meminta Persija Jakarta melepas peamainnya untuk TC jelang Piala Dunia U-20.

Polemik TC dan pemanggilan pemain oleh Shin Tae-yong belakangan menjadi polemik. Hal itu karena momen tersebut tidak pas lantaran kompetisi Liga 1 masih berjalan. 

Apalagi mayoritas pemain yang dipanggil adalah pemain muda yang menjadi pemain penting di klub. Persija Jakarta merupakan tim yang cukup dirugikan dengan TC ini. 

Hal itu karena para pemain muda macan kemayoran itu kerap menjadi pemain inti. Itulah yang membuat Thomas Doll merasa aneh dengan TC yang dilakukan oleh SYT. 

Selain Thomas Doll, Bernardo Tavarez, pelatih PSM Makassar juga pernah mengeluarkan hal senada. Baginya, pemain muda butuh kompetisi, bukan TC. 

Manajemen Persija mencoba menjalin komunikasi dengan pelatih Shin Tae-yong guna mencari jalan keluar terkait hal ini. Tapi, perseteruan antara Shin Tae-yong dan Thomas Doll kian memanas.

Pelatih asal Jerman itu menyebut STY bak badut karena menjadi bintang iklan. Hal itu disampaikan Doll saat konferensi pers jelang melawan Arema FC. 

"Jujur, saya pikir dia tidak bisa serius. Ketika saya melihat publisitasnya di televisi, ini terlihat seperti badut," ujar Thomas Doll

Shin Tae-yong sendiri sejak menjabat sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia mendapat popularitas cukup tinggi. Apalagi, sepak bola adalah olahraga populer di tanah air.

Belum lagi, STY adalah orang Korea Selatan yang mana kebudyaan Korea tengah melejit di tanah air. Untuk itu, tak heran dengan popularitas itu STY menadapat tawaran iklan cukup banyak. 

Akan tetapi, di balik perseteruan antara Thomas Doll dan STY kita dapat mencari benang merahnya. Salah satunya adalah kompetisi usia muda di tanah air yang tidak berjalan dengan baik. 

Bagi saya, kondisi Shin Tae-yong dan Thomas Doll memiliki alasan yang kuat. STY melihat TC adalah bagian yang penting karena pemain muda Indonesia jarang mendapat menit bermain di klub. 

Sebaliknya, Thomas Doll menilai jika pemain muda tidak butuh TC, tapi kompetisi. Hal itulah yang dipraktikan oleh Doll. Ia dikenal sebagai pelatih yang berani memainkan pemain muda di Liga 1.

Di balik itu semua, PSSI selaku induk organisasi sepak bola nasional seharusnya merasa terpukul. Seharusnya, liga berjalan berjenjang, tidak hanya untuk level senior tapi termasuk juga untuk kelompok umur. 

Di liga kelompok umur itulah pemain muda akan mendapat menit bermain lebih. Memang benar jika ada regulasi yang mengharuskan klub untuk memakai pemain muda agar mendapat menit bermain.

Tapi, tidak semua pelatih berani mengambil risiko itu karena tekanan dari suporter atau manajeman tinggi. Jadi, dibandingkan memainkan pemain muda, lebih baik memainkan pemain senior yang memiliki pengalaman. 

Memasukkan pemain muda seperti itu bak hanya formalitas untuk memenuhi aturan saja. Seharusnya, komepetisi di level junior harus diperbanyak guna memberi jam terbang bagi pemain muda. 

Hal itu bisa dimulai dengan Liga U-16, U-19 dan U-20. Di kompetisi itulah para pemain muda mendapat jam terbang, bukan hanya membuat aturan agar klub memainkan pemain muda.

Pemain muda butuh kompetisi, aturan yang mengharuskan pemain muda main di Liga 1 saja tidak cukup. Butuh kompetisi berjenjang untuk memberi menit bermain bagi pemain muda. 

Sehingga kejadian antara Thomas Doll dan STY tidak terulang. Bagi saya, ini adalah tamparan keras bagi PSSI. Selain itu, kompetisi bola kita tidak banyak, hanya terfokus pada liga tanpa ada kompetisi domestik lain. 

Seharusnya ada kompetisi lain seperti Copa, Piala Ciki, atau Piala laiinnya. Hal itu guna memberi jam terbang alternatif bagi pemain muda karena kompetisi itu tidak memiliki tekanan besar seperti liga. 

Jadi, para pelatih pun tidak akan ragu memainkan pemain muda. Sayangnya, kompetisi pramusim seperti Piala Presiden dijalankan, tapi Piala Indonesia yang sudah mati suri dan menjadi alternatif lain bagi pemain muda justru tidak dihidupkan lagi. Ironis memang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun