Piala dunia tidak lepas dari kontroversi dan drama. Namun kontroversi dan drama itulah yang membuat setiap edisi Piala Dunia akan selalu dikenang.Â
Contoh kontroversi paling terkenal adalah gol tangan Tuhan Diego Maradona ke gawang Inggris pada tahun 1986 silam. Dalam tayangan ulang, terlihat Maradona memakai tangannya untuk memasukkan bola ke dalam gawang.
Akan tetapi wasit tetap mengesahkan gol tersebut. Pada tahun tersebut, teknologi tidak secanggih saat ini sehingga wajar jika kontroversi gol tersebut terjadi. Hal itu karena pada zaman itu tidak ada yang namanya VAR.Â
Pada Piala Dunia 2010 juga keputusan kotroversi lahir. Saat itu ketika Jerman bersua Inggris pada fase gugur, Frank Lampard berhasil melepaskan tembakan ke gawang Neur.Â
Dalam tayangan ulang, terlihat bola sudah melewati garis gawang. Namun wasit tidak mengesahkan gol Lampard tersebut. Padahal jika disahkan maka kedudukan akan imbang 2-2.
Karena kontroversi itulah akhirnya FIFA memakai bantuan teknologi agar prinsip fair play tercipta di lapangan. Harapannya teknologi akan membantu kekurangan wasit dalam memimpin laga sehingga drama dan kontroversi bisa dihindari.Â
Kemudian muncul teknologi gol garis gawang. Tentu wasit memiliki keterbatasan jarak pandang apakah bola yang dicetak Lampard itu sudah melewati garis sepenuhnya atau tidak.Â
Teknologi ini sejatinya dibuat untuk meringankan kinerja wasit. Jika bola sudah melewati garis gawang maka akan ada sensor yang masuk ke jam tangan wasit. Sehingga perdebatan terkait gol bisa dihindari.Â
Teknologi lain yang dipakai untuk membantu wasit adalah VAR. Tidak hanya sekadar bola yang melewati garis gawang, akan tetapi sepertinya pengadil lapangan kembali memerlukan bantuan teknologi yakni VAR.Â
Nah teknologi ini dibuat agar keputusan yang diambil wasit lebih adil. Misalnya keputusan offside atau terkait penalti. Artinya pemain bisa meminta challenge layaknya badminton untuk memprotes keputusan wasit yang tidak sesuai.Â