Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pertanyakan Fungsi Kompolnas, Akankah DPR Bentuk Pansus Kasus Brigadir J?

23 Agustus 2022   11:49 Diperbarui: 23 Agustus 2022   17:45 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond Junaidi Mahesa saat RDPU Komisi III DPR RI dengan Ketua Kompolnas Mahfud MD, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dan Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2022) Via: dpr.go.id

Komisi III DPR saat ini tengah menjadi sorotan. Pasalnya DPR seakan-akan diam dalam kasus Brigadir J. Padahal Komisi III membawahi bidang Hukum dan HAM.

Hal itu bahkan disinggung langsung oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD. Sindirian tersebut dibalas sinis oleh Ketua Komisi III DPR, Bambang Pacul.

Menurutnya, justru Mahfud MD tidak tahu posisi dan terlalu banyak komentar. Salah satunya Mahfud pernah mengumumkan akan ada tersangka baru dalam tweet pribadinya.

Lebih lanjut, Bambang mempertanyakan apakah hal tersebut termasuk ke dalam tupoksinya sebagai menteri atau tidak. Bambang bahkan menyebut jika Mahfud MD adalah menteri tukang komentar.

"Koordinator lho bukan komentator. Menteri koordinator bukan menteri komentator," tutur Ketua DPP Bidang Pemenangan Pemilu PDI-P itu. (kompas.com)

Beberapa waktu lalu, Komisi III DPR akhirnya buka suara terkait kasus Brigadir J. Komisi III menggelar rapat bersama dengan Menkopolhukam, Komnas HAM, LPSK, dan Kompolnas.

Mahfud MD yang menjabat sebagai Ketua Kompolnas dan Menko Polhukam kembali menjawab sindiran Bambang Pacul. Dalih anggota DPR menyebut jika DPR tidak bisa ikut campur karena terbentur oleh undang-undang.

Namun Mahfud menyebut jika DPR pernah ikut campur dalam kasus korupsi Brotoseno. Pernyataan DPR tersebut bertolak belakang dengan yang pernah mereka lakukan.

"Kasus Brotoseno itu berhasil kan karena DPR yang ngomong, Brotoseno dipenjara tiba-tiba jadi polisi lagi. Dan menurut Undang-Undang enggak boleh. Ribut orang, lalu DPR ngomong, katanya karena berjasa, jasa apa sih yang dibuat oleh seorang koruptor? Nah kata DPR nih Pak Bambang Pacul," kata Menkopolhukam. (pikiranrakyat.com)

Pembahasan Komisi III DPR kemarin makin melebar. Puncaknya adalah perdebatan antara Desmond Junaidi Mahesa dan Mahfud MD terkait fungsi Kompolnas.

Desmond dan anggota DPR lain mencecar Mahfud terkait ini. Anggota DPR bahkan mempertanyakan peran Kompolnas dalam kasus ini. Desmond kemudian bertanya pada Mahfud tugas kompolnas itu apa.

Lebih lanjut, Mahfud menjawab jika Kompolnas adalah ikut mengawasi Polri sebagai mitra eksternal. Desmond lantas kembali bertanya pada Mahfud terkait eksistensi Kompolnas yang ia anggap telah memberi keterangan salah pada publik.

"Persoalannya adalah pada saat salah seorang anggota Kompolnas cuma jadi PR saja atas keterangan Polres Jaksel ternyata itu salah. Ini kan luar biasa, luar biasa inilah dalam catatan sebenarnya Kompolnas ini perlu enggak?" ujar Desmond. (liputan6.com)

Desmond lantas kembali bertanya terkait kasus KM 50. Apakah Kompolnas memberi masukan atau tidak. Mahfud kemudian menjawab jika Kompolnas telah memberi masukan secara tertulis dan resmi. Namun tidak ada tanggapan dari Polri.

Mendengar hal itu, Desmond mengambil kesimpulan jika sebaiknya Kompolnas dibubarkan saja. Hal itu karea tanggapan yang diberikan pada Polri hanya dianggap sebagai angin lalu.

Mendengar pernyataan itu, Mahfud justru menantang Desmond. Mahfud menyebut jika memang tidak dibutuhkan, Kompolnas sebaiknya dibubarkan. Toh yang mendirikan DPR.

“Ya terserah, Bapak kan yang membuat Kompolnas ada, lah kan DPR yang buat, kalau mau dibubarkan, bubarkan saja,” ucap Mahfud MD. (kompas.tv)

Ada hal menarik dalam perdebatan itu. Bagi penulis, kesimpulan yang diambil oleh Desmond justru keliru. Mengapa demikian, muaranya adalah Kompolnas ada karena persetujuan DPR.

Sebaliknya, DPR juga seharusnya tahu sejauh mana tugas dan wewenang Kompolnas. Lebih jauh dari itu, mengapa masukan Kompolnas hanya dianggap sebagai angin lalu oleh Polri bukan berarti Kompolnas harus dibubarkan.

Melainkan karena kewenangannya terbatas ditambah lagi jika ditinjau dari sudut pandang lembaga negara, kedudukan Polri dan Kompolnas tidak setara. Tentu kedudukan Polri jauh superior dibanding Kompolnas.

Ditinjau dari hukum kelembagaan negara, untuk menciptakan keseimbangan dalam pemerintahan harus ada lembaga yang mengawasi, namun posisi lembaga tersebut harus setara.

Misalnya dalam ranah pemerintahan, DPR memiliki kewenangan mengawasi Presiden. Baik DPR dan Presiden jika dilihat dari kedudukan sama kuat, yakni sebagai lembaga tinggi negara karena ditunjuk langsung oleh UUD 1945.

Dengan demikian, tugas pengawasan DPR akan kuat karena kedudukan lembaganya setara. Jadi, secara teoritis maka fungsi pengawasan tersebut akan berjalan dengan baik.

Dalam ranah kekuasaan kehakiman pun sama. Seperti yang kita ketahui, kekuasaan Kehakiman dijalankan oleh Mahkamah Agung yang membawahi peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

Mahkamah Konstitusi pun masuk ke dalam ranah kekuasaan kehakiman. Kewenangan MK di antaranya menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

Baik MA dan MK yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman diawasi oleh lembaga independen yang memiliki kedudukan setara, yakni Komisi Yudisial (KY).

Secara garis besar, KY memiliki wewenang dalam rangka menjaga kehormatan, martabat, dan keluhuran hakim. Salah satu tugas penting di atas adalah KY berwenang melakukan pemantauan dan pengawasan perilaku hakim.

KY sendiri bertujuan sebagai pengontrol hakim agar melakukan tugasnya dengan baik sebagai penegak keadilan. Baik MA, MK, dan KY memiliki kedudukan setara yakni sebagai lembaga tinggi negara.

Lantas bagaimana dengan Polri dan Kompolnas? Instrumen hukum Polri mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian RI.

Sementara Kompolnas didirikan berdasar Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2011. Tentu ditinjau dari sisi hieraki peraturan perundang-undangan, maka kedudukan undang-undang jauh lebih tinggi dibanding perpres.

Begitu juga dengan lembaga negara yang lahir dari dua regulasi tersebut. Maka Polri memiliki kedudukan tinggi alias lebih superior dibanding Kompolnas. Itu sebabnya pendapat Kompolnas tidak diharaukan.

Jika Kompolnas ingin memiliki pengaruh kuat dalam mengawasi Polri, maka kedudukan lembaga ini harus sejajar dengan Polri. Dengan kedudukan setara, bisa jadi fungsi pengawasan akan seimbang.

DPR bentuk pansus?

Setelah hampir satu bulan kasus Brigadir J bergulir, DPR akhirnya buka suara. Tapi, banyak kalangan menyebut jika Komisi III lambat dalam melihat masalah ini.

Puncaknya adalah DPR justru sangsi dengan peran Kompolnas yang dinilai gagal dalam kasus ini. Lantas, apakah DPR akan mengambil sikap yakni membentuk pansus?

Hal itu bisa saja dilakukan DPR jika merasa Kompolnas gagal dalam kasus Brigadir J. Pembentukan pansus bukan hal pertama. Dalam sejarahnya, DPR pernah mebentuk pansus Bank Century.

Pembentukan pansus kasus Brigadir J bisa saja dilakukan jika DPR ingin benar-benar terlibat dalam menyelesaikan masalah ini. Namun, satu pertanyaan kembali muncul. Mengapa DPR diam dalam kasus ini?

Apakah DPR sudah benar dengan tindaknnya yang mengaku bekerja dalam senyap atau tutup mata dan telinga? Kasus lain seperti binomo bahkan menjadi pembahasan tersendiri di DPR.

Akan tetapi, kasus ini yang membawa nama baik institusi penegak hukum yakni Polri justru diam. Jangan salahkan masyarakat menduga hal yang tidak-tidak jika anggota dewannya hanya diam saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun