Peretas bernama Bjorka beberapa waktu lalu menjadi buah bibir di internet. Ia diduga adalah otak di balik kebocoran data yang terjadi di Indonesia.
Bjorka mengklaim telah membobol data 1,3 miliar SIM card prabayar. Selain itu, ia juga berhasil membobol data lain seperti data pemilih KPU, PLN, dan pengguna Indidhome.
Di tengah kasus kebocoran data yang terjadi, di Senayan justru terjadi perdebatan cukup hebat antara Komisi I DPR bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Dalam rapat dengar yang diadakan oleh DPR, Kominfo mengaku kebocoran data itu bukan tugasnya. Melainkan Kominfo melempar tanggung jawab tersebut pada Badan Siber dan Sandi Negara.
Kominfo memang menjadi instansi yang cukup ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Terutama setelah kasus kebocoran data menyeruak ke publik.
Namun ketika publik berharap Kominfo melakukan tindakan nyata, Kominfo justru melempar tanggung jawab tersebut dan membuat himbauan yang tidak perlu.
Misalnya meminta masyarakat untuk setiap hari mengganti password guna menghindari kebocoran data. Selain itu, masyarakat juga diminta untuk menjaga NIK agar aman.
Persoalannya adalah data seperti NIK sudah dikelola oleh Kominfo terutama saat registrasi kartu prabayar. Sepatutnya Kominfo yang harus menjaga NIK masyarakat tetap aman.
Di sisi lain, dengan adanya kasus kebocoran data perlahan-lahan orang mulai mengerti jika data pribadi adalah hal yang berharga. Selain itu, data pribadi juga memiliki nilai ekonomis tinggi.
Di luar itu, banyaknya kasus kebocoran data yang terjadi saat ini menjadi pukulan bagi pemerintah bahwa dunia siber kita lemah. Untuk itu, di tengah kasus kebocoran data saat ini pemerintah dan DPR harus segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).