Ada yang masih ingat dengan kasus Pinangki? Atau justru lupa oleh hype kasus Ferdy Sambo? Inilah yang dikhawatirkan, kita terlalu sibuk mengawal kasus yang hype tapi lupa dengan kasus-kasus lama yang sebetulnya perlu pengawalan serupa.
Kasus Sambo memang tidak dipungkiri karena mampu menyedot perhatian publik. Hal itu wajar karena melibatkan sejumlah institusi di dalamnya. Mulai dari sipil, kekuasaan, hingga institusi Polri.
Jadi tidak heran jika kasus Ferdy Sambo mendapat porsi lebih di beberapa media. Bahkan media TV ramai-ramai menayangkan kasus Sambo sampai mengesampingkan acara olah raga.
Publik juga mungkin ada yang tidak tahu jika pada kasus lain Indonesia tengah menghadapi kasus korupsi terbesar di Indonesia, yakni kasus Surya Darmadi yang mengkorupsi uang senilai Rp. 78 triliun.
Padahal kasus korupsi sangat dibenci oleh netizen. Bahkan, tidak sedikit netizen yang berkomentar agar para koruptor dihukum mati. Tapi, bukan hukuman mati yang didapat, malah bebas bersyarat.
Warga binaan kasus korupsi seperti Ratu Atut, Zumi Zola, dan Jaksa Pinangki justru kompak bebas bersyarat pada Selasa 6, September 2022. Tentu ini menjadi tanda tanya besar mengapa diskon hukuman terus terjadi.
Nah, dalam artikel ini penulis akan khusus membahas Pinangki. Mengapa demikian? Pinangki adalah penegak hukum, sepatutnya hukuman yang diberikan lebih berat karena dia adalah penegak keadilan.
Perjalanan kasus Pinangki
Sebelum bebas bersyarat, alangkah lebih baiknya kita mengingat kembali perjalanan kasus Pinangki. Nama Pinangki menjadi buah bibir usai terseret dalam kasus korupsi Djoko Tjandra.
Buronnya Djoko Tjandra diduga tidak lepas dari peran Pinangki terkait fatwa Mahkamah Agung.
Pinangki menerima suap sebesar US$500 ribu (Rp7,35 miliar) dari terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra. Â Pinangki juga terlibat kasus lain yakni pencucian uang.