Hal ini bisa dimulai dengan merevisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Bisa saja jabatan gubernur diberi kewenangan yang lebih fungsional bukan hanya sekadar penyambung pusat dan daerah.Â
Meski begitu, dalam UU No. 23/2014 pun pemerintah daerah yakni gubernur, bisa dilibatkan dalam urusan pemerintah pusat. Misalkan dalam urusan pemerintah absolut, dalam Pasal 10 disebutkan jika pemerintah dapat melaksanakannya sendiri atau melimpahkan kepada gubernur berdasarkan asas dekosentrasi.Â
Artinya, gubernur bukan hanya sekadar penyambung pusat saja, ia juga bisa menjadi tangan kanan pemerintah pusat dengan turut serta melaksanakan urusan pemerintah pusat.Â
Jadi, bagi saya jika ingin memberi fungsi yang jauh lebih strategis pada gubernur, maka tata kelola pemerintahannya yang harus dievaluasi, bukan menghapus jabatannya.
Perlu diketahui, jabatan gubernur tak lain adalah salah satu untuk membentuk karakter pemimpin naisonal. Kita tahu, masa kepemimpinan di daerah khsusnya gubernur menjadi tolak ukur untuk calon presiden.Â
Bahkan, Pak Jokowi pun pernah menjadi orang nomor 1 DKI Jakarta sebelum menjadi presiden. Menghapus jabatan gubernur jelas hanya akan menimbulkan masalah lain, khususnya dalam otonomi daerah dan amandemen UUD 1945.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H