Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Benarkah Iwan Bule Ketua PSSI Terbaik 10 Tahun Terakhir?

15 Oktober 2022   11:14 Diperbarui: 15 Oktober 2022   11:34 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) merekomendasikan agar Ketua Umum PSSI beserta jajarannya agar mundur sebagai bentuk tanggung jawab moral atas tragedi Kanjuruhan.

Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua TGIPF Mahfud MD, Mahfud menyebut secara normatif pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI karena berada di bawah aturan FIFA.

Namun, TGIPF menekankan agar PSSI beserta jajarannya agar bertanggung jawab secara moral yakni mengundurkan diri. Hal itu menurut Mahfud karena keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi alias salus populi suprema lex.

Sejak awal tragedi Kanjuruhan mencuat, banyak pihak yang menekan agar Ketua PSSI dan jajarannya untuk mundur. Tapi, PSSI saat itu saling lempar tanggung jawab.

PSSI menyebut jika tragedi Kanjuruhan tanggung jawab Panpel. Begitu juga dengan Panpel yang menyebut jika Panpel diberi kewenangan itu diberikan oleh PSSI.

Begitu juga dengan kepolisian yang tetap bersikukuh jika penggunaan gas air mata sesuai prosedur. Tentu jika mengatur pada regulasi, maka tidak akan selesai dan lempar tanggung jawab akan terus terjadi.

Untuk itu, kita harus melihat lebih jeli lagu jika asas adalah ruh dari aturan itu sendiri. Asas bisa dinaikkan lagi ke dalam bentuk moral, jadi secara moral jelas pihak-pihak di atas sangat bertanggung jawab.

Baru-baru ini, PSSI melalui Ketua Umum Iwan Bule menyebut akan bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan. Namun, bentuk tanggung jawab itu sendiri masih belum jelas seperti apa.

Di sisi lain, pernyataan mengejutkan justru datang dari pelatih kepala Timnas Indonesia Shin Tae-yong. Melalui unggahan di instagram pribadinya, STY menyebut jika Ketua Umum PSSI mundur, maka ia juga akan mundur.

STY merasa jika ia adalah bagian dari sistem sepak bola Indonesia. Dengan kata lain, STY pun memiliki tanggung jawab moral atas tragedi Kanjuruhan.

Meski begitu, tidak sedikit yang menilai jika STY tengah pasang badan untuk Iwan Bule. Namun, sikap tersebut bagi saya adalah salah satu bentuk dari budaya timur yang memang seperti itu.

Di Jepang atau Korea Selatan jika seorang pemimpin merasa gagal maka ia akan mundur sebagai bentuk tanggung jawab moral. STY melakukan hal yang sama. STY merasa ia sudah menjadi bagian dari PSSI sehingga ia harus mundur.

Di sisi lain, unggahan STY itu disokong oleh pemain Timnas Indonesia yakni Asnwai Mangkualam. Menurut Asnawi, saat ini Iwan Bule masih yang terbaik untuk PSSI.

Salah satu pernyataan Asnawi Mangkualam. | Sumber: Indosport.com
Salah satu pernyataan Asnawi Mangkualam. | Sumber: Indosport.com

Lantas, apakah benar dengan apa yang disampaikan oleh Asnawi? Tentu untuk bisa melihat hal itu harus membandingkan dengan ketua PSSI lain sebelum Iwan Bule menjabat.

Namun perlu kita garisbawahi jika apa yang disampaikan oleh Asnwi adalah berdasarkan pengalaman pribadinnya. Yakni selama Asnawi membela Timnas Indonesia.

Kontroversi PSSI

Berbicara soal PSSI, tentu tidak lepas dari kontroversi. Pada masa kepemimpinan Nurdin Halid, tentu kita masih ingat jika Nurdin Halid pernah mengendalikan PSSI di balik jeruji.

Saat itu, Nurdin Halid divonis 2 tahun penjara atas kasus minyak goreng. Tentu hal itu tidak dibenarkan karena dalam statuta FIFA seseorang pemimpin Federasi harus tidak pernah terlibat dalam kriminal.

Belakangan statuta itu diotak-atik oleh Nurdin Halid sehingga ia masih bisa mengendalikan PSSI dari jeruji besi. Tentu hal ini sangat tidak dibenarkan dan tak pantas dipertontonkan ke publik.

Pada masa kepemimpinan Djohar Arifin Husein, tentu kita masih ingat saat itu ada dua kompetisi yang berjalan beringan yakni ISL dan IPL.

Mayortias klub menolak usulan IPL dan operatornya. Puncaknya adalah PSI sendiri terbelah menjadi dua kubu. Pada masa inilah muncul dualisme klub.

Setelah itu, La Nyala Mataliti kemudian naik sebagai Ketua Umum PSSI. Pada masa ini bisa disebut sebagai masa kegelapan sepak bola Indonesia karena FIFA menjatuhkan sanksi.

Hal itu tidak lepas dari intervensi pemerintah melalui Kemenpora. Saat itu, PSSI tetap melanjutkan ingin Liga Indonesia tanpa rekomendasi dari BOPI.

Kemenpora kemudian memberi surat peringatan sebanyak tiga kali dan tidak diindahkan oleh PSSI. Akhirnya PSSI dibekukan oleh Kemenpora yang berujung sanksi dari FIFA.

Setalah itu, Edy Rahamyadi naik ke pucuk pimpinan PSSI. Mantan pimpinan kostrad itu juga tidak lepas dari kontroversi karena PSSI menjadi alat politik untuk mencari popularitas publik.

Nyatanya ia sulit untuk mundur ketika sudah menjadi Gubernur Sumatera Utara. Pada akhirnya, Edy diganti oleh Joko Driyono yang tak kalah kontroversi karena menjadi tersangka kasus pengaturan skor.

Pada masa kepemimpinan Iwan Bule, kompetisi harus terhenti karena Covid-19. Meski begitu perlahan namun pasti Iwan bisa membenahi Timnas Indonesia.

Seingat saya, pada era Iwan Bule pelatih kepala Timnas Indonesia berumur panjang. Bahkan kontrak STY beberapa waktu lalu akan diperbarui.

Meski begitu, terlepas dari bangkitnya Timnas Indonesia tidak bisa menjadi ukuran kesuksesan Iwan Bule. Masih ada variabel lain yang harus diukur seperti kualitas liga yang segitu-gitu saja.

Belum lagi, tidak adanya kompetisi lokal seperti Piala Indonesia masih menjadi catatan tersendiri. Tendensi Iwan Bule akan maju dalam Pilgub Jabar juga terus berhembus kencang karena Iwan begitu eksis di PSSI.

Misalnya dalam situs resmi nama Iwan Bule sering menghiasi daripada program PSSI itu sendiri. Belum lagi dengan kasus Kanjuruhan saat ini. Jadi, setiap Ketua PSSI memiliki kontroversi tersendiri.

Jika hanya ukuran kemajuan timnas saja, bagi saya Iwan Bule jauh lebih unggul. Tapi, untuk aspek lainnya ya sama saja. Selain itu, menurut saya tidak adil jika hanya Iwan Bule yang mundur tapi semua pengurus PSSI juga harus mundur.

Mengganti kepala tanpa merubah tubuh yang berpenyakit akan tetap saja. Jadi, saat ini adalah momen yang tepat untuk reformasi besar-besaran di tubuh PSSI dengan segera melaksanakan KLB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun