Ia diuntungkan oleh gender yang selama ini pelecehan seksual selalu menempa perempuan. Mungkin saya terlalu keras mengatakan itu. Tapi sikap Putri yang terus mengaku korban tentu tidak masuk akal. Belum lagi laporannya ditolak.
Selain itu, Putri juga memiliki beberapa keistimewaan alias privilese. Misalnya ia tidak ditahan padahal statusnya sudah sebagai tersangka.Â
Jika mengacu pada Pasal 20 KUHAP, untuk kepentingan penyidikan tersangka dapat ditahan oleh penyidik.Â
Dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP kemudian dijelaskan mengapa seorang tersangka atau terdakwa perlu ditahan. Tentu ada kekhawatiran jika tersangka akan kabur, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Belum lagi, Putri diduga melanggar Pasal 340 yang mana ancaman pidananya adalah hukuman mati. Penahanan sudah pasti bisa dikenakan pada Putri jika mengacu pada norma hukum.
Hal itu karena KUHAP menetapkan hanya pidana yang diancam 5 tahun penjara ke atas saja yang dikanan penahanan. Tentu Putri lebih dari itu, ancamannya hukuman mati.
Memang dalam praktiknya seseorang bisa mengajukan penangguhan penahanan. Tapi alasan penangguhan itu harus masuk akal. Misalnya sakit yang benar-benar sakit.
Tapi, seperti yang kita ketahui kondisi kesehatan Putri baik-baik saja. Jika alasan Putri tidak ditahan karena memiliki anak dan kedudukannya sebagai seorang ibu, bagaiama dengan seorang ibu yang membawa balita ke penjara untuk ikut ditahan?
Inilah satu peristiwa yang kontras dan jelas mencederai rasa keadilan. Baik Putri dan seorang ibu di atas sama-sama perempuan dan statusnya sama sebagai seorang ibu.
Tapi perlakuannya berbeda. Hal inilah yang membuat Putri memiliki privilese istimewa. Seroang tersangka pembunuhan berencana masih tidak ditahan tentu ini sesuatu yang ajaib.
Tentu kita berharap dalam perkembangan anyar Putri segera ditahan agar tidak menimbulkan kegaduhan.