Misalnya, anggota dewan ditentukan 500 orang, maka wilayah negara harus dibagi menjadi 500 distrik. Nantinya satu distrik hanya akan diwakili oleh satu wakil rakyat. Di dalam sistem proporsional, daerah pemilihan (dapil) bisa diwakili oleh beberapa wakil rakyat.Â
Sebagai ilustrasi, di distrik 1 terdapat tiga calon wakil rakyat yakni A, B, da C. A mendapat suara 10.000, B mendadapat suara 8.000 dan C mendapat suara 5.000, maka yang berhak lolos ke parlemen adalah A karena ia memperoleh suara terbanyak.Â
Tentu dari sisi hitung-hitungan secara matematika, maka sebenarnya sistem distrik jauh lebih sederhana. Berbeda dengan sistem hare proporsional yang mana jika ada suara lebih maka bisa diberikan kepada calon lain.Â
Untuk itulah mengapa sistem ini disebut sebagai sistem mayoritas karena hanya pemenang dengan suara terbanyak yang akan lolos ke parlemen.Â
Meski begitu, sistem distrik memiliki keunggulan. Salah satunya adalah pemilih sudah tahu betul dengan wakil rakyat yang akan dipilihnya. Artinya kedekatan antara pemilih dan calon wakil rakyat sangat kuat.Â
Sehingga orang yang akan menjadi wakil rakyat dinilai bisa memperjuangkan wilayahnya dengan baik karena tahu betul kebutuhan apa saja yang harus dipenuhi.Â
Beda dengan sistem proporsional terbuka di mana pemilih tidak mengenal sama sekali calon wakil yang akan dipilih. Maka biasanya pemilih akan memilih calon berdasarkan popularitas saja tidak peduli apakah ia kompeten atau tidak.Â
Artinya masih ada jarak antara pemilih dan calon wakil rakyat. Dengan kata lain, hubungan emosional pemilih dan calon wakil rakyat tidak sekuat sistem distrik.Â
Lantas, meski jauh lebih sederhana dari sistem proporsional, apakah sistem ini cocok menjadi poros ketiga? Di Indonesia sistem distrik tidak cocok. Hal itu karena masyarakat Indonesia sangat plural.Â
Tidak cocok
Masyarakat Indonesia sangat beragam. Entah dari sisi budaya, suku, hingga agama. Maka keterwakilan wakil rakyat di parlemen harus mewakili entitas tersebut.Â
Jika sistem distrik dipakai di Indonesia, maka suara minoritas tidak akan terakomodasi. Jika hanya ada satu wakil rakyat yang terpilih, tentu wakil rakyat tersebut hanya akan mewakili aspirasi pemilihnya saja.Â