Tentu ini menjadi borok di tubuh Polri. Bagaimana tidak, kejahatan yang seharusnya ditindak justru ditutup-tutupi dan membuat citra Polri semakin buruk.
Ferdy Sambo dalang, Putri sinden
Setelah Bharada E menjadi tersangka, ia kemudian bernyanyi karena tidak ingin menanggung perbuatan itu sendiri. Rencana sang jenderal justru gugur di tangan seorang tamtama.
Bharada E mengatakan ia diperintah oleh atasannya untuk menembak Alm. Brigadir J. Tiga hari setelah penetapan tersangka Bharada E, Kapolri kemudian menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka.
Ferdy Sambo adalah orang yang merencanakan pembunuhan Brigadir J, termasuk menyuruh Bharada E untuk menembak Brigadir J. Ferdy Sambo juga merekayasa kasus ini.
Ia disebut mengambil senjata milik Brigadir J dengan memakai sarung tangan lalu menembakan ke dinding untuk menciptakan skenario tembak menembak.
Dengan demikian, maka kans Bharada E untuk bisa bebas karena bela diri semakin besar. Hal itu karena Brigadir J dianggap telah melecehkan Putri Candrawathi.
Untuk mendukung skenario itu, Ferdy Sambo kemudian "mengamankan" TKP dan ia yang memimpin olah TKP beserta sejumlah anggota Polri aktif.
Jika Ferdy Sambo dan anggotanya yang memimpin proses penyidikan, tentu kans bagi Bharada E untuk bebas semakin besar karena nantinya akan belaku Pasal 49 KUHP.
Agar skenario ini semakin hidup, maka Putri Candrawathi kemudian ikut serta dalam rencana Sambo. Dengan kata lain, PC menjadi sinden yang mengiringi dalang (Sambo).
Hal itu bisa dilihat dari peran Putri seperti mengaku seolah-olah ia adalah korban pelecehan seksual. Ia bahkan sempat meminta perlindungan pada LPSK untuk benar-benar mendukung skenario suaminya.