Salah satu film horor terbaik Indonesia yang saya tunggu-tunggu akhirnya rilis. Apalagi jika bukan pengabdi setan. Nah seperti yang kita ketahui, sekuel film pertamanya masih menyisakan tanda tanya.
Sekali lagi, bagi saya Joko Anwar mampu menampilkan film yang berkualitas. Suasana Jakarta tahun 1980-an sangat detail. Seolah-olah film ini memang dibuat tahun segitu.
Selain itu, pemilihan rusun terbengkalai memang tepat. Suasana kumuh dan kotor sangat menggambarkan kehororan film ini. Nah dalam artikel ini, di sini saya akan mengulas detail-detail kecil yang mungkin saja tidak disadari.
Untuk itu, bagi yang belum menonton film ini sebaiknya nonton dulu. Karena artikel ini berbau spoiler.Â
Kode kematian pemain
Jujur saja film kedua ini jauh lebih brutal dari film pertama. Khususnya kematian karakter pemainnya. Misalnya tragedi lif rusak yang menewaskan banyak orang.Â
Tidak hanya itu, anak-anak yang memungut uang receh di lantai bawah tertimpa lif dan tubuhnya hancur. Di luar itu, ada dua karakter yang kode kematiannya sudah muncul. Karakter itu adalah Dino dan Mba lantai sembilan alias Tari.Â
Nah seperti yang diketahui, Dino dan Toni saingan untuk mendapatkan hati Tari. Tari bisa dibilang karakter paling cantik di antara orang-orang rusun tersebut.
Ketika teror mulai menghantui rusun itu, ada satu adegan yang menunjukkan Dino tengah membongkar dinding tetangganya untuk mencuri. Dino memakai garpu untuk membuat lubang tersebut.
Tidak sengaja garpu kesayangan ibunya itu jatuh. Nah akhirnya Dino menyuruh Toni untuk mengambilnya. Pada akhirnya, Dino mati dengan cara mengenaskan.
Setelah bertemu dengan ibu, ia terjatuh ke dalam air dan lehernya tertancap garpu pengeruk sampah. Nah, jadi Dino yang menjatuhkan garpu ibunya justru mati tertusuk garpu sampah.Â