Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mampukah Food Estate Hadapi Ancaman Krisis Pangan?

19 November 2022   07:29 Diperbarui: 21 November 2022   15:13 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Krisis pangan adalah salah satu ancaman yang akan dihadapi di masa depan. | Sumber: kompas.com

Jika melihat dari fungsi hutan tersebut, maka rasanya tidak mungkin untuk beralih fungsi menjadi perkebunan singkong. Akan tetapi, pemerintah justru mengeluarkan regulasi untuk mempermudah proyek tersebut. 

Salah satu regulasi tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional (PSN). PP ini adalah aturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. 

Seperti yang diketahui, kemunculan undang-undang sapu jagat ini tak lain untuk mempermudah perijinan. Sejurus dengan itu, kemudian muncul regulasi lain yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendukung program food estate. 

Salah satu kawasan hutan di Kalimantan Tengah. | Sumber: Greenspace
Salah satu kawasan hutan di Kalimantan Tengah. | Sumber: Greenspace

Regulasi tersebut adalah Peraturan Menteri Linkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan Untuk Pembangunan Food Estate. 

Menurut Greenspace, jika program ini terus dilanjutkan bukan tidak mungkin sebanyak 3 juta hektare hutan akan habis. Tentu hal itu sangat kontradiksi dengan upaya pemerintah yang getol mengampanyekan krisis iklim. 

Apa yang dilakukan oleh pemerintah hanya akan memperparah kondisi iklim dan terus melanggengkan deforestasi hutan. Nyatanya program tersebut justru gagal dan terbengkalai. Salah satunya di kawasan Gunung Mas Kalimantan Tengah.


Lahan yang tadinya akan menjadi lumbung pangan justru berakhir tragis. Bahkan pohon singkong yang disebut akan menjadi penyelamat krisis pangan itu enggan tumbuh. 

Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah dampak lingkungan. Sejak 2021 lalu, 8 kawasan di Kalimantan Tengah terendam banjir. Hal itu karena kawasan lahan gambut yang seharusnya menjadi serapan air justru beralih menjadi kebun singkong. 

Itu sebabnya pembangunan food estate ini sangat antroposentris. Artinya hanya mementingkan kepentingan manusia tanpa melihat dampak lingkungan yang akan terjadi. Seharusnya pembangunan tersebut memerhatikan aspek ekologis. 

Hal itu karena jika memposisikan manusia dala rantai tertinggi, bukan tidak mungkin akan berdampak pada keberlangsungan lingkungan itu sendiri. Sehingga keadilan ekologis tak terpenuhi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun