Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan: Bukti Sepak Bola Indonesia Masih Bobrok!

2 Oktober 2022   03:22 Diperbarui: 2 Oktober 2022   06:54 1531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mobil K-9 dibalik oleh supporter Aremania dalam kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).(KOMPAS.COM/Imron Hakiki)

Tidak ada yang menyangka jika laga antara Arema FC vs Persebaya yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (01/10/2022) justru berakhir kelam.

Pekan ke-11 BRI Liga 1 mempertemukan duel klasik antara Arema FC vs Persebaya Surabaya. Dalam mengarungi Liga 1, Arema tampil kurang memuaskan karena masih berkutat di papan tengah.

Begitu juga dengan Persebaya yang masih belum tampil ke peforma terbaiknya. Laga ini selalu menampilkan tensi tinggi karena rivalitas klub yang panjang.

Sepanjang laga berjalan, laga sebetulnya berlangsung seru karena kedua tim saling menyerang. Persebaya yang bertindak sebagai tim tamu unggul lebih dulu pada menit ke-8 dan 32.

Arema FC kemudian berhasil mengejar skor lewat brace Abel Camara pada menit ke-42 dan 45. Hingga babak pertama usai, skor tetap imbang 2-2.

Di babak kedua, Persebaya kembali unggul pada menit ke-51 melalui Sho Yamamoto. Arema mencoba meningkatkan intensitas serangan. 

Hingga laga usai, skor 2-3 tidak berubah untuk keunggulan Persebaya. Dengan kemenangan ini, Persebaya memutus rekor buruk karena tidak pernah menang di Malang selama 23 tahun.

Malang yang kelam

Setelah wasit meniup peluit panjang tanda laga berakhir, pendukung Arema mulai turun ke lapangan. Dalam video yang beredar di media sosial, pemain Persebaya terlihat mendapat lemparan sehingga harus segera diamankan.

Sementara itu, flare mulai menyala di mana-mana. Kerusuhan semakin membesar dan mulai merusak segala fasilitas yang ada di stadion. Mobil petugas pun menjadi sasaran amukan masa. 

Kondisi Stadion Kanjuruhan Malang mencekam. | Sumber: Antara
Kondisi Stadion Kanjuruhan Malang mencekam. | Sumber: Antara

Selain itu, terlihat ada kobaran api di sejumlah titik. Petugas yang terdiri dari gabungan TNI dan Polri kemudian berusaha mengamankan situasi.

Jumlah yang tak sebanding membuat petugas menembakkan gas air mata. Padahal gas air mata dilarang oleh FIFA. Akibatnya para penonton di tribun mulai panik dan saling berdesak-desakan.

Para suporter mulai sesak nafas karena gas air mata tersebut. Tidak ada yang tahu jumlah korban yang pasti dari malam kelam itu. Yang jelas korban terdiri dari aparat hingga balita yang tak berdosa.

Yang jelas, jumlah korban dalam tragedi itu puluhan. Tentu ini mengerikan dalam dunia olahraga. Inilah sejarah kelam sepak bola Indonesia yang sulit diubah.

Perilaku buruk tidak hanya melekat pada pemain yang bermain kasar. Tapi suporter pun tidak kalah beringasnya. Mundur sedikit, kita masih ingat pada pekan ke-10 pendukung Persebaya melakukan hal serupa ketika kalah dari Rans Nusantara.

Bonek bahkan merusak Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Kejadian seperti itu semakin menegaskan jika sepak bola kita masih bobrok alias jauh dari kata maju.

Untuk memperbaiki kualitas kompetisi, tentu yang harus dibenahi bukan hanya liga, federasi, dan regulasi. Tapi suporter juga harus merubah pola pikirnya agar lebih dewasa.

Kompetisi yang baik adalah adanya sinergi antara federasi, liga, dan suporter. Jika tiga aspek itu terpenuhi, maka sepak bola kita akan maju.

Para suporter di Indonesia terlalu fanatik, harga diri klub adalah harga diri individu. Begitu kiranya. Jadi, ketika tim kebanggaan kalah oleh tim rival seakan-akan harga diri diinjak-injak.

Itulah yang terjadi. Suporter kita terlalu mengedepankan rivalitas dibanding sportifitas. Untuk itu, saya berharap agar seluruh suporter bersikap lebih dewasa.

Suatu peradaban dikatakan maju apabila orang-orang marah mengeluarkan kritikan bukan aksi brutal. Tentu apa yang terjadi di Malang menjadi cambuk bagi kita semua.

Apalagi kita akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Bukan tidak mungkin akan berpengaruh pada event tersebut. Ujung-ujungnya merugikan tim dan negara sendiri.

Dengan adanya kejadian ini, tentu akan merugikan Indonesia sendiri. Terutama dalam kancah internasional. Jangan harap akan ada klub dunia yang mampir lagi jika wajah sepak bola kita seperti ini.

Selain itu, pihak panpel, PT LIB, dan juga pemegang hak siar seharusnya paham. Laga-laga yang penuh dengan tensi tinggi seharusnya digelar sore hari agar kejadian seperti ini bisa diminimalisir.

Jangan harap jika sepak bola kita akan berbicara banyak di kancah internasional jika perilaku primitif tersebut masih dipelihara. Cintailah klub sewajarnya. Sportifitas yang utama bukan rivalitas.

Untuk semua suporter di seluruh tanah air, marilah hentikan apa itu rivalitas-rivalitas. Mari kita ke depankan sportifias. Terlalu mahal ongkos yang harus dibayar untuk puluhan nyawa karena sepak bola.

Bulan Oktober menjadi awal yang kelam bagi sepak bola Indonesa. Jika di belahan dunia sana tengah memulai kompetisi setelah jeda internasional. Di Indonesia kompetisi harus terhenti karena tragedi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun