Dewan kolonel diinisiasi oleh kader PDI-P Johan Budi sekitar 2-3 bulan lalu. Anggotanya terdiri dari Utut Adianto, Bambang Wuryanto, Hendrawan Supratikno, hingga Masinton Pasaribu.
Para kader elit ini sadar bahwa eletabilitas Puan Maharani masih rendah dibanding Ganjar Pranowo. Dalam survei yang dilakukan oleh Poltracking pada 16-22 Mei 2022 lalu Ganjar masih teratas.
Survei ini dilakukan dengan cara wawancara tatap muka dengan 1.220 responden di 34 provinsi secara proporsional. Hasilnya Ganjar memiliki elektabilitas tertinggi sebanyak 26,9 persen. Sementara Puan Maharani di posisi kesepuluh dengan 1,2 persen.
Untuk itu, tugas utama dewan kolonel tak lain adalah untuk meningkatkan elektabilitas Puan Maharani. Nantinya para kader elit tersebut bertugas mewangikan Puan di dapil masing-masing.
Harapannya dengan begitu maka elektabilitas Puan bisa meningkat dan tidak mandeg di angka 1,2 persen. Meski begitu, Puan menyebut keberadaan dewan kolonel dan dewan kopral hanya sebatas nama.
Puan justru meminta kepada seluruh kader PDI-P untuk mengikuti instruksi Megawati.
Munculnya dewan kolonel memantik forum lain. Utamanya datang dari loyalis Ganjar Pranowo. Tak mau kalah, loyalis Ganjar kemudian membentuk dewan kopral.
Dari nama "kopral" pun sudah jelas bahwa gerakan ini bukan diusung oleh elit PDI-P. Melainkan muncul dari simpatisan Ganjar yang notabene tidak terikat dengan partai. Dengan kata lain forum ini muncul dari aspirasi masyarakat.
Tujuan dari dibentuknya dewan kopral tak lain adalah untuk tetap mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres. Forum ini jelas menggambarkan dua kelas yang berbeda, yakni kelas elit dan non-elit.
Dalam institusi TNI mau pun Polri, posisi kolonel jelas lebih tinggi dibanding kopral. Dengan demikian, ada kesenjangan kekuasaan dari pembentukan forum tersebut.
Meski pada akhirnya yang menentukan adalah Megawati. Akan tetapi dukungan internal PDI-P melalui dewan kolonel cukup untuk memberi pengaruh alias memberi sinyal siapa yang akan diusung oleh PDI-P.