Piala Dunia pertama yang saya tonton dan masih diingat adalah edisi tahun 2010 di Afrika Selatan. Beberapa bulan sebelum dimulai, atmosfernya begitu terasa.
Apalagi beberapa lagu saat itu begitu terngiang-ngiang. Tentu lagu Waka Waka yang dinyanyikan oleh Shakira akan selalu dikenang. Atau lagu Wavin Flag yang dinyanyikan oleh K'naan.
Televisi lokal yang memegang hak siar pun terus menjejali penonton dengan lagu Waka Waka. Sehingga atmosfernya amat kuat dan tentu menjadi tidak sabar untuk menonton.
Selain itu, hal yang dinanti lainnya adalah launching skuad timnas dan jersey yang akan dipakai. Beberapa hal itulah yang membuat atmosfer Piala Dunia Afrika Selatan begitu spesial.
Begitu juga dengan edisi Piala Dunia Brasil pada tahun 2014. Piala Dunia Brasil tak kalah atmosfernya apalagi dilaksanakan di negara yang memiliki budaya sepak bola yang kuat.
Saat itu, laga-laga Piala Dunia bertepatan dengan santap sahur. Momen yang paling diingat tentu saat Brasil dibantai oleh Jerman dengan skor telak 7-1. Momen lain yang diingat tentu gol Robin van Versie ke gawang Spanyol yang fenomenal.
Akan tetapi, untuk atmosfer Piala Dunia Qatar terasa kurang. Meski akan berlangsung beberapa minggu lagi, hype Piala Dunia Qatar kurang meriah dibanding edisi sebelumnya.
Dalam akun instagram resminya, FIFA merilis opening Piala Dunia Qatar. Ada yang unik dari opening itu, menurut saya aroma bulan puasa sangat kental.
Begitu juga dengan lagu Piala Dunia Qatar yang berjudul Hayya. Meski sudah dirilis, mungkin jarang ada yang tahu lagu Piala Dunia kali ini. Tentu ada beberapa alasan mengapa atmosfer Piala Dunia kali ini kurang.
Kompetisi Eropa masih berjalan
Sejatinya dalam setiap gelaran Piala Dunia digelar pada musim panas. Akan tetapi untuk edisi kali ini, Piala Dunia Qatar dilaksanakan pada musim dingin. Hal itu guna menghindari cuaca panas di Qatar sana.
Melansir kompas.com suhu di Qatar saat musim panas bisa mencapai 40 derajat celsius. Untuk menyiasati suhu, biasanya di setiap stadion dipasang AC sehingga rata-rata suhu menjadi 21 derajat celcius.
Untuk itulah Piala Dunia kali ini diselenggarakan pada bulam November yang mana Qatar telah memasuki musim dingin. Dampaknya adalah kompetisi di Eropa sana masih berjalan.
Jika pada edisi sebelumnya Piala Dunia dihelat pada akhir kompetisi, maka saat ini kompetisi di sejumlah negara masih berjalan. Misalnya untuk fase grup Liga Champions dan Liga Eropa yang selesai pekan ini.
Begitu juga dengan beberapa liga Eropa yang akan libur seminggu sebelum Piala Dunia digelar. Bahkan pekan ini ada beberapa laga seru di liga Inggris seperti Chelsea vs Arsenal dan Tottenham vs Liverpool yang akan digelar pada 6 November 2022.
Tentu di tengah berjalannya kompetisi Eropa sana maka atmosfer Piala Dunia Qatar sangat kurang. Jika dulu kompetisi sudah berhenti, maka yang paling dinanti adalah Piala Dunia.
Akan tetapi, saat ini sejumlah liga top Eropa masih berjalan dan tentu animo Piala Dunia kali ini terasa kurang. Bahkan mungkin pamor Piala Dunia Qatar masih kalah dengan Liga Champions atau liga Eropa lainnya.
Kontroversi
Meski Qatar menjadi negara Timur Tengah pertama yang menjadi tuan rumah Piala Dunia. Akan tetapi pemilihan Qatar sebagai tuan rumah pada 2010 itu memang sejak awal penuh kontroversi.Â
Qatar mampu menyingkirkan tiga pesaing utama dalam bursa tuan rumah Piala Dunia yakni Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang. Pemilihan itu disebut kental dengan suap yang menyeret petinggi FIFA.
Mantan Presiden AFC yakni Mohammed bin Hamman dituding sebagai penyokong modal suap. Dugaan itu semakin menguat apalagi Hamman adalah warga negara Qatar.
Hamman diduga menggunakan uang sebanyak 5 juta dollar AS untuk menyuap petinggi FIFA agar memilih Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.
Skandal suap ini menyeret petinggi UEFA Michel Platini. Platini disebut menerima suap dari Hamman dan keduanya telah bertemu beberapa bulan sebelum pemilihan. Platini merupakan salah satu orang yang memilih Qatar sebagai tuan rumah.
Tentu yang teranyar adalah Qatar disebut mengusir para pekerja asing jelang Piala Dunia nanti. Sebanyak 1.200 pekerja asing di Doha harus terusir dari mess yang nantinya akan menampung para penggemar sepak bola itu.
Parahnya lagi, petugas di sana hanya memberi waktu sekitar 2 jam kepada para pekerja itu untuk segera meninggalkan messnya. Akibatnya kebanyakan dari mereka tidur di trotoar alias telantar di jalanan.
Namun hal itu segera dibantah oleh pejabat setempat. Peristiwa itu sama sekali tidak terkait dengan Piala Dunia. Hal itu dilakukan untuk rencana jangka panjang pemulihan kota Doha.
Tudingan mess yang akan dijadikan akomodasi tempat bagi penggemar sepak bola juga dibantah. Meski begitu, dalam praktiknya pembangunan infrastruktur Piala Dunia Qatar memakan korban 6.500 jiwa.
Tentu alasan kedua memang masih menjadi perbincangan hangat dan akan menjadi cerita tersendiri. Akan tetapi, bagi saya animo Piala Dunia kali ini memang tidak sekuat edisi sebelumnya.
Hal itu wajar karena kompetisi Eropa masih terus berjalan. Ditambah lagi dari sisi geografis Qatar bukan negara dengan budaya sepak bola yang kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H